Prof. Dr. Fahmi Amhar
Banjir lima tahunan kembali mengancam wilayah pantai utara pulau Jawa. Beberapa waktu lalu, jalur tol Jakarta-Merak terputus karena tergenang Banjir. Angin puting beliung juga menumbangkan banyak pohon dan baliho, bahkan juga tumpukan kontainer di Tanjung Priok. Akibat hujan deras, jalur Puncak Pass terkena longsor yang menyebabkan jalur Bogor-Cianjur terputus beberapa hari. Di Jakarta, banjir sekecil apapun akan berakibat macet amat parah hingga ke daerah yang tidak kebanjiran. Dan kalau sudah musim bencana ini, tiba-tiba kita seperti diingatkan lagi, bahwa Indonesia memang bukan hanya negeri yang kaya dengan sumber daya alam, tetapi juga negeri dengan potensi bencana alam yang berlimpah.
Kita berada tepat di batas-batas lempeng Eurasia, Hindia, Australia dan Pasifik. Kita punya 129 gunung api aktif. Semua ini berpotensi gempa, longsor, tsunami dan erupsi yang mampu menghancurkan kehidupan dalam seketika. Kita juga berada di persimpangan angin dan arus laut antara Asia – Australia dan antara Hindia – Pasifik. Maka bencana banjir, abrasi gelombang pasang, puting beliung, kekeringan hingga kebakaran hutan juga rajin berkunjung.
Namun, kenyataannya bangsa ini masih belum banyak belajar. Seharusnya mereka adalah maestro-maestro dunia dalam menghadapi bencana. Seharusnya bangsa-bangsa lain banyak belajar ke Indonesia. Namun yang terjadi, bencana belum benar-benar ditangkal, namun baru dihadapi dengan sebatas tawakal.
Apakah demikian juga yang terjadi di masa lalu, ketika Daulah Islam masih tegak?
Sebenarnyalah wilayah Daulah Islam yang amat luas juga bersentuhan dengan berbagai potensi bencana alam. Wilayah sekitar gurun di Timur Tengah dan Afrika Utara amat rawan kekeringan. Lembah sungai Nil di Mesir atau sungai Eufrat-Tigris di Irak amat rawan banjir. Sementara itu Turki, Iran dan Afghanistan sampai sekarang juga masih sangat rawan gempa. Selain itu kadang-kadang wabah penyakit yang hingga abad 18 belum diketahui pasti penyebab maupun obatnya datang menghantam, misalnya cacar (variolla) atau pes. Namun toh Daulah Islam tetap berdiri tegak lebih dari 12 abad. Kalaupun Daulah ini kemudian sirna, itu bukan karena kelaparan, penyakit, atau bencana alam, tetapi karena kelemahan di antara mereka sendiri, terutama elite politisnya, sehingga dapat diperalat oleh para penjajah untuk saling bertengkar, membunuh dan memusnahkan. (more…)