Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

BULAN PERUBAHAN – Ramadhan Hari-12: UBAH OBSESI

Monday, July 22nd, 2013

fahmi-amhar-ubah-obsesiSesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu obsesi-nya atau apa yang benar-benar menggodanya untuk diwujudkan dalam hidupnya.

Dalam istilah yang lebih lunak, kemampuan melihat inti persoalan atau wawasan ke depan atau bahkan kemampuan untuk merasakan sesuatu yg tidak tampak melalui kehalusan jiwa dan ketajaman penglihatan, disebut VISI.  Tetapi ketika seseorang benar-benar meyakini visi itu, lalu hal itu selalu menggodanya untuk mewujudkannya – bahkan kadang disebut “gangguan jiwa”, maka ini disebut OBSESI.

Setiap capaian-capaian besar dalam sejarah, selalu dimulai dari orang-oang yang memiliki obsesi.  Mencari jalan ke Kepulauan Nusantara merupakan obsesi bagi orang Eropa pd abad ke-15.  Melihat jalan-jalan terang di malam hari oleh penerangan listrik merupakan obsesi Thomas Alva Edison di awal abad-20.  Membuat roket yang dapat mendaratkan manusia di bulan adalah obsesi Werner von Braun di tahun 1960-an.  Dan melihat ada komputer di setiap rumah tangga dan software di dalamnya bertuliskan Microsoft adalah obsesi Bill Gates di akhir 1990-an. Dan indahnya, setelah mereka bertahun-tahun bekerja seperti orang kesurupan, sampai sering lupa makan siang, semua telah berhasil meraih obsesinya !

Ada pepatah, “yang membuat banyak orang disebut gagal bukanlah karena dia gagal meraih target, tetapi karena dia menaruh target terlalu mudah”.  Karena itu, kalau kita ingin merubah nasib kita di masa depan, kita wajib memiliki suatu obsesi, atau bahkan merubah obsesi yang sudah ada. (more…)

BULAN PERUBAHAN – Ramadhan Hari-11: UBAH ORIENTASI

Friday, July 19th, 2013

fahmi-amhar-ubah-orientasiSesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu “orientasi”-nya atau arah perjalanan hidupnya.

Kehidupan itu laksana perjalanan.  Kalau kita berangkat mudik dari Jakarta ke Yogya, maka dari awal kita sudah seharusnya tahu, ke mana arah yang dituju.  Kalau salah, jangan-jangan kita malah ke Barat, menuju Merak, lalu menyeberang ke Sumatra, wah makin jauh lah Yogya …  Atau lebih parah lagi kita malah ke Cengkareng, naik pesawat, ternyata itu pesawat jurusan Jeddah.  Wow, jadinya bukan mudik tapi umroh dong … 🙂

Biasanya dari Jakarta, pemudik ke Yogya akan menuju ke timur.  Masuk tol Cikampek.  Nah di pintu tol Cikampek, dia harus memutuskan, lewat Pantura atau lewat Bandung (jalur selatan).  Yang lewat Pantura, ada kemungkinan akan menghadapi pilihan arah lagi.  Mungkin di Subang ada yang dibuang ke jalur tengah, karena macet berat.   Mungkin di Cirebon ada yang memilih ke kanan lewat Purwokerto.  Mungkin di Kendal ada yang memilih lewat Weleri, Temanggung dan Magelang.  Yang paling konvensional, akan melewati jalur yang lebar dan mulus, lewat Semarang lalu Magelang.  Intinya, di tiap simpang jalan itu mereka harus memutuskan ke arah mana.  Di situlah, setiap saat kita harus berorientasi.  Kita ada di mana, dan tujuan itu ke arah mana.

Demikian juga dalam kehidupan.  Setiap kita lulus satu jenjang pendidikan dan akan melanjutkan jenjang di atasnya, atau kita selesai studi dan mau bekerja atau membuka usaha, atau kita mau mendiami sebuah rumah dan membentuk rumah tangga, semua perlu orientasi.  Orientasi itu yang akan memandu kita, apakah benar kita menuju tujuan kita sekolah, bekerja atau berumah tangga.  Orientasi itu akan memberi informasi yang lengkap, sudahkah bekal kita memadai, apa saja yang harus disiapkan, dan berapa lama kita harus menyiapkannya. (more…)

BULAN PERUBAHAN – Ramadhan Hari-10: UBAH DIFFERENSIASI

Friday, July 19th, 2013

fahmi-amhar-ubah-defferensiasiSesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu “differensiasi”-nya atau membuat perbedaan dalam dirinya dengan masa lalu atau dengan orang lain.

Allah menciptakan manusia dengan berbagai perbedaan.  Perbedaan fisik, tempat lahir, latar belakang sosial, pendidikan dan sebagainya, itu qadha (kehendak Allah, di luar kekuasaan manusia).  Jadi ini perbedaan yang tidak akan diminta pertanggungjawaban, jadi juga tidak perlu dipersoalkan.  Perbedaan ini justru memudahkan manusia saling mengenal.  Coba bayangkan kalau semuanya seragam?  Kalau semua perempuan sama wajah dan pakaiannya, tentunya banyak suami yang kesulitan menemukan kembali yang mana istrinya.

Namun ada perbedaan yang justru harus kita ciptakan, kalau kita ingin berubah.  Ada dua perbedaan atau diferensiasi yang bisa kita lakukan:

Pertama, perbedaan dengan dirinya sendiri di masa lalu.  Tentunya perbedaan yang sifatnya mubah.  Syukur-syukur malah yang sunnah atau wajib.  Kalau dulu dia jarang berolahraga, sekarang bikin perbedaan dengan rajin olahraga tiap pagi, meskipun cuma senam atau jogging keliling RT 10 menit.  Kalau dulu tak pernah pakai baju putih dan peci haji, apa salahnya sekarang pakai baju putih dan peci haji.  Bagi yang belum berhaji, barangkali itu washilah untuk dimudahkan Allah jalan ke tanah suci.  Atau juga washilah untuk jadi berhati-hati dalam berbuat.  Ada sobat yang tinggal di Eropa, biasa beli daging di sebuah kios yang dijaga orang Turki.  Ketika suatu hari dia datang dengan kostum putih dan peci haji, tiba-tiba penjaga warungnya bilang, “Pak Haji, ini daging yang dijual di kios ini tidak halal.  Yang nyembelih orang kafir.  Saya mah cuma jaga warung saja …”.   (more…)