Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu bagaimana mereka berinvestasi dalam hidupnya.
Sebenarnya, semua orang terlahir bodoh, miskin dan tak berdaya. Lihatlah seorang bayi yang baru lahir. Dia tak tahu apa-apa, bahkan siapa dirinya juga dia tidak tahu. Dia tak memakai apa-apa. Dan dia tak bisa apa-apa kecuali menangis. Kalau dia beruntung, dia akan didampingi oleh orang tua yang baik, yang akan mengajarkan apapun yang perlu dia ketahui di dunia ini. Mereka juga akan memberikan ASI, makanan, pakaian dan tempat berteduh. Sampai suatu ketika nanti, dia cukup kuat untuk mengarungi sendiri dunia yang luas ini. Lihatlah, apa yang dilakukan si orang tua tadi, adalah sebuah investasi. Tanpa investasi, mustahil manusia yang bodoh, miskin dan tak berdaya, bisa berubah menjadi pandai, kaya dan berdaya.
Namun di dunia ini tidak semua manusia beruntung seperti itu. Faktanya, ada anak yang sedari kecil hanya didampingi orang tua yang juga bodoh, miskin dan tak berdaya. Akibatnya, anak itu tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Bahkan, makanan, pakaian dan tempat tinggal yang layakpun tidak. Akibatnya, ketika dia beranjak dewasa, kebodohan, kemiskinan dan ketidakberdayaan orang tuanya itu bisa menurun dalam dirinya. Jadilah lingkaran setan alias siklus kebodohan, kemiskinan dan ketidakberdayaan yang berkelanjutan.
Mata rantai siklus itu harus diputus. Dengan investasi.
Investasi ini ada tiga macam: internal, horizontal dan vertikal.
Investasi internal adalah bagaimana seseorang membangun dirinya sendiri. Suatu ketika, investasi ini memang perlu stimulus dari luar dirinya, tetapi sesungguhnya dirinya sendirilah yang berperan sangat signifikan. (more…)
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu bagaimana mereka mengatur zona-zona dalam hidupnya.
Setiap sebuah institusi membuat gebrakan, dan dia tahu tak mungkin mengubah seluruhnya sekaligus, maka akan dibuatlah zona-zona. Di kantor-kantor sekarang ada tulisan “Zona Bebas Asap Rokok”. Lalu perokok dikasih tempat di sudut yang dianggap tidak “membahayakan”. Di beberapa jalan polisi memasang spanduk “Zona Tertib Lalu Lintas”. Mafhumnya, di tempat lain untuk sementara dimaklumi bila belum tertib. Bahkan beberapa negara membuat “Zona Khusus Bebas Pajak”, agar investor datang dan membuat usaha di sana.
Dari sisi syari’ah, kita gembira bahwa ada beberapa pesantren menerapkan zonasi sejenis. Ada “Zona Muslimah Wajib Berjilbab”, di mana setiap perempuan yang memasuki area itu diwajibkan berjilbab, kecuali kalau memang non muslim. Mungkin baru Iran negeri yang mewajibkan semua perempuan dari manapun untuk ganti kostum ketika menginjak bandara di wilayah Iran. Ada juga “Zona Berbahasa Arab”, di mana setiap santri hanya dibolehkan berbahasa Arab. Kalau berbahasa selain itu bisa diberi sanksi. Ada juga di suatu kantor didapati tulisan “Zona bebas korupsi”. Maksudnya tentu saja bukan bahwa di situ orang bebas melakukan korupsi, tetapi di zona itu [diharapkan] sudah tidak ada lagi korupsi”.
Intinya dari semuanya, zonasi itu sering diperlukan sebagai trigger perubahan. Di perencanaan wilayah, tugas utama para planolog adalah membuat zonasi. Mana zona yang akan dipertahankan sebagai Kawasan Lindung, mana untuk Kawasan Pertanian, Ruang Terbuka Hijau, Area Permukiman dan seterusnya. Dengan cara ini, maka pemerintah mengantisipasi perkembangan jauh ke depan, agar pertumbuhan populasi tidak terkonsentrasi di suatu titik saja, yang bisa menyulitkan pemerintah dalam melayani warga secara optimal. (more…)
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu bagaimana mereka mengatur alokasi sumber daya dalam hidupnya.
Semua apa yang ada di dunia serba terbatas. Sekaya ataupun seberkuasa apapun seseorang, tetap saja dia dicengkam keterbatasan. Setidaknya kapasitas otaknya terbatas. Tenaganya terbatas. Waktu yang dia miliki terbatas. Orang yang dia kenal terbatas. Oleh karena itu dia mesti pandai-pandai mengatur alokasi semua sumber daya yang dia miliki. Dan alokasi ini tergantung apa yang dia anggap penting.
Kalau kita memiliki sebuah gelas besar, lalu kita memiliki beberapa butir kelereng, beberapa sendok pasir dan secangkir air, lalu kita akan memasukkan semuanya ke dalam gelas besar tadi, apa dulu yang kita masukkan?
Kalau kita masukkan air dulu secangkir, ada kemungkinan gelas besar itu langsung hampir penuh, sehingga kelereng dan pasir itu tidak bisa masuk. Atau kalau dipaksakan masuk, maka airnya juga akan meluap dan malah terbuang percuma. Tentu saja, cara yang paling tepat adalah kita masukkan seluruh kelereng dulu. Lalu pasir akan mengisi di sela-selanya. Baru terakhir adalah air. (more…)