Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu seperti apa donasinya.
Kalau kita melihat sosok keluarga miskin dan bodoh, maka biasanya mereka kesulitan untuk mengasup nutrisi bergizi dan memberikan pendidikan yang bermutu bagi anak-anaknya. Walhasil anak-anaknya ini kelak juga akan kesulitan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik, yang mampu mengeluarkannya dari lubang kemiskinan dan kebodohan. Artinya, keluarga miskin, atau bahkan bangsa yang miskin, selamanya akan kesulitan keluar dari jerat “nasibnya”.
Tetapi Allah berjanji akan mengubah nasib suatu kaum bila mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka.
Sesungguhnya, semiskin apapun seseorang, dia masih bisa melakukan donasi (sedekah). Menurut Rasulullah, donasi itu banyak macamnya. Yang paling populer tentu saja sedekah berupa harta (materi). Namun membantu seseorang menaikkan muatan ke kendaraan, adalah sedekah juga (yakni sedekah tenaga). Wajah yang cerah di depan saudaranya, adalah sedekah juga. Bahkan menahan diri dari perbuatan maksiat, adalah sedekah juga. (more…)
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu di mana posisinya. Yang diubah ini setidaknya ada 3 macam:1. Ubah secara fisik posisi tempat dia berada2. Ubah secara mental kedudukannya di dunia3. Ubah secara proaktif posisinya terhadap sebuah peristiwaKetika Rasulullah menunjukkan kemuliaan berjama’ah di shaf pertama, itu tanda bahwa posisi menentukan prestasi. Ketika Rasulullah menunjukkan bahwa berdiri sebagai muadzin itu lebih utama daripada berangkat ke masjid setelah mendengar adzan, itu tanda bahwa posisi menentukan nasib. Di dunia finansial saja kita melihat bahwa posisi tempat usaha bisa menentukan seberapa banyak akan didatangi pelanggan.
Dalam perjalanan dakwahnya, Rasulullah bahkan mencontohkan hijrah, sebagai perubahan posisi secara fisik (migrasi), yakni dari Daarul Kufur (negeri yang menerapkan sistem kufur dan menghalangi dakwah Islam) ke Daarul Islam (negeri yang menerapkan sistem Islam dan keamanannya ada di pundak kaum muslimin). Dalam konteks individual, Rasulullah bahkan menceritakan kisah seseorang dari umat terdahulu, yang telah banyak membunuh ulama, lalu ingin bertobat. Untunglah ada seorang alim yang menasehatinya, bahwa untuk bertobat, pembunuh itu harus pindah, keluar dari lingkungannya yang selalu memaksa dirinya tetap dalam kondisi fasik. Pembunuh itu harus pindah menuju ke lingkungan orang-orang shaleh. Dalam perjalanannya, pembunuh itu meninggal. Malaikat penjaga surga dan penjaga neraka memperebutkan pembunuh itu. Tetapi setelah diukur, ternyata pembunuh itu sudah lebih dekat ke kampung orang shaleh walaupun hanya satu jengkal. Maka jadilah dia hak malaikat penjaga surga. Itulah hikmah dari merubah posisi. Kalau kita ingin menjadi shaleh, ubah posisi kita secara fisik mendekati komunitas orang-orang shaleh.Namun selain mengubah posisi fisik, kita bisa juga mengubah posisi mental. Orang-orang yang bermental inferior (rendah diri), akan tidak berhasil mengubah nasibnya, sekalipun diberikan fasilitas dan bekal yang super lengkap. Kepada mahasiswa yang selalu mengeluh dengan laptopnya, yang konon sudah 5 tahun tuanya, saya sampaikan, bahwa tahun 1997 dulu saya meraih gelar Doktor dengan laptop yang hanya memiliki RAM 4 MB dan harddisk 250 MB !!! Dan tahukah Anda, (more…)
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu apa yang dikonsumsinya. Yang diubah ini setidaknya ada 3 macam:
1. Ubah apa saja yang dikonsumsi
2. Ubah status yang dikonsumsi
3. Ubah pola konsumsi.
Yang dikonsumsi manusia itu macam-macam. Ada yang merupakan kebutuhan jasadiyah (seperti makanan atau pakaian), kebutuhan estetika (seperti kosmetika atau perhiasan), kebutuhan sosial (seperti hiburan atau alat komunikasi), dan kebutuhan spiritual (seperti siraman ruhani atau kisah inspiratif). Semua kebutuhan ini harus diberikan pada ukuran yang tepat dan seimbang.
Status yang dikonsumsi itu ada yang halal dan thayib, ada yang halal tapi tidak thayyib, ada yang thayyib tapi tidak halal, ada yang tidak thayyib dan tidak halal. Ini menyangkut makanan atau pakaian. Pakaian yang tidak halal itu contohnya yang tidak menutupi aurot ketika dipakai di ruang publik. Memakan yang haram (bagi dari sisi zat maupun cara memperolehnya), tidak thayyib atau memakai pakaian yang tidak sempurna menutup aurot, itu pasti menghalangi perubahan ke arah yang baik, bahkan menghalangi terkabulnya doa !
Pola konsumsi juga menentukan perubahan. Meskipun Anda memakan makanan yang halal dan thayyib, tetapi kalau pola makannya tidak sehat (misalnya makan sekali tapi langsung berlebihan), maka perubahan yang akan Anda raih tentunya bukan perubahan ke arah yang lebih baik. Demikian juga mengkonsumsi hiburan. (more…)