Seribu tahun yang lalu
di sini
di Cordoba
berkumandang adzan
setengah juta muslim
berbodong ke masjid
mendengarkan khutbah Jum’ah
langsung dari sang Khalifah
Cordoba kota yang aman
tempat segala bangsa
segala pemeluk agama
terjamin kemerdekaannya
tercukupi kehidupannya
tempat kemajuan peradaban
menyinari penjuru Eropa
Cordoba kota yang asri
Jalan Medina Azzahara yang suci
Sungai Guadalquivir bebas polusi
Taman Alcazar yang berseni
Agar manusia bersyukur pada Ilahi
Namun kini
Cordoba telah berganti
Tak ada adzan, tak ada sholat Jum’ah lagi
Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd atau Ibnu Firnas di manakah kini
Sang Khalifahpun telah lama pergi
Tanpa pengganti
Dan ke dalam masjidpun kini
Tiket masuk harus dibeli
Allah gilirkan kekuasaan di antara bangsa
Allah hanya serahkan pada yang terunggul
meski dari antara ummat manusia
yang tercela
Kaum muslim akhirnya
harus enyah dari Cordoba
bahkan dari Andalusia
Setelah lebih dari limaratus tahun bertahta
karena mereka terlena
dengan kemewahan dunia
karena mereka lupa
pada amanah yang terselip dalam kekuasaannya
karena mereka alpa
tidak melanjutkan syiar agama
padahal masih berjuta
kedzaliman di penjuru buana
Sebelum kiamat tiba
Islam tak akan lenyap dari dunia
Tapi di keluarga kita
di kampung halaman kita
di negeri kita
Islam bisa sirna
Reconquista
Cordoba adalah saksinya
Palestina telah menyusulnya
Kashmir, Chechnya dan Bosnia
baru saja terjadi di depan mata
Akankah kita tetap saja
berpangku tangan jua?
(Cordoba, 8 September 1995)
Monaco-monaco
Cote d ‘Azur
Lorong-lorong yang gemerlapan
Lampu-lampu antik di depan istana
Casino Montecarlo di seberang teluk sana
Tak pernah berhenti walau sehenyak saja
Tapi di Monaco malam itu
Tubuhku lelah tergolek di samping stasiun kereta
Sunyi sendiri berselimutkan langit saja
Empat hari lalu aku masih di Venezia
Lalu Palermo, Roma, San Marino dan Pisa
Mengenal negeri dan bangsa-bangsa
Berbagi cerita, mencicipi rasa
Di Monaco pagi ini
Di tepi pantai yang masih sangat sunyi
Kusaksikan indahnya matahari bersemi
Matahari yang sama dengan yang kulihat sendiri
Di negeri-negeri lain di seluruh bumi
(Monaco, Juli 1988)
Bismillah, mulai menulis buku 99 TEMPAT PERSINGGAHAN …
Berisi 99 essay sarat makna, hasil kontemplasi di 99 tempat di seluruh dunia (Pengalaman berada di 33 Negara, di 33 Provinsi Indonesia, dan 33 Kota lainnya)
Ada 99 foto negeri, 99 foto masjid dan 99 puisi – insya Allah!
Jadi teringat puisi Bang Taufik Ismail
MENCARI SEBUAH MASJID
Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan
fondasinya batu karang dan pualam pilihan
atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan
dan kubahnya tembus pandang, berkilauan
digosok topan kutub utara dan selatan
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan
dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran
dengan warna platina dan keemasan
berbentuk daun-daunan sangat beraturan
serta sarang lebah demikian geometriknya
ranting dan tunas jalin berjalin
bergaris-garis gambar putaran angin
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya
menyentuh lapisan ozon
dan menyeru azan tak habis-habisnya
membuat lingkaran mengikat pinggang dunia
kemudian nadanya yang lepas-lepas
disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas
yang memperindah ratusan juta sajadah
di setiap rumah tempatnya singgah
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana
bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya
engkau berjalan sampai waktu asar
tak bisa kau capai saf pertama
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu
bershalatlah di mana saja
di lantai masjid ini, yang luas luar biasa
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya
dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya
di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian
yang menyimpan cahaya matahari
kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan
ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta
terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya
tempat orang-orang bersila bersama
dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka
dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian
dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan
dalam simpul persaudaraan yang sejati
dalam hangat sajadah yang itu juga
terbentang di sebuah masjid yang mana
Tumpas aku dalam rindu
Mengembara mencarinya
Di manakah dia gerangan letaknya ?
Pada suatu hari aku mengikuti matahari
ketika di puncak tergelincir dia sempat
lewat seperempat kuadran turun ke barat
dan terdengar merdunya azan di pegunungan
dan aku pun melayangkan pandangan
mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan
ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan
dia berkata :
“Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan”
dia menunjuk ke tanah ladang itu
dan di atas lahan pertanian dia bentangkan
secarik tikar pandan
kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
airnya bening dan dingin mengalir beraturan
tanpa kata dia berwudhu duluan
aku pun di bawah air itu menampungkan tangan
ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan
hangat air terasa, bukan dingin kiranya
demikianlah air pancuran
bercampur dengan air mataku
yang bercucuran.
Jeddah, 30 Januari 1988
Taufiq Ismail