Kami orang-orang cinta damai, kerja keras dan harmoni,
Tetapi kami lebih cinta jalan yang dicontohkan Nabi,
Sekalipun jalan itu sulit, berliku, penuh onak dan duri,
Bukan jalan instan bernama proses demokrasi.
Ketika demokrasi itu berhasil mendudukkan Mursi,
kepada sang penghafal Qur’an itu kami telah menasehati,
Tegaskan penerapan syari’ah dan khilafah dalam konstitusi!
Dan dengan kekufuran dan penjajah janganlah kau berkompromi!
Tetapi kami malah difitnah dan dituduh pengkhianat revolusi,
Kami dianggap satu pihak yang tidak pernah mau mengerti,
Bahwa Mursi adalah presiden pilihan rakyat pertama sejak Mesir berdiri,
Dan demokrasi sungguh memberikan peluang emas yang islami.
(more…)
Pejuang khilafah itu memang wajib berdiri tengah,
Musuhnya yang sebenarnya itu adalah kafir penjajah,
Tetapi apakah kalian pernah membaca sejarah?
Penjajah hanya menang ketika kita terpecah belah.
Maka hati-hatilah wahai kawan, jangan mudah hilang arah.
Dari kanan, kadang ada orang yang mudah mencap bid’ah.
Dari kiri, ada yang menuduh kita ahistoris alias lupa sejarah.
Dari belakang, ada yang mendorong agar kita ikut menyerah.
Mereka menuduh kita ini ahli bid’ah dalam amal dan aqidah.
Kata mereka, tak pernah Rasul mendakwahkan khilafah.
Tak pernah pula Rasul berdemonstrasi untuk tausiyah.
Apalagi menggunakan akal untuk soal-soal akidah.
Tetapi kalau kita ingin menjelaskan pikiran kita dengan ramah,
Mereka menolak dengan sangat marah,
karena katanya duduk dengan ahli bid’ah, itu haram jaddah.
Mereka menuduh kita ini ahistoris alias lupa sejarah.
Sejarah khilafah adalah sejarah kelam yang berdarah-darah.
Dan Rasulullah itu katanya tak lebih dari seorang lurah.
Aneh, padahal Nabi mengangkat panglima dan gubernur kepala daerah.
Juga mengirim duta-duta besar ke para raja di seluruh wilayah.
Tetapi ketika argumentasi intelektual mereka kalah,
Mereka lalu meminjam tangan penguasa dengan berbagai fitnah.
Mereka ingin agar pada permainan demokrasi kita menyerah.
Katanya, kalau tak suka demokrasi, dari negeri ini sana enyah!
Katanya pula, kita ini orang-orang yang tidak istiqomah.
Anti demokrasi, tapi koq menikmatinya dengan renyah.
Terbukti datang ke DPR, ketika ada RUU yang bikin resah.
Atau jadi Pegawai Negeri Sipil tanpa merasa bersalah.
Ya itulah, cara berpikir mereka yang kelewat “nggladrah”.
Tapi itulah wahai kawan, dinamika para pelaku sejarah.
Mereka harus siap menghadapi hidup yang sungguh tidak mudah.
Tetapi mereka sungguh beriman kepada Nabi, mesti tak bertemu wajah.
Karena istirahat dan kenikmatan yang sesungguhnya itu nanti di Al-Jannah.
Kita tidak perlu menunggu sesuatu untuk menyebarkan kebaikan,
berbagi ilmu, harta, tenaga, atau nasehat yang mencerahkan.
Kita tidak perlu menunggu ada orang meminta belas kasihan,
ataupun membuat proposal agar kita datang ke acara pengajian.
Kita hanya perlu sikap peduli, empati dan tentu saja persiapan,
Agar ilmu dan nasehat dapat dicerna dan sampai ke tujuan,
Bukan malah menimbulkan salah tafsir dan persengketaan,
ataupun memunculkan fitnah yang berkelanjutan.
Namun memang manusia itu macamnya ada jutaan,
Sekalipun kita sudah siapkan hujjah dan bahasa yang bersesuaian,
Mungkin saja tetap ada yang tersinggung dan marah-marahan,
Tidak perlu semua dilayani, meskipun tetap jadi pelajaran.
Tetaplah tenang jika orang tidak fokus pada topik berkaitan,
Mereka malah sibuk bertanya referensi yang tidak relevan,
Atau soal status pribadimu malah mereka persoalkan,
Itu tanda-tanda mereka kalah tetapi tidak bersikap jantan.
Orang-orang seperti itu sangat perlu didoakan,
Bila perlu ditemui agar terjalin ukhuwah yang melembutkan,
Tapi jangan berjidal terus sampai berbulan-bulan,
Karena hati lembut dengan hati, itu bukan bualan.