Semua orang pernah mengalami rasa takut. Tetapi dalam perkembangannya, rasa takut itu ternyata bermacam-macam alasan dan manifestasinya.
Setiap anak kecil, biasanya takut gelap. Kadang itu juga karena ditakut-takuti orang dewasa yang mengasuhnya. Gelap itu “ada setan”. Kalau nakal nanti dikunci di gudang yang gelap. Ini takut yang sifatnya mithycal. Mungkin berfungsi mencegah anak nakal, tetapi sebenarnya tidak baik.
Anak yang pernah kepleset atau tangannya kegores benda tajam akan takut mengalaminya lagi. Sakit. Maka dia akan hati-hati. Ini takut yang sifat fisikal-rasional. Sepertinya positif, asal tidak lalu paranoid saja, misalnya anak jadi tidak berani jalan sendiri di kamar mandi atau tidak berani pegang pisau.
Anak juga biasanya takut ditinggal ibunya pergi terlalu lama. Ini takut yang sifatnya relasional (hubungan personal). Di masa dewasa, tidak ada orang yang tidak takut ditinggalkan orang yang dicintainya, baik kawan, pasangan atau anak.
Anak juga takut tidak kebagian oleh-oleh kalau ibunya pulang. Ini takut yang sifatnya material. Kelak kalau dewasa, orang takut tidak kebagian proyek, atau orang lain naik gaji dia tidak naik gaji sendiri.
Dan yang paling ditakuti anak adalah takut dimarahi kalau salah. Akibatnya dia sering menyembunyikan kesalahan itu. Ini takut yang sifatnya juridical (hukuman pelanggaran). Dampaknya bisa dua: anak jadi hati-hati agar tidak salah, atau anak lalu belajar berbohong. Misalnya, dia bangun kesiangan, sehingga kalau sholat shubuh sudah di luar waktunya. Ketika ditanya, dia bisa saja berbohong, bahwa dia tadi pagi sudah sholat terus tidur lagi. Karena dia tahu bahwa kalau ngomong apa adanya, dia bisa dimarahi, atau bahkan dihukum tidak boleh nonton kartun seminggu. Kalau ini berlarut hingga dewasa, dia akan belajar untuk berpura-pura, hidup dalam sembunyi pencitraan.
Ketika sang anak sekolah, dia menghadapi beberapa rasa takut yang baru. (more…)