Jadi PNS itu bisa tidak waras, kalau tidak punya selera humor. Minimal, orang yang senang humor, itu konon tidak mempan dihasut, digendam atau disantet, begitu menurut Ki Gendeng.
Nah, ada dalil-dalil agama yang bagus, yang kadang diplesetkan untuk menjaga kewarasan PNS.
Misalnya ini:
Dalil aslinya: “Setiap manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang menjadkan mereka yahudi, nasrani atau majusi” (al-Hadts). Ini asas bahwa semua orang pada dasarnya adalah baik, tetapi lingkungannyalah yang bisa membuat mereka jadi berubah. Dalil plesetannya: “Semua PNS itu pada awalnya adalah baik. Pimpinannya yang menjadikan mereka apatis, anarkis, atau egois“.
Dalil aslinya: “Hakim itu ada 3 macam, 2 masuk neraka, 1 masuk surga” (al-Hadits). Maksudnya, dua jenis hakim yang masuk neraka, itu adalah: pertama yang tidak menerapkan hukum Islam, meskipun adil; kedua yang menerapkan hukum Islam, tetapi tidak adil. Adapun satu yang masuk surga, itu yang menerapkan hukum Islam dan adil. Plesetannya: “PNS itu ada 3 macam, 2 masuk neraka, 1 masuk surga“. (more…)
oleh: Fahmi Amhar
Belum lama ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Faisal Tamin mengatakan bahwa 60 persen dari pegawai negeri sipil (PNS) tidak produktif dan tak profesional. Banyak diantara mereka di kantor sekadar membaca koran, bahkan ada yang tidak masuk kerja setahun tanpa diketahui atasannya. Untuk mengatasi hal itu, menurutnya, perlu dilakukan penataan lembaga, struktur organisasi dan komposisi mengenai sumber daya manusia (SDM) secara baik dan proporsional. Saat ini jumlah PNS yang tersebar di seluruh Indonesia tercatat lima juta orang. Satu juta diantaranya ada di BUMN dan hanya 40 persen yang memiliki kecakapan kerja sesuai dengan bidang mereka masing-masing. Dalam penilaian Feisal Tamin, kebiasaan rangkap jabatan yang dilakukan PNS juga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya profesionalisme kerja PNS.
Sayang MenPAN tidak memberi gambaran rinci tentang komposisi distribusi PNS saat ini. Karena sesungguhnya, PNS itu ada lima macam, dan apa yang disinggung MenPAN tersebut hanya salah satunya.
Kelima macam PNS itu adalah:
Pertama, tipe birokrat. Ini adalah para PNS yang memegang suatu jabatan struktural. Jumlah mereka sebenarnya tidak banyak, namun pengaruhnya signifikan. Tanda-tangan mereka ‘sakti’, karena semua pintu regulasi ada dalam genggamannya. Pada mereka jugalah sebenarnya stereotip “PNS koruptor” teralamatkan.
Kedua, tipe suporter. Ini adalah PNS yang bertugas mendukung tugas para birokrat. PNS ini ada yang bertugas sebagai sopir, juru ketik, tukang antar surat dan sebagainya, yang sebenarnya tidak begitu perlu tingkat keahlian tinggi, bahkan sebagian bisa digantikan dengan mesin, namun perannya dalam rantai birokrasi bisa menjadi penting. Mereka bisa saja memungut pungli agar suatu surat lebih cepat sampai ke meja pejabat. (more…)
Apakah Anda punya pendapat stereotip tentang PNS?
Misalnya “PNS itu pemalas”, “PNS itu bergaji kecil”, “PNS itu enak, gaji kecil tapi sabetan banyak” dsb.
Apakah Anda sendiri, anggota keluarga Anda atau teman baik Anda PNS?
Stereotip tadi tidak salah-salah amat, tetapi juga tidak benar 100%. Sewaktu kecil dulu saya juga tidak bercita-cita jadi PNS. Orang tua saya pedagang & guru ngaji partikelir. Penghasilannya memang tidak teratur seperti PNS, tetapi totalnya lebih besar. Saya pernah punya cita-cita jadi pengusaha berbasis teknologi. Tapi nasib mengharuskan saya mengambil ikatan dinas agar bisa dapat beasiswa ke luar negeri. Dan jadilah saya PNS sejak Februari 1987, dimulai dengan modal ijazah SMA dan pangkat II/a. Tujuh tahun kemudian (1994), ketika saya sudah mengantongi ijazah yang disamakan dengan S1, pangkat saya dinaikkan menjadi III/a. Dan empat tahun sesudahnya (1998), dengan ijazah S3, pangkat saya dinaikkan menjadi III/b. Kemudian saya mengajukan diri menjadi fungsional peneliti. Tahun 1998, ijazah Doktor dan sejumlah paper saya cukup untuk menjadi “Ajun Peneliti Muda” (atau sekarang istilahnya “Peneliti Muda III/c”). Karena jabatan peneliti saya lebih tinggi dari pangkat saya, maka saya mendapat Kenaikan Pangkat Pilihan 2 tahun, sehingga tahun 2000 pangkat saya menjadi III/c juga. Demikian seterusnya, dan tahun 2007 jabatan peneliti saya sudah “Peneliti Utama IV/e”, sehingga setiap dua tahun saya otomatis mendapat Kenaikan Pangkat Pilihan. Jadi tahun 2012 saya sudah mencapai pangkat tertinggi IV/e. Pangkat saya bahkan lebih tinggi dari pangkat Kepala Lembaga … 🙂
Tetapi meski demikian, saya belum dapat dikatakan mengumpulkan semua pengalaman PNS. Saya memang pernah menjadi pejabat fungsional (sebagai peneliti), pejabat struktural (kepala Balai/eselon-3, pelaksana harian kepala Pusat/eselon-2), surveyor, widyaiswara luar biasa, panitia seminar & pameran, penulis pidato pimpinan, penilai prakualifikasi, pembuat spesifikasi & RSNI, pembuat RUU, RPP, dan Raperka, pembuat Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK), koordinator supervisi, sekretaris pokja penanggulangan bencana, anggota tim seleksi CPNS, anggota tim reformasi birokrasi, dsb. Tetapi saya belum pernah – dan pernah menolak – untuk dijadikan Pimpro (atau sekarang disebut “Pejabat Pembuat Komitmen”). Saya cuma menjadi pengamat “yang sangat dekat dengan objek” … 🙂 (more…)