Setiap orang adalah pemimpin. Setidaknya bagi dirinya sendiri. Lebih besar lagi bagi keluarganya.
Tapi seorang pejabat di suatu organisasi apapun, tidak diragukan lagi – harusnya menyadari – bahwa dia seorang pemimpin, setingkat apapun levelnya. Hanya realitasnya banyak yang tidak menyadari apa saja tugas seorang pemimpin.
Ternyata setidaknya ada lima fungsi mulia di pundak seorang pemimpin itu.
1. Memberi arah (Visi)
Seorang pemimpin mestinya adalah orang yang paling menginternalisasi tujuan dan mimpi-mimpi organisasi. Tetapi aneh, banyak pejabat negeri ini, soal visi-missi-strategi organisasi saja, minta tolong ke consultan untuk membuatkan … Kalau sekedar mengemas dalam kalimat yang sexy, boleh saja, tetapi kalau all-in, terima beres, itu yang aneh … Tetapi gak apa-apa sih, bisa jadi rejeki bagi consultan itu. Sayang consultannya bukan milik saya … 🙂 Yang jelas, sebagai yang paling tercerahkan dengan mimpi, pemimpin harus bisa terus menginspirasi anak buahnya. Kalau di birokrasi yang setiap Senin atau setiap tanggal 17 ada upacara, mestinya para pemimpin itu bisa men-charge anak buahnya dengan inspirasi hebat, sehingga mereka justru akan selalu menunggu-nunggu, kapan upacara lagi … 🙂
2. Memasarkan arah (Share)
Seorang pemimpin mesti mengkomunikasikan apa yang menjadi arah dan kemampuan – atau bahkan keunggulan – organisasinya baik ke dalam maupun ke luar. Ke dalam, agar mendapatkan dukungan maksimal dari stakeholdernya (yaitu karyawan, pemodal/penyandang dana, supplier maupun para tetangga). Mereka akan semakin termotivasi dengan setiap langkah maju ke depan mendekati sasaran. Ke luar, agar produknya laku, setidaknya dipakai oleh konsumen dan berdampak kontributif di masyarakat. Pemimpin boleh saja mendelegasikan soal marketing dan promosi ini ke Juru bicara, Chief Marketing Officer atau Kepala Biro Humas, tetapi dalam pertemuan apapun, seorang pemimpin akan menjadi icon yang paling penting yang mewakili keseluruhan organisasi.
3. Mengoptimasi sumberdaya (Ressources Optimizer)
Seorang pemimpin adalah penentu dalam koordinasi sumberdaya (SDM, finansial, ruang, waktu) organisasi, yang pasti tidak akan sepi dari friksi, kesenjangan, konflik kepentingan, dan sejenisnya, tetapi tetap harus dioptimasi. Kalau SDM bertalenta di bagian teknik dipromosikan ke bagian keuangan, karena orang itu selain cerdas juga integritasnya luar biasa, maka tentu saja bagian teknik akan menjerit, dan bagian keuangan belum tentu berterima kasih mendapat orang “dari luar”. Pokoknya koordinasi atau conflict-solver soal sumberdaya itu puncaknya di pimpinan. Kalau bawahan disuruh “atur-atur sendiri”, atau “tolong saling koordinasi ya”, ya pasti jalannya sempoyongan lah. Dan kalau pimpinan salah memilih anak buahnya yang langsung di bawahnya, salah mengalokasi pembagian kue, menunjuk ruang yang salah untuk orang-orang tertentu, atau mengajak lembur di saat liburan anak sekolah, pasti dia hanya akan menciptakan lebih banyak musuh di organisasinya. Pemimpin harus ada, ketika resources ini terasa menipis. Jangan sampai, ketika anak buahnya berjuang seakan-akan air serasa sampai di leher, sang pemimpin malah sedang pesta pora di pantai dikelilingi dayang-dayang menawan.
4. Memberi bentuk (Shape)
Setelah tujuan, bentuk sebuah organisasi ditentukan oleh proses bisnis yang dipilihnya. Proses bisnis ini tentunya perlu disistemkan dalam bentuk rangkaian Standard Operating Procedure. Apalagi kalau itu menyangkut berbagai hal yang perlu inovasi. Tanpa inovasi suatu organisasi akan tergilas oleh perkembangan zaman. Tentu saja, rincian SOP bisa diserahkan ke profesional. Tetapi beberapa bagian-bagian kritis dari SOP perlu diputuskan sendiri oleh pemimpin. Misalnya, apakah orang yang selalu telat hadir di kantor kumulatif 8 jam dalam 1 minggu perlu diberi sanksi? Kalau ya sanksi apa? Atau apakah staf yang meraih 200% dari target perlu diberi reward khusus? Tentu saja, tugas seorang pemimpin tidak hanya membuat SOP, tetapi dia harus menjadi figur yang pertama-tama mentaati SOP. Anak buah paling sebal melihat pemimpin yang tidak mentaati SOP yang dia buat sendiri.
5. Menjamin hasil (QCD Assurance)
Orang luar pada umumnya tidak akan peduli dengan sesulit apa proses bisnis sebuah organisasi. Mereka hanya peduli bahwa output organisasi itu pada kualitas yang bermanfaat untuk mereka, harganya terjangkau, dan dapat diakses tepat waktu. Quality-Cost-Delivery ini harus bisa dijamin. Oleh siapa? Bukan oleh QC-manajer, tetapi oleh pemimpin! Pemimpin mempertaruhkan jabatan dan reputasinya untuk itu. Kalau dia tidak percaya pada QC-manajer, ya tidak perlu memblame. Masyarakat tidak ambil pusing siapa QC-manajernya. Itu urusan pemimpin. Jadi kalau QC-manajer-nya jelek, ya ganti saja, gitu saja koq repot.
Dalam birokrasi:
tugas no 1 sering didelegasikan ke Widyaiswara (Diklat),
tugas no 2 sering didelegasikan ke Promosi & Pranata Humas (Biro Humas),
tugas no 3 sering didelegasikan ke Perencana (Biro Perencanaan),
tugas no 4 sering didelegasikan ke Peneliti (Litbang),
tugas no 5 sering didelegasikan ke Auditor (Inspektorat).
Karena pentingnya, tugas-tugas ini semestinya dilakukan oleh mereka yang berpengalaman pada core-business organisasi. Artinya, kalau organisasi itu bergerak di bidang teknis, maka widyaiswaranya harus punya pengalaman cukup di bidang teknis (kalau tidak, nanti dia ngajar apa?), humasnya juga mantan orang teknis (agar ngerti benar yang dipasarkan), perencananya juga begitu (otherwise, nanti hanya sekedar kompilator proposal), penelitinya apalagi (kalau nggak, nanti risetnya gak konek) dan last but not least, auditornya juga, bukan sekedar ngerti akuntansi keuangan.
Tapi paling top lagi, kalau pemimpin utama empati dan mau belajar minimal 5 hal-hal ini, agar dia benar-benar dirasakan memimpin, dan anak-buahnya tidak merasa organisasi itu dijalankan oleh “autopilot” 🙂
Dalam dunia swasta, ternyata mirip-mirip juga.
Kalau mau bisnis sukses, ternyata yang paling pertama itu harus ada mimpi dulu, lalu menciptakan jejaring (baik untuk pasar maupun yang lain), lalu bisa mengoptimasi sumberdaya (terutama SDM dan cash-flow!), kemudian selalu ada inovasi, dan terakhir, kontrol – agar produk tidak mengalami penurunan mutu, dan juga agar tidak ada benih-benih perusak dari manapun.
Demikian juga di dunia nirlaba, baik itu organisasi sosial maupun politik.
Intinya, fungsi pemimpin ini di mana-mana mirip ya …
Atau anda ada ide/pendapat yang lain?