Dr. Fahmi Amhar
Peneliti Utama Bakosurtanal
Pada 25-26 Juni 2007 ini, di Jakarta berlangsung Rapat Koordinasi Nasional Infrastruktur Data Spasial Nasional (Rakornas-IDSN). Makhluk apa sesungguhnya IDSN ini?
Data Spasial adalah data hasil pengukuran, pencatatan, dan pencitraan terhadap suatu unsur keruangan yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi dengan posisi keberadaannya mengacu pada sistem koordinat nasional. Infrastruktur berarti semua yang diperlukan guna mengelola data spasial, baik itu si data sendiri (fundamental data set), format bakunya, perangkat teknologi jaringannya, aturan main dengan data, lembaganya hingga orang-orangnya.
Istilah IDSN mulai dipopulerkan di Amerika Serikat sejak sekitar satu dekade Ide dasarnya adalah sebagian besar urusan masyarakat itu terkait dengan suatu data keruangan, yang lokasi atau posisinya itu signifikan dalam pengambilan kesimpulan.
Contoh: ketika kita memilih tempat tinggal, pekerjaan, sekolah anak hingga pilihan berlibur, semua ini pasti terkait dengan data spasial. Kita ingin tinggal di lokasi yang air atau udaranya masih baik, tidak terlalu bising, namun infrastrukturnya siap dan aksesnya mudah. Kita juga ingin bekerja di tempat yang strategis namun tidak terlalu jauh dari rumah. Demikian juga untuk yang lain. Untuk itulah kita perlu data atau informasi seperti peta, buku alamat, rute angkutan umum, kode pos dan sebagainya.
Mencari Sinergi
Berbagai lembaga membuat, mengumpulkan, mengelola, menetapkan dan menyebarkan data spasial, misalnya:
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan jaringan kontrol geodesi, geoid nasional, cakupan foto udara, hipsografi (matriks elevasi atau peta kontur), batimetri dasar laut, garis pantai, utilitas, penutup lahan, sistem lahan, dan liputan dasar laut (sea bed cover) dan sebagainya.
Badan Pertanahan Nasional dengan kerangka dasar kadastral dan bidang tanah, aspek legalitas atas tanah, penggunaan tanah, zona nilai tanah / nilai aset kawasan, karakteristik tanah dan sebagainya.
Departemen Keuangan dengan data pertanahan yang terkait dengan perpajakan, tanah yang dijaminkan untuk keperluan perbankan dan sebagainya.
Departemen Dalam Negeri dengan data batas wilayah NKRI, wilayah administrasi kepemerintahan, nama-nama tempat (toponimi) dan sebagainya.
Departemen Perhubungan dengan data rute dan izin trayek transportasi umu, volume lalu lintas dan sebagainya.
Departemen Komunikasi dan Informatika dengan data wilayah kode pos, kode area telepon, posisi antene BTS telekomunikasi seluler dan sebagainya.
Departemen Pekerjaan Umum dengan data jaringan jalan, tubuh air/hidrologi lingkungan bangunan (termasuk data kawasan rawan banjir), jaringan air bersih, instalasi limbah, rencana tata ruang dan sebagainya.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan data lingkungan budaya, posisi-posisi tempat atau fasilitas wisata, volume wisatawan dan sebagainya.
Badan Pusat Statistik dengan data wilayah pengumpulan data statistik, hasil kegiatan statistik dan sebagainya.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan data kuasa pertambangan, geologi, sumberdaya mineral, seismik eksplorasi, gayaberat, sumur pemboran dan hidrogeologi, vulkanologi, peta rawan bencana geologi dan sebagainya.
Departemen Kehutanan dengan data kawasan hutan (termasuk lokasi-lokasi HTI dan HPH), sumberdaya hutan, keanekaragaman hayati, taman nasional dan sebagainya.
Departemen Pertanian dengan data klasifikasi tanah, lokasi lahan pangan, perkebunan dan sebagainya.
Departemen Kelautan dan Perikanan dengan data oseanografi, potensi sumberdaya laut, kondisi wilayah pesisir dan sebagainya.
Departemen Perdagangan dengan data lokasi pasar atau toko yang telah terdaftar, gudang Bulog, dan sebagainya.
Departemen Kesehatan dengan data lokasi fasilitas medis, gudang obat, daerah epidemi dan sebagainya.
Departemen Sosial dengan data lokasi masyarakat adat, kawasan pengungsian, daerah rawan sosial dan sebagainya.
Badan Meteorologi dan Geofisika dengan data iklim dan geofisika, informasi cuaca, gempa dan sebagainya.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dengan data cakupan citra satelit, posisi daerah yang terliput gerhana dan sebagainya.
Sebenarnya bila semua pelaku di atas mengerjakan dengan baik tugas pokoknya serta saling berkoordinasi, semua akan baik-baik saja. Realitasnya, kemampuan SDM-nya amat beragam, jumlah uang yang terlibat juga tidak sama, ditambah masyarakat sering menginginkan jalan pintas – karena jalan resminya kurang jelas atau terlalu panjang. Akibatnya, baik secara pribadi maupun kelembagaan, terjadi tumpang tindih pekerjaan.
Kalaupun pekerjaannya an sich tak tumpang tindih, namun dalam pengumpulan data masih mungkin tumpang tindih. Misalnya, suatu lembaga pemerintah telah mengadakan citra satelit yang mahal, namun lembaga lainnya membeli lagi citra yang sama, karena ketidaktahuan atau aturan main yang tidak kondusif. Celakanya, kedua pembelian tadi sama-sama harus ditanggung oleh rakyat melalui APBN.
Idealnya
Kita memang harus memiliki data spasial yang dibangun dan diselenggarakan dengan baik, dikelola secara terstruktur, transparan dan terintegrasi dalam suatu jaringan nasional. Ini akan sangat penting dalam upaya memberikan kemudahan pertukaran dan penyebarluasan data spasial antar lembaga pemerintah dan antar lembaga pemerintah dengan masyarakat. Kemudahan pertukaran dan penyebarluasan data spasial akan memberikan manfaat untuk meningkatkan efisiensi baik anggaran pemerintah, maupun masyarakat sekaligus mendorong pengembangan ekonomi.
Di level masyarakat kita membayangkan suatu aplikasi seperti berikut:
Pak Haji Ahmad bermaksud membangun sebuah pesantren terpadu, yang menggabungkan pendidikan, dakwah dan agrobisnis. Untuk itu, dia cukup menyalakan komputer, mengaktifkan koneksi internet dan membuka portal IDSN. Dia akan disambut oleh peta dasar Indonesia yang dapat diperbesar dan diklik. Aplikasi semacam ini sudah ada di internet misalnya Google Earth (http://earth.google.com).
Contoh tampilan Google-Earth – tinggal ditambah dengan aplikasi multi sektoral dalam IDSN
Salah satu aplikasi di portal impian ini adalah mencari lahan bebas masalah. Tiga masalah saja yang akan dicek: bebas bencana – bebas sengketa – dan sesuai tata ruang.
Setelah pak Haji Ahmad memilih perkiraan lokasi, dia menjalankan aplikasi untuk mencek bebas bencana – misalnya untuk bencana longsor. Sebuah modul akan mencari data hipsografi ke server Bakosurtanal – yang secara simultan (on-fly) akan diolah menjadi data lereng. Lalu modul yang sama akan mencek kondisi geologisnya ke server Badan Geologi, mencari informasi curah hujan tahunan ke server BMG, dan melihat kondisi vegetasi dari citra satelit aktual di server LAPAN. Setelah itu modul tersebut akan segera menghitung apakah daerah itu rawan longsor berdasarkan kaidah-kaidah yang diprogramkan di dalamnya. Hal serupa juga dapat dilakukan untuk bencana yang lain, dengan data pada server yang berbeda.
Kemudian setelah itu, pak Haji Ahmad mengaktifkan modul untuk mencek legalitas, yang dalam hal ini akan mencari tahu ke server BPN. Dapat ditambahkan juga pengecekan ke server Depdagri untuk mencari tahu tanah itu persisnya ikut wilayah administrasi mana. Juga ke server Depkeu untuk mencari tahu status perpajakannya.
Terakhir, agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, pak Haji Ahmad mengaktifkan modul tata ruang. Modul ini akan ”lari” ke server Departemen PU dan Bappeda.
Setelah semua informasi itu terkumpul, barulah pak Ahmad mendapat ”saran” dari komputer, untuk memutuskan apakah rencana tersebut bisa diteruskan atau dikaji ulang.
Semua ”mimpi sorga” di atas hanya akan terwujud dan efektif bila (1) semua lembaga terkait memang berniat untuk membuka data yang dimilikinya; (2) semua data yang ditawarkan itu dalam kualitas (akurasi, kemutakhiran) yang memadai serta disajikan dalam format yang dapat dibuka bersama-sama; (3) semua lembaga menyetor metadata yang berisi informasi singkat atas data spasial yang dikelolanya sehingga pencariannya mudah; (4) ada software bebas (free & open source) yang didedikasikan untuk pertukaran data dan berbagai aplikasi bersama; (5) terdapat server dan jaringan internet yang aman, lancar dan handal – tidak sering terganggu.
Beberapa informasi mungkin sama sekali bebas, sementara informasi lain dikenakan biaya – maka untuk itu perlu ada mekanisme pembayaran elektronik (e-cash) yang aman.
Suatu mekanisme pelayanan publik yang mudah, murah, aman dan berkualitas adalah kewajiban negara yang diamanahkan oleh syariah. Sejauh mana kesiapan setiap pihak yang terlibat dalam mewujudkan pelayanan publik semacam ini menjadi ”indikator kesiapan syariah” yang sesungguhnya dari setiap pelaku pelayanan publik.