Oleh: Fahmi Amhar
Seseorang datang ke dunia tanpa bisa memilih pada keluarga mana ia dilahirkan, pada lingkungan apa ia tumbuh, dan oleh (guru) siapa ia dididik. Maka pada umumnya seorang anak kecil tidak bisa memilih sejak awal, apa agama yang akan dianutnya. Bila ia dilahirkan pada sebuah suku di rimba di Afrika, bisa jadi ia akan menjadi pemeluk paganisme yang kolot. Bila ia dibesarkan oleh seorang kader partei komunis di Uni Soviet, ia akan menjadi komunis yang fanatik. Bila ia dididik terus pada sebuah sekolah katholik di Irlandia Utara, dia akan menjadi pejuang katholik yang berani mati. Dan bila dia tumbuh di Makkah Al Mukarramah, serta setiap tahun menyaksikan jutaan muslim dari seluruh dunia datang berhaji, ia bisa berkembang menjadi muslim yang kosmopolit.
Sebagian besar manusia terbentuk oleh lingkungan. Pemikiran, perasaan dan perbuatan mereka akan ditentukan oleh apa yang menjadi norma kolektif dalam lingkungan tersebut. Jarang seorang anak kecil yang berpikir seperti Ibrahim a.s., yang mempertanyakan “Benarkah yang dianut orang-orang ini?”. Lingkungan pada umumnya kurang menghendaki pemikiran yang bertentangan dengan mainstream. Di Barat ini akan “aneh” sekali bila ada orang yang mempersoalkan kebenaran prinsip sekularisme atau demokrasi. Seperti anehnya masyarakat Quraisy di Makkah abad 7 Masehi, ketika Muhammad Saw membawa ajaran Tauhid. Mereka menuduh Muhammad telah melecehkan nenek moyang mereka, melecehkan agama dan adat istiadat mereka, bahkan mengganggu keharmonisan hidup masyarakat Makkah (lihat Sirah Nabawiyah, Ibnu Ishaq). (more…)
Dr. Fahmi Amhar
Pernahkah anda membuat acara dan mengundang orang banyak, dan acara itu dapat dimulai tepat waktu? Kalau pernah, maka barangkali itu adalah acara di mana ada bagi-bagi rezeki, misalnya buka bersama, pembagian zakat atau daging Qurban, atau acara yang dihadiri pejabat tinggi atau selebritis. Bagaimana kalau itu acara rapat RT atau pengajian rutin di masjid kampung? Berapa menit molornya?
Nah, bicara soal disiplin waktu adalah bicara alat penjaga waktu, yaitu jam. Tahukah anda bahwa kaum muslim memiliki kontribusi yang luar biasa dalam teknologi time-keeping device ini?
Teknologi jam dimulai oleh para astronom. Ini karena pengamatan objek langit sangat tergantung penunjuk waktu yang akurat. Berbagai jam telah dibuat, namun secara umum terdiri dari 3 prinsip penunjuk waktu: fenomena astronomi (jam matahari), aliran air (jam air), dan fungsi mekanik (komputer analog). Pada era modern, ditemukan jam quartz dan jam atom.
Jam Astronomi
Penunjuk waktu ini tergantung dari gerak matahari. Sebuah paku aku melempar bayangannya ke sebuah permukaan lengkung yang berisi garis dan kurva, dan dengan sedikit latihan kita akan dapat membaca tanggal dan jam. Di beberapa pesantren dan masjid di Indonesia, masih bisa dijumpai jam semacam ini. Di masa lalu, astronom muslim bahkan membuatkan jam-jam matahari untuk penghias taman istana-istana di Eropa.
Jam astronomi yang lebih portabel (bisa dibawa kemana-mana) adalah astrolab. Pada abad-10, al-Sufi menuliskan lebih dari 1000 macam penggunaan astrolab, termasuk untuk menghitung waktu sholat dan awal Ramadhan.
Jam Air
Jam air ditulis pertama kali oleh Ibn Khalaf al-Muradi dalam “Kitab Rahasia-Rahasia” pada tahun 1000 M. Kitab ini disimpan pada Museum of Islamic Art di Doha, Qatar. Namun banyak desain jam air yang spektakuler dilakukan Al-Jazari (1206 M). Salah satu di antaranya memiliki tinggi sekitar satu meter dan lebar setengah meter. Jam ini menunjukkan gerakan dari model matahari, bulan dan bintang-bintang. Inovasinya adalah, sebuah jarum yang ketika melewati puncak perjalanannya akan membuat pintu terbuka setiap jam. Jam asli al-Jazari ini berhasil direkonstruksi dan dipamerkan di Science Museum London pada tahun 1976. Selain jam ini al-Jazari juga membuat jam air yang berbentuk gajah.
Jam Mekanik
Jam mekanik menggunakan prinsip gerak yang dapat diatur perlahan dan teratur, misalnya pegas atau bandul. Yang menarik, pada tahun 1559, Taqiuddin as-Subkhi, seorang astronom Utsmani saat itu sudah mendesain berbagai jam mekanik yang dilengkapi dengan suatu alarm, misalnya untuk penggerak teleskop, sehingga akan sangat memandu astronom dalam mengamati objek langit, misalnya yang mendekati meridian. Dia menulisnya dalam bukunya “Al-Kawākib al-durriyya fī wadh’ al-bankāmat al-dawriyya” (The Brightest Stars for the Construction of Mechanical Clocks).
Ada juga jam mekanik yang sudah digabung dengan kalender lunisolar (gabungan bulan dan matahari). Ini adalah embriyo dari komputer analog. Ibn as-Syatir pada awal abad-14 membuat jam yang menggabungkan penunjuk hari universal dan kompas magnetik untuk menentukan jadwal shalat dalam perjalanan. Semakin hari jam karya insinyur muslim semakin teliti. Abad-15 M, mereka sudah mampu menghasilkan jam yang dapat mengukur sampai detik. Presisi dalam penunjuk waktu berarti akurasi dalam navigasi, dan ini adalah modal keunggulan dalam jihad fi sabilillah, terutama di lautan.