Ini penggalan sebuah kisah nyata,
Di sebuah universitas swasta tak jauh dari ibu kota,
Yang uang pangkal dan SPP-nya aduhai murahnya,
Karena memang didirikan untuk kalangan tak berpunya.
Tapi lalu universitas itu punya kendala,
Hanya mampu membayar dosennya ala kadarnya,
Uang transpor sekali hadir hanya 15.000 rupiahnya,
1 jam lektor madya hanya 10.000 harganya.
Beberapa orang yang semula mau mengajar di sana,
Lama-lama menjadikannya prioritas nomor dua,
Lama mahasiswa tak melihat kehadirannya,
Bahkan jelang ujian, kuliah baru dua-tiga kali terselenggara.
Demikian juga dengan fasilitas laboratoriumnya,
Ini fakultas teknik atau fakultas sastra ?
Cuma menghafal itu kompetensi mahasiswanya.
Adapun memecahkan masalah, gelap semuanya!
Apakah pemerintah bersedia membantunya?
Ah, pendidikan tinggi itu bukan kebutuhan dasar, katanya.
Kalau di universitas negeri, tersedia banyak beasiswa.
Toh mereka telah terseleksi berdasarkan intelegensia.
Di universitas swasta ini, semua bisa memasukinya.
Ada test seleksi, tapi sebenarnya hanya pura-pura.
Semua yang ingin kuliah di sana, pasti diterima.
Kelas membludak dan dosen kewalahan, itu akibatnya. (more…)