Dr. Fahmi Amhar
Masih sehatkah mata anda? Kalau anda masih bisa membaca tulisan ini, insya Allah mata anda sehat. Tetapi apakah mata anda telah dipakai untuk melihat? Maksud kami melihat hal-hal yang Allah halalkan dan Allah perintahkan untuk melihat?
Tahukah anda, siapa dalam sejarah ilmuwan paling berpengaruh dalam soal penglihatan?
Abu Ali Hasan Ibn al-Haitsam adalah fisikawan yang paling terkenal kontribusinya dalam optika dan metode ilmiah. Beliau lahir 965 M di Basrah dan bersekolah di Basrah dan Baghdad. Kemudian dia pergi ke Mesir untuk mengerjakan proyek mengontrol sungai Nil, yang ternyata gagal, sehingga untuk menghindari hukuman dia harus berpura-pura gila sampai wafatnya Khalifah al-Hakim. Selama dalam tahanan rumah dia telah banyak meneliti fenomena optika. Kemudian dia ke Spanyol, dan di sanalah dia menulis karya-karyanya dalam optika, matematika, fisika, kedokteran dan metode ilmiah.
Dalam bukunya, Kitab-al-Manadhir dia mendeskripsikan hasil penelitiannya tentang asal muasal warna matahari senja, mengapa ukuran matahari dan bulan membesar ketika mendekati ufuk, fenomena pelangi, bayangan, gerhana, bahkan berspekulasi tentang sifat fisis cahaya. Dia orang pertama yang secara akurat menggambarkan anatomi mata dan memberi penjelasan ilmiah tentang proses melihat, serta membuktikan pendapat Ptolomeus, Euklides dan Aristoteles, bahwa “melihat adalah karena mata memancarkan sorot yang menyentuh objek” adalah keliru!
Terjemahan Latin dari karya utamanya, Kitab-al-Manadhir, sangat mempengaruhi dunia keilmuan di Barat, seperti dalam karya Roger Badon dan Johannes Kepler. Ibn al-Haytsam menunjukkan jalan yang terang tentang metode ilmiah eksperimental.
Dalam buku itu dia menunjukkan pusat dari cermin sferis dan parabola. Dia menemukan perbandingan penting dari sudut jatuh dan pantulan (refraksi) sinar yang tidak selalu sama, dan menyelidiki kekuatan pembesaran dari lensa. Dia juga menjelaskan efek dua buah lensa (binokular vision) dan menemukan kamera obskura. Persoalan-persoalan yang dilontarkan Ibn al-Haytsam di Barat dikenal sebagai “Alhazen problem” dan mengantarkan ke persamaan matematika tingkat tinggi (hingga derajat empat). Untuk itu ibn al-Hazen menggali geometri karya Appolonius “Conics of Apollonius” yang selama lebih dari 1000 tahun tidak jelas kegunaannya.
Diagram mata dari Ibn al-Haitsam.
Prinsip penglihatan dari syaraf bola mata ke otak.
Sedang dalam bukunya yang lain Mizan al-Hikmah Ibn al-Haytsam mendiskusikan tentang kerapatan atmosfir dan menemukan hubungannya dengan ketinggian dan refraksi. Dia menemukan bahwa gelap senja hanya dimulai ketika matahari telah 19° di bawah ufuk. Dia juga mendiskusikan tentang kekuatan akselerasi yang disebabkan oleh gaya gravitasi, 600 tahun sebelum Isaac Newton. Di bidang matematika, Ibn al-Haytsam mengembangkan geometri analitis, yakni kombinasi antara aljabar dan geometri. Ini sangat penting untuk kajiannya tentang gerakan benda yang akan lurus kecuali ada gaya lain yang mengubahnya. Lagi-lagi ini 600 tahun lebih awal dari Isaac Newton.
Jumlah judul karya ilmiahnya lebih dari 200, tetapi sangat sedikit yang selamat hingga masa kini. Bahkan karya terpentingnya dalam bidang optika hanya kita ketahui dari terjemahan bahasa Latinnya.
Sketsa anatomi mata dalam kitab al-Manadhir.
Di gambar terlihat Ibn al-Haytsam bersama Galileo pada sampul buku “Selenographia”karya Johannes Hevelius, 1647M. Mereka dianggap dua ilmuwan alam yang memulai metode ilmiah.