Pernyataan Prof. Sofian Siregar bahwa “Sidang isbat malam ini [31 Juli 2011] merupakan pembodohan umat dan cuma seremoni buang-buang anggaran”, karena “Perintah agama untuk melakukan ru’yatul hilal (mengamati bulan baru, red) dilakukan pada tanggal 29 Sya’ban, bukan pada 30 Sya’ban atau 31/8/2011 malam ini” (detiknews.com, 31/7/2011) menunjukkan keawaman seseorang pada fakta falakiyah (astronomi), sekalipun orang itu adalah guru besar syariah.
Yang terjadi sesungguhnya adalah bahwa sejak dunia Islam tidak memiliki pemimpin umum (khalifah), maka setiap negeri dan bahkan nyaris setiap ormas menyusun sendiri kalender hijriyah dengan metode, kriteria dan parameter yang berbeda-beda. Karena itu kalender Islam yang ada di dunia tidak seragam.
Sebagai contoh, kalender Ummul Qura yang dipakai di Makkah Saudi Arabia, dan sepertinya diikuti di institusi tempat Prof. Sofian Siregar bekerja, menggunakan kriteria ijtima’ qabla ghurub (moon-conjunction sebelum maghrib). Karena ijtima’ sya’ban jatuh pada tgl 1 Juli pukul 15:54 WIB, akibatnya, tgl 1 Sya’ban 1432H jatuh pada 2 Juli 2011.. Sedang Kementerian Agama RI dan juga negara-negara ASEAN menggunakan kriteria imkanur rukyat 2 derajat, sehingga 1 Sya’ban 1432H jatuh pada 3 Juli 2011. Karena startnya sudah berbeda, maka tanggal 29 Sya’bannya juga berbeda. Di Indonesia, 29 Sya’ban jatuh pada Ahad 31 Juli 2011.
Manakah dari kriteria itu yang lebih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah? Karena ini soal fakta, maka semestinya menanyakan kepada para ahli-ahli astronomi yang menekuni falakiyah Islam, terutama masalah rukyatul hilal. Hingga hari ini, para ahli falak yang melakukan rukyat secara teratur tiap bulan dan terdokumentasikan dengan baik (difoto), mendapatkan bahwa hilal baru dapat dirukyat kalau terpenuhi tiga syarat: (1) Astronomi, (2) Baiknya pengamat dan lingkungan pengamatan, dan (3) Cuaca yang mendukung (atau disebut juga syarat ABC). Dari hasil sekian ratus rukyatul hilal yang terdokumentasi dengan baik, didapatkan beberapa kriteria astronomi yang dikenal dengan kriteria Danjon, atau kriteria LAPAN (yang diusulkan Prof. Thomas Djamaluddin), atau kriteria Odeh (Prof. Mohammad Odeh dari Jordanian Astronomical Society). Kriteria itu menyebutkan misalnya tinggi hilal minimal, umurnya, prosentase pencahayaan dan sebagainya, agar tidak ada kekeliruan rukyat.
Namun demikian, meski secara astronomi sudah mungkin terlihat, tidak otomatis bisa diamati, karena kalau syarat B dan syarat C tidak terpenuhi, tetap saja hilal tersembunyi. Untuk itulah pengamatan hilal harus tidak dibatasi tempat tertentu, tetapi dilakukan secara global (rukyat global).
Jadi melalui FB ini saya mengajak Prof. Sofian Siregar untuk bersama-sama mencerdaskan ummat, mengajak ummat bersatu, dan tidak sepihak menganggap bodoh mereka yang saat ini masih berbeda. Maklumilah, inilah buah tidak adanya Khilafah yang mempersatukan kaum muslimin saat ini.
Salam, dan Selamat Berpuasa
Axioma Gayus 1: Boleh menerima uang dari sumber manapun, asalkan tidak malu.
Axioma Gayus 2: Di Indonesia semua hal dapat dibeli dengan uang
Axioma Gayus 3: Kalau suatu ketika kejerat, gunakan aset hukum dan politik yang telah dibeli.
Postulat Gayus 1: Uang boleh diterima dari Wajib Pajak yang diurusi
Konklusi Gayus 1-1: Membantu WP adalah tindakan mulia.
Konklusi Gayus 1-2: Hadiah dari WP itu rizki, tak boleh ditolak.
Konklusi Gayus 1-3: Rizki wajib dizakatkan: ke atasan, polisi, jaksa, hakim, dll.
Konklusi Gayus 1-4: Jangan taruh asset di satu keranjang, ada yang di Singapur, Macau, dll
Postulat Gayus 2: Hukum dapat dibeli dengan uang
Konklusi Gayus 2-1: Polisi hanya menyidik bukti yang sepele saja.
Konklusi Gayus 2-2: Jaksa dapat menuntut dengan pasal yang ringan.
Konklusi Gayus 2-3: Hakim akan memvonis minimal.
Konklusi Gayus 2-4: Penjaga LP akan memberikan fasilitas dan kesempatan pesiar.
Konklusi Gayus 2-5: Kementerian Kumham akan membantu mendapatkan remisi.
Postulat Gayus 3: Politik dapat dibeli dengan uang
Konklusi Gayus 3-1: Pejabat akan mencoba pura-pura tidak tahu.
Konklusi Gayus 3-2: Bila ini bocor ke media, carikan berita pengalihan.
Konklusi Gayus 3-3: Bila tokoh agama menuntut janji, cari tokoh lain untuk menghadapi.
Konklusi Gayus 3-4: Bila ada pejabat jadi whistle blower, kriminalisasi sekalian juga.
Konklusi Gayus 3-5: Tawarkan diri jadi staf ahli Kapolri, Kejaksaan atau KPK.
Konklusi Gayus 3-6: Tawarkan diri jadi capres atau cawapres 2014.