dipublikasikan di majalah ESQ “Nebula” edisi 03 (Februari 2005)
Tahun lalu, ketika hangat-hangatnya planet Mars pada posisi terdekat dengan bumi, ada “wacana” bahwa itu adalah tanda-tanda kiamat. Hal ini karena planet Mars setelah itu tampak berjalan “mundur” – apa yang dalam astronomi kuno disebut “retrograde motion”. Beberapa kalangan awam (non astronom) menyangka, bahwa hal serupa bisa terjadi dengan matahari, sehingga suatu ketika matahari tampak terbit dari Barat – hal mana dalam suatu hadits Nabi dikatakan sebagai tanda-tanda kiamat.
Koreksi atas “Retrograde Motion”
Retrograde Motion bukanlah gerakan mundur suatu benda langit yang sesungguhnya. Namun hanya penampakannya dari permukaan bumi, yang disebabkan oleh model geosentris.
Ceritanya begini: manusia mengamati semua objek langit dari permukaan bumi (toposentris). Karena mereka tahu bumi itu mirip bola yang sangat besar, maka data koordinat toposentris itu lalu ditransformasi ke pusat bumi (geosentris). Model ini juga dipakai karena keyakinan saat itu bahwa bumi ini diam sedng menurut agama-agama yang ada saat itu (pra-Islam), manusia itu fokus ciptaan Tuhan, sehingga bumi harus jadi titik sentral alam semesta. Model geosentris ini disebut juga model Ptolomeus.
Dari model ini, dicobalah untuk melakukan prediksi ke depan. Misalnya, kalau suatu bintang hari ini tampak di posisi anu, maka setengah tahun lagi di posisi mana. Prediksi dengan model ini relatif akurat untuk alat-alat yang dipakai hingga saat itu – kecuali untuk planet.
Planet-planet luar (Mars, Jupiter dan Saturnus yang dikenal saat itu), pada saat-saat tertentu tampak bergerak mundur (disebut “retrograde motion”). Awalnya gerak mundur ini dicoba dijelaskan dengan suatu epicycle, yakni lingkaran bantu pada orbit tiap planet. Maksudnya, ada suatu titik yang mengorbit mengelilingi bumi (masih geosentris!), lalu planet-planet itu bergerak mengelilingi titik tersebut. Tapi makin lama, epicycle ini makin rumit, makin membingungkan dan makin tidak bisa diprediksi.
Sampai Copernicus muncul menyederhanakan model tadi dengan ide bahwa semua planet, termasuk bumi, harusnya mengelilingi matahari. Maka tiba-tiba seluruh fenomena retrograde motion tadi jadi bisa dijelaskan. Retrograde motion terjadi karena periode planet dalam mengelilingi matahari (atau disebut “revolusi”) tidak sama. Misalnya revolusi bumi 365.25 hari, sedang Mars 687 hari. Maka ada saat-saat di mana Mars tampai “di depan” bumi, kemudian tiba-tiba “di belakang” bumi. Ini mirip dengan arena balap sepeda, di mana yang di lingkaran dalam kecepatannya lebih tinggi dari di lingkaran luar. Itulah retrograde motion.
Rotasi Bumi dan Matahari Terbit
Yang membuat matahari terbit di timur adalah perputaran bumi pada porosnya (“rotasi”). Bumi berrotasi dari barat ke timur, sehingga Indonesia selalu melihat matahari lebih dulu daripada India. Arah barat-timur sebenarnya hanya arah relatif terhadap arah poros bumi. Ini dikenal dengan “hukum tangan kanan”: kalau ibu jari tangan kanan menghadap utara, maka arah keempat jari yang lain adalah arah rotasi. Arah poros bumi diorientasikan ke sejumlah bintang kutub utara. Bisa saja orbit bumi terganggu dan arah poros ini bergeser, seperti dibuktikan dari sejumlah penelitian bahwa di masa lalu poros bumi itu tidak seperti saat ini. Fenomena ini disebut perkelanaan kutub (polar wandering). Bahkan kita bisa berkhayal bahwa yang sekarang Utara itu bisa saja suatu saat Selatan. Namun selama arah rotasi bumi masih mengikuti hukum tangan kanan, maka daerah sebelah timur masih lebih dulu melihat matahari. Artinya, kemanapun poros bumi menghadap, selama rotasinya tetap, maka matahari tetap tampak terbit dari “timur”.
Perlambatan Rotasi Bumi
Dulu orang mendefinisikan satu hari sebagai satu kali bumi berputar pada porosnya. Sebagai acuan perputaran adalah objek astronomis yang dianggap tetap (bintang yang jauh). Inilah yang disebut jam astronomis. Sekali putaran perlu waktu 23 jam 56 menit 4 detik. Hanya karena bumi juga mengitari matahari, maka satu hari jadi 24 jam.
Sejak ditemukannya jam atom yang sangat stabil dan teliti, maka orang lalu bisa mengukur periode astronomi itu lebih akurat. Dan hasilnya orang menemukan bahwa jam astronomis itu tidak stabil. Kadang lebih cepat dan kadang lebih lambat. Orang lalu memisahkan antara gangguan sesaat (temporer) dari gangguan tetap yang berjangka panjang. Sebuah badan ilmiah dibentuk khusus untuk itu, yaitu International Earth Rotation Service yang berpusat di Observatorium Paris.
Efek temporer disebabkan objek-objek langit lain yang kebetulan sedang berdekatan. Ini dikenal dengan “multi-body-problems”. Sedang efek jangka panjang dipastikan akibat pasang surut, baik oleh bulan maupun matahari. Beberapa ilmuwan telah mengukur efek ini. Mereka menggunakan ribuan data astronomi. Yang paling mutakhir adalah dengan 15 tahun lunar-laser ranging, yakni pengukuran laser ke beberapa cermin reflektor yang dipasang di bulan oleh missi-missi ruang angkasa Amerika atau Russia. Dickey, Williams dan Newhall (1984) memberi angka 1,9 ms/cy. Artinya rotasi bumi melambat 1,9 per seribu detik dalam seabad! Angka yang amat kecil, namun efek kumulatifnya ke depan menarik untuk diselidiki lebih lanjut (Bretterbauer, 1989, p 98).
Para ahli menduga beberapa skenario.
Pertama, rotasi bumi akan melambat sedemikian rupa, sampai suatu ketika akan sama dengan revolusi bulan mengitari bumi. Pada kondisi ini, panjang hari akan menjadi sebulan qomariah. Sisi bumi yang menghadap bulan akan konstan, sedang sisi lainnya tidak akan pernah lagi melihat bulan. Pada saat seperti itu tentu perintah sholat dan puasa akan menjadi absurd. Kondisi ini diperkirakan terjadi minimal 261 abad lagi. Angka ini belum bisa dipastikan karena masih menunggu data yang lebih banyak lagi dari beberapa satelit pengamat dinamika matahari untuk mengetahui pengaruh pasang surut matahari. Ada beberapa ilmuwan yang memprediksi sampai beberapa milyar tahun.
Kedua, rotasi bumi akan terus melambat sampai akhirnya rotasi bumi sama dengan revolusi bumi mengitari matahari. Pada kondisi ini, panjang hari akan menjadi setahun syamsiah. Sisi bumi yang menghadap matahari akan konstan, selalu siang, dan akan panas sampai ratusan derajat Celcius, sedang sisi lainnya akan selalu malam dan membeku melebihi dinginnya kutub saat ini. Pada wilayah perbatasan akan selalu berhembus topan dengan kecepatan ribuan kilometer/jam. Bumi sudah tidak akan bisa lagi dihuni mahluk hidup. Kondisi ini diperkirakan terjadi minimal 954 abad lagi – walaupun banyak juga ilmuwan yang menduga setelah beberapa milyar tahun.
Namun jelas, kedua efek ini tidak akan membuat arah rotasi bumi menjadi berbalik, sehingga matahari tampak terbit dari barat. Rotasi bumi tidak pernah benar-benar akan berhenti lalu berbalik arah. Dia hanya akan setimbang, dan titik setimbangnya pada asumsi pertama adalah saat rotasi bumi sama dengan revolusi bulan; sedang pada asumsi kedua saat rotasi bumi sama dengan revolusinya mengitari matahari.
Namun sekali lagi, masih banyak yang kita belum tahu. Bisa jadi, jika didapatkan bahwa rotasi matahari berlawanan arah dengan revolusi bumi mengitarinya, efek rotasi bumi terbalik itu masih bisa terjadi. Namun yang jelas, ketika kondisi itu ada, bumi sudah tidak layak lagi dihuni manusia.
Jadi bila dikatakan ketika kiamat terjadi matahari terbit dari barat, ya bisa saja, namun saat itu mungkin sudah tidak ada manusia menyaksikannya, kecuali bila mereka sudah menciptakan teknologi canggih yang mengantisipasi ekologi bumi yang sudah tidak ramah pada kehidupan.
Bencana Kosmik
Yang lebih mungkin dalam mengganggu rotasi bumi sehingga berbalik dan matahari tampak terbit dari barat adalah bila hadir suatu objek langit yang bermassa sangat besar (lebih besar dari bulan!) dengan lintasan sangat dekat dengan bumi. Saat ini objek “liar” yang ada seperti komet atau asteroid tidak ada yang sebesar itu. Kalaupun ada komet sebesar Schomaker-Levy yang menghantam Jupiter tahun 1996 lalu, atau seperti dalam film Armagedon ada asteroid khayal sebesar negara bagian Texas menghantam bumi, maka yang timbul hanya bencana ekologis yang dahsyat, namun belum akan merubah arah rotasi bumi.
Namun lain persoalannya bila hadir suatu objek yang disebut “black-hole”. Objek ini bermassa paling kecil seperseribu matahari atau 333 kali bumi, namun besarnya hanya beberapa kilometer saja. Karena sangat padat, maka medan gravitasinya sangat tinggi, semua materi di dekatnya akan terhisap, sampai-sampai cahayapun tidak bisa lepas darinya. Akibatnya, blackhole tidak akan kelihatan! Dia hanya akan terdeteksi bila cahaya bintang di belakangnya tiba-tiba seperti hilang “tertelan” sesuatu yang gelap.
Kalau blackhole mendekati bumi, maka akan terjadi bencana kosmik maha dahsyat. Bulan yang massanya 1/81 bumi akan keluar dari orbitnya – mungkin termakan oleh blackhole. Bumipun akan berguncang sangat dahsyat, gunung-gunung akan berhamburan. Mungkin saja rotasi bumi jadi berbalik dan matahari tampak muncul dari barat. Tapi semua sudah telat. Itulah kiamat. Tidak ada lagi saat untuk bertobat.
Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu.
Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Qs. 101:3-5)