Apa yang harus dipahami ketika kita melakukan kontak dakwah ke kalangan intelektual?
Kalangan intelektual berbeda dengan kalangan ulama (yang asal ada dalil / kitabnya) langsung sami’na wa atho’na. Juga beda dengan ke kalangan pengusaha, yang biasanya dalam persoalan agama relatif lebih tawadhu’. Kalangan intelektual memiliki sedikit arogansi karena kapasitas intelektual mereka yang “di atas rata-rata”. Oleh karena itu, sebelum melakukan kontak dakwah ke intelektual, kiat-kiat berikut ini mungkin bisa berguna:
1. Pahami betul 7 level berpikir (lihat https://www.facebook.com/notes/fahmi-amhar/berpikir-islami-berpikir-pada-level-7/10150689658416921). Jadi pengemban dakwah tidak perlu minder terhadap intelektual. Meskipun mereka Profesor Doktor, tetapi kalau mereka masih di level-1, mereka akan hormat dengan orang-orang yang sudah berpikir level di atasnya. Buktinya mereka hormat pada Steve Jobs yang bukan sarjana, karena ini tokoh level-2, atau dengan Andri Wongso (motivator, level-3), dan seterusnya.
2. Kontak memiliki 2 fungsi: 1. kita menyerap informasi; 2. kita memberi mereka opini yang kita miliki – dan tetap jaga agar opini kita didasarkan pada data yang akurat dan analisis yang cermat.
3. Pelajari dulu latar belakang tokoh yang akan dikontak, dia pernah belajar di mana, apa saja prestasinya, bagaimana pandangan dia tentang berbagai isu ummat, dan sejauh mana hubungannya dengan aktivitas dakwah. Lalu carilah saat yang tepat bertemu dengannya, dengan tidak mengganggu aktivitasnya. Sebaiknya tidak bertemu di kantor yang barangkali ada banyak tamu antri, atau dia harus menjaga wibawa dan posisinya.
4. Kontaklah dengan tetap menunjukkan bahwa dengan ikut dalam barisan dakwah, mereka akan lebih berkontribusi kepada ummat, dicintai ummat, didoakan umat – bahkan didoakan oleh semua mahluk lain di langit dan di bumi.
5. Jangan berharap langsung dapat melunakkan hati mereka pada pertemuan pertama. Biarlah proses dan waktu bekerja …
Sementara 5 hal dulu, nanti kita sempurnakan.