Data Spasial
Data Spasial adalah data yang posisi atau lokasinya berperan penting dalam pengambilan keputusan. Sebagai contoh: setiap orang pasti memiliki data. Ada data nama, nama orang tua, tanggal lahir, tempat lahir, sekolah, pekerjaan, hingga alamatnya sekarang. Dari data tersebut, tempat lahir, sekolah dan alamat adalah data spasial, sedang selain itu bukan data spasial. Dengan data tempat lahir dan sekolah, dapat dilacak lingkungan tempat orang itu tumbuh dewasa. Bagi sebuah institusi, informasi ini sedikit banyak dapat digunakan misalnya, untuk memberi penugasan bagi orang tersebut (misalnya survei atau pemasaran) pada lingkungan yang dia kenal baik. Sedang dengan data alamat sekarang, dapat diprediksi tingkat efisiensi perjalanan dari rumah ke kantornya.
Data spasial dapat tersimpan dalam berbagai bentuk. Yang paling sederhana adalah daftar alamat. Data tabular semacam ini, selama dapat dihubungkan dengan dunia nyata yang dikenali, adalah data spasial yang berguna. Pada level yang lebih tinggi, data spasial tersimpan dalam bentuk peta, citra satelit, hingga database geografis berformat digital.
Cerdas Spasial
Kegunaan data spasial sangat tergantung kepada kecerdasan spasial seseorang. Bagi orang yang cerdas spasial, data spasial sekecil apapun dapat dikaitkan dengan upaya optimasi aktivitasnya. Seorang atlet sepakbola yang cerdas spasial selalu memikirkan posisi bola, gawang, kawan maupun lawan mainnya. Seorang turis, selalu memikirkan lokasi perhentian angkutan umum, hotel, tempat makan dan objek yang akan dikunjunginya. Dengan itu dia merancang rute perjalanannya. Kalau tidak cerdas spasial, maka seluruh data posisi tadi tidak dia hiraukan. Bahkan tanpa cerdas spasial, data spasial secanggih apapun tidak akan berperan dalam pengambilan keputusan.
Dalam pemberantasan korupsi, cerdas spasial diperlukan baik untuk mencegah (preventif) maupun memberantas korupsi yang telah terjadi. Secara preventif misalnya, pemasangan alat GPS di tiap kendaraan suatu armada taxi, akan membuat sopir taxi tak bisa seenaknya, karena pusat taxi (call center) jadi tahu persis posisi tiap taxi. Namun pada saat yang sama sopir taxi juga diuntungkan karena dengan sistem itu order langsung diberikan ke taxi terdekat yang kosong. Seandainya ada aturan bahwa dalam tiap LPJ kepala daerah wajib dilampiri peta / citra satelit yang menunjukkan kondisi lingkungan sebelum dan sesudah masa jabatan, tentu juga para kepala daerah tidak bisa seenaknya menguras kekayaan daerahnya. Rakyat yang cerdas spasial juga terbantu dalam ikut mengontrol jalannya pemerintahan.
Memberantas Korupsi dengan Data Spasial
Pepatah bilang, “tidak ada kejahatan yang sempurna”. Suatu pelanggaran hukum pasti meninggalan jejak. Di antara jejak itu adalah yang menyangkut posisinya dalam ruang. Itu data spasial. Tak terkecuali kejahatan luar biasa seperti korupsi. Oleh karena itu, dapat dikembangkan berbagai teknologi informasi spasial dalam membantu memberantas korupsi. Di sisi lain, potensi teknologi ini sekaligus dapat mencegah orang untuk melakukan korupsi, karena dia sadar ada teknologi yang mampu mengungkapkannya.
Dalam tulisan singkat ini, akan ditunjukkan tiga jenis teknologi informasi spasial untuk mengungkap korupsi: (1) korupsi di kehutanan; (2) korupsi di perpajakan; (3) korupsi di sektor property.
(1) Setiap pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) diwajibkan menyetor foto / citra Landsat setiap tahun. Pemerintah ingin menilai berapa persen hutan yang benar-benar ditebang dan sejauh mana penanaman kembali. Praktek yang terjadi saat ini, foto atau citra itu sering dimanipulasi. Sepintas memang tampak mudah mengambil suatu bagian citra atas lahan yang masih berpohon untuk dicopy di bagian lain yang sudah gundul. Penebangan berlebih jadi tersembunyi. Hanya saja, teknik ini mustahil dilakukan sempurna untuk semua kanal Landsat. Dengan analisis spektrum di semua kanal akan ditemukan discontinuity. Gambar akan tampak aneh di kanal yang lain. Hanya gambar yang natural (asli) yang tidak menunjukkan efek itu. Korupsi pajak HPH dan pelanggaran konsesi yang amat membahayakan lingkungan dapat terdeteksi.
(2) Sistem perpajakan di Indonesia menganut asas self-assesment. Sayangnya, berbagai hal membuat tingkat kejujuran wajib pajak sangat rendah. Bahkan jumlah orang kaya ber-NPWP masih di bawah 20%. Namun dengan citra resolusi tinggi (misal Quickbird) dapat diidentifikasi dengan cepat asset-asset yang ada di suatu tempat (rumah, kolam renang, lapangan golf) untuk diuji silang dengan status kepemilikan dan perpajakannya. Tentunya akan janggal bila seseorang yang memiliki rumah mewah dengan kolam renang, namun belum punya NPWP. Akan janggal pula bila sebuah pabrik yang sangat besar (tampak di citra), ternyata melaporkan jumlah produksi yang kecil – dan tentunya besaran PPN atau PPh yang kecil. Dengan ini, upaya main mata pemeriksa pajak dengan wajib pajak (dan ini korupsi “sektor hulu” terbesar) dapat dideteksi lebih awal – untuk kemudian dicegah!
(3) Di sektor property (misal pembangunan gedung, pembukaan lahan, penyiapan infrastruktur), laporan “ABS” suatu proyek property yang belum selesai – namun sudah dilaporan selesai, juga dapat lebih mudah terdeteksi. Tinggal dilakukan komparasi atas foto sebelum dan sesudah dibangun.
Dr. Fahmi Amhar
Anda di rumah memiliki globe (bola dunia)? Untuk apa? Saat ini banyak pengasong menjual globe murah buatan Cina di beberapa perempatan Jakarta. Sebagian memang didesain untuk dapat dipajang di meja kelas. Sebagian lain untuk dipakai main lempar bola di kolam renang.
Tahukah anda bahwa sekitar 1000 tahun yang lalu, globe adalah sebuah masterpiece. Hingga saat itu belum semua ilmuwan sepakat bahwa bumi itu bulat. Tetapi Abu Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Idris asy Syarif atau dikenal sebagai Al-Idrisi (1100 M – 1165 M) percaya, dan dialah pencipta pertama peta dunia dalam bentuk globe seperti yang kita kenal sekarang!
Sebenarnyalah, al-Idrisi mampu melakukan itu karena sejumlah politisi dan ilmuwan telah membukakan jalan. Berabad sebelumnya, Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun mendorong para ilmuwan Muslim untuk menerjemahkan buku-buku ilmiah kuno dari Yunani ke dalam bahasa Arab. Beberapa naskah penting Yunani yang diterjemahkan adalah: Almagest dan Geographia.
Khalifah Al- Ma’mun (813 M – 833 M) memerintahkan para geografer Muslim untuk mengembangkan geodesi, yaitu teknik mengukur jarak di atas bumi. Umat Islam pun akhirnya bahkan mampu menghitung volume dan keliling bumi. Lalu Al-Ma’mun memerintahkan untuk menciptakan peta bumi yang besar. Adalah Musa Al-Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya akhirnya mampu menyelesaikan tugas ini pada tahun 830 M. Kemudian Khawarizmi juga menulis kitab geografi yang berjudul “Surah Al-Ard” (tentang geomorfologi), sebuah koreksi terhadap karya Ptolemaeus. Kitab itu menjadi landasan ilmiah bagi geografer Muslim klasik. Pada abad yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah kitab berjudul “Keterangan tentang Bumi yang Berpenghuni”.
Ilmu geografi pun makin berkembang. Di awal abad-10 M, Abu Zayd Al-Balkhi mendirikan akademi survei dan pemetaan di Baghdad. Di abad-11 M, Abu Ubaid Al-Bakri menulis kitab “Mu’jam Al-Ista’jam” (Eksiklopedi Geografi) dan “Al-Masalik wa Al-Mamalik” (Jalan dan Kerajaan).
Al-Idrisi lahir pada tahun 1100 di Ceuta Spanyol. Pada usia muda dia sudah gemar bepergian ke tempat-tempat yang jauh, ke Eropa, Asia dan Afrika, untuk mengumpulkan sendiri data dan fakta geografi. Walhasil, pada usia di bawah 30 tahun, dia sudah menulis kitab geografi berjudul “Nuzhat al Mushtaq fi Ikhtiraq al-Afat” (Tempat Orang yang Rindu Menembus Cakrawala). Kitab ini begitu berpengaruh di Barat sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, “Geographia Nubiensis”.
Kemasyhuran dan kompetensi al-Idrisi didengar oleh Raja Roger II dari Sicilia (1129 M – 1140 M). Ia mengundang dan memfasilitasi al-Idrisi untuk membuat peta dunia paling baru saat itu. Al-Idrisi menyanggupi namun mengajukan syarat bahwa dalam peta itu ia ingin memasukkan data wilayah Sicilia yang pernah 200 tahun berada di bawah kekuasaan kaum muslim sebelum Raja Roger berkuasa. Raja Roger setuju.
Peta pesanan Raja itupun diwujudkan oleh al-Idrisi dalam bentuk globe dari perak seberat 40 kg yang secara cermat memuat pegunungan, sungai-sungai, kota-kota besar, dataran subur dan dataran gersang, lengkap dengan informasi tinggi di beberapa titik. Karya ini dilengkapi sebuah buku berjudul “Kitab Al-Rujari” (Roger’s Book) sebagai bentuk penghormatan ke Raja Roger.
Kitab ini diakui dunia sebagai bentuk deskripsi paling teliti dan cerrmat tentang peta dunia pada abad pertengahan. Bahkan buku tersebut menjelaskan keberadaan sebuah pulau yang terletak sangat jauh dan terpencil, seperti sebuah pulau es (mungkin Islandia), di mana perjalanan mencapai pulau itu sangat sulit karena dipenuhi kabut dan lautan yang sering dilewati bongkahan-bongkahan es berbahaya yang hanyut.
Ia juga menggambarkan tentang “Laut Gelap” yang kemudian dinamai Atlantik. Al-Idrisi menyebut penduduk asli yang mendiami pulau di laut tersebut sebagai penduduk Inggris.
Peta dan globe buatan al-Idrisi, sekalipun di beberapa area masih kosong (karena saat itu belum ada informasi tentang keberadaan benua Amerika atau Australia), namun secara umum sudah memberikan gambaran yang akurat kepada masyarakat, terutama bangsa Eropa. Mereka menggunakan peta itu untuk melakukan penjelajahan dunia – bahkan berakhir dengan penjajahan!
Selain membuat peta dunia dan globe, al-Idrisi juga menciptakan beberapa metode baru untuk mengukur garis lintang dan bujur, menulis kitab “Nuzhat al Mushtaq fi Ikhtiraq al-Afat” yang berguna untuk orang-orang yang ingin mengadakan perjalanan menembus berbagai iklim. Ini adalah sebuah ensiklopedia yang berisi peta yang digambar rinci dan informasi lengkap dari negara-negara yang pernah dikunjunginya. Buku ini diterjemahkan dan diedarkan oleh orang Barat dalam bahasa Latin berkali-kali, dan pada tahun 1619 (hampir 4 abad kemudian!), diterbitkan di Roma dengan judul “Geographia Nubiensis” dalam versi cetak, karena saat itu mesin cetak sudah ditemukan.
Namun al-Idrisi masih menulis beberapa buku lagi. Pertama sebuah ensiklopedia yang lebih komprehensif “Rawd-un-Naas wa-Nuzhat al-Nafs” (Kenikmatan Manusia dan kesenangan Jiwa), “Shifatul Arab” (Karakter bangsa Arab), dan “Kharithanul ‘Alamil ma’mur minal Ardh” (Sumber daya alam dunia). Karya-karya ini juga diterjemahkan ke berbagai bahasa, antara lain Spanyol (1793), Jerman (1828), Perancis (1840) dan Italia (1885).
Dr. Fahmi Amhar
Siapakah yang lebih berhak disebut induk segala ilmu? Orang Barat menyebut: filsafat. Ini karena filsafat dianggap kajian yang sangat mendasar, menyangkut eksistensi, pengetahuan, kebenaran, keelokan, keadilan, kepatutan, pikiran dan bahasa. Filsafat berasal dari Bahasa Yunani kuno φιλοσοφία (philosophía), yang berarti “kecintakan pada kebijaksanaan.”
Namun tak semua ilmuwan dan orang bijak sepakat dengan itu. Ketika filsafat semakin sering lepas dari dunia empiris, serta disinyalir justru digunakan untuk mengacau keimanan, orang mencoba mencari “induk” yang baru. Dan salah satu induk baru itu ternyata adalah: geografi. Geografi dianggap ilmu yang menghubungkan langit (yakni pengamatan astronomi dan meteorologi) dan bumi (geodesi dan geologi). Juga ilmu yang menghubungkan dunia hidup (biotik) dan mati (abiotik). Yang hiduppun mencakup flora, fauna dan manusia beserta interaksinya.
Dan yang lebih penting: geografi tidak cuma ilmu untuk memetakan dan memahami alam semesta di sekitar kita, namun juga untuk merubahnya sesuai kebutuhan kita. Berbeda dengan filsafat, geografi memiliki kegunaan praktis, baik di masa damai maupun di masa perang. Sampai hari ini, geografi mutlak diperlukan baik oleh wisatawan, perencana kota hingga panglima militer.
Dari sisi sejarah, para geografer pertama muncul hampir bersamaan dengan mereka yang dianggap filosof pertama. Anaximander dari Miletus (610 – 545 SM) dikenal sebagai pendiri geografi. Dia menemukan gnomon, alat sederhana untuk menentukan posisi lintang. Ada perdebatan tentang siapa penggagas mula bentuk bulat bumi: Parmenides atau Phytagoras. Anaxagoras berhasil membuktikan bentuk bulat bumi dari bayangan bumi saat gerhana bulan. Namun dia masih percaya bahwa bumi seperti cakram. Yang pertama mencoba menghitung radius bumi sebagai bola adalah Eratosthenes. Sedang Hipparchus menggagas lintang dan bujur serta membaginya dalam 60 unit (sexagesimal) sesuai matematika Babylonia saat itu. Pada awal milenia, penguasa Romawi-Mesir Jenderal Ptolomeus (83-168) membuat atlas yang pertama.
Selama zaman pertengahan dan kejatuhan Romawi, terjadi evolusi dari geografi Eropa ke dunia Islam. Tidak syak lagi, Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan penjelajahan demi penjalajahan (QS 30-ar Ruum : 9). Para geografer muslim ternama dari Abu Zaid Ahmed ibn Sahl al-Balkhi (850-934), Abu Rayhan al-Biruni (973-1048), Ibnu Sina (980-1037), Muhammad al-Idrisi (1100–1165), Yaqut al-Hamawi (1179-1229), Muhammad Ibn Abdullah Al Lawati Al Tanji Ibn Battutah (1305-1368) dan Abū Zayd ‘Abdu r-Rahman bin Muhammad bin Khaldūn Al-Hadrami, (1332-1406), menyediakan laporan-laporan detail dari penjelajahan mereka.
Namun tentu saja selembar peta sering berbicara lebih banyak dari jutaan kata-kata. Fenomena juga harus ditafsirkan dengan teori atau informasi yang dikenal sebelumnya. Untuk itulah para ilmuwan Islam menafsirkan ulang karya-karya sebelumnya baik dari Romawi, Yunani maupun India dan mendirikan Baitul Hikmah di Baghdad untuk tujuan itu. Al-Balkhi bahkan mendirikan “Mazhab Balkhi” untuk pemetaan di Baghdad.
Al-Biruni menyediakan kerangka referensi dunia pemetaan. Dialah yang pertama kali menjelaskan tentang proyeksi polar-equi-azimutal equidistant, yang di Barat baru dipelajari lima abad setelahnya oleh Gerardus Mercator (1512-1594). Al-Biruni dikenal sebagai sosok yang paling terampil dalam soal pemetaan kota dan pengukuran jarak antar kota, yang dia lakukan untuk banyak kota di Timur Tengah dan anak benua India. Dia mengkombinasikan antara kemampuan astronomis dan matematika untuk mengembangkan berbagai cara menentukan posisi lintang dan bujur. Dia juga mengembangkan teknik untuk mengukur tingginya gunung maupun dalamnya lembah. Dia juga mendiskusikan tentang geografi manusia dan habitabilitas planet (syarat-syarat planet yang dapat dididami). Dia berhipotesa bahwa seperempat dari permukaan bumi dapat didiami oleh manusia.
Dia juga menghitung letak bujur dari kota Khwarizm dengan menggunakan tinggi maksimum matahari dan memecahkan persamaan geodetis kompleks untuk menghitung secara akurat jari-jari bumi yang sangat dekat dengan nilai modern. Metode al-Biruni ini berbeda dengan pendahulunya yang biasanya mengukur jari-jari bumi dengan mengamati matahari secara simultan dari dua lokasi yang berbeda. Al-Biruni mengembangkan metode kalkulasi trigronometri berbasis sudut antara dataran dan puncak gunung yang dapat dilakukan secara akurat oleh satu orang dari satu lokasi saja.
John J. O’Connor dan Edmund F. Robertson menulis dalam MacTutor History of Mathematics archive: “Important contributions to geodesy and geography were also made by Biruni. He introduced techniques to measure the earth and distances on it using triangulation. He found the radius of the earth to be 6339.6 km, a value not obtained in the West until the 16th century. His Masudic canon contains a table giving the coordinates of six hundred places, almost all of which he had direct knowledge.”
Seiring dengan al-Biruni, Suhrab pada abad-10 membuat buku berisi koordinat-koordinat geografis serta instruksi untuk membuat peta dunia segi empat dengan proyeksi equi-rectangular atau cylindrical-equidistant. Sedang Ibnu Sina berhipotesa tentang sebab-sebab munculnya pegunungan secara geologis, apa yang sekarang disebut ilmu geomorfologi.
Dengan kerangka tersebut Al-Idrisi membuat peta dunia yang detail atas permintaan raja Roger di Sicilia, yang waktu itu dikuasai Islam. Peta al-Idrisi ini disebut di Barat “Tabula Rogeriana”. Peta ini masih berorientasi ke Selatan. Al-Hamawi menulis Kitab Mu’jam al-Buldan yang merupakan ensiklopedi geografi dunia yang dikenal hingga saat itu. Ibn Battutah membuat laporan geografi hingga pulau-pulau di Nusantara, yang Majapahit atau Sriwijayapun tidak meninggalkan catatan. Sementara itu Ibnu Khaldun menulis dalam kitab monumentalnya “Muqadimah” suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi, termasuk klimatologi dan geografi manusia.
Geografer muslim dari Turki Mahmud al-Kasygari (1005-1102) menggambar peta dunia berbasiskan bahasa, dan ini pula yang dilakukan oleh Laksamana Utsmani Piri Rais (1465–1555) agar Sultan Sulayman I (al-Qanuni) dapat memerintah daulah khilafah dengan efisien.
Geografi di kalangan kaum muslimin masih bertahan ketika Khilafah masih menegakkan jihad. Begitu era jihad mengendur, antusiasme pada geografi pun mengendur. Kaum muslimin jadi kehilangan “kompas” dan wawasan mereka dalam peta geopolitik dunia. Akibatnya satu demi satu tanah air mereka lepas atau sumber dayanya diperas penjajah kafir.