Dr Fahmi Amhar
Para ahli kependudukan mengatakan bahwa Indonesia akan mendapatkan “bonus demografi” pada tahun 2025. Itu tatkala jumlah penduduk usia produktif pada posisi optimum, dibandingkan jumlah lansia atau anak-anak. Tentu saja, bonus tersebut hanya dapat diraih jika mereka yang saat ini masih usia anak-anak itu dapat diformat menjadi generasi emas, generasi yang bertakwa, sehat, cerdas, gemar bekerja keras dan dapat bersinergi.
Dulu khilafah Islam dalam kurun waktu yang tidak sampai satu generasi telah menjadi produsen generasi emas yang kemudian berjaya berabad-abad. Pertanyaannya, bagaimana cara orang tua di masa itu mempersiapkan generasi-generasi cemerlang? Lalu kalau kita refleksikan, seberapa besar peran orang tua di masa kini bisa memberikan suri teladan bagi anak-anaknya baik secara akhlak, moral, minat hingga kecondongan anak-anak untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki? Bagaimana Islam memberikan peranan serta arahan bagi para keluarga khususnya di bidang sains mengingat saat ini banyak event-event internasional di bidang sains yang dimenangi oleh tim dari Indonesia, namun ironisnya, hampir sebagian besar, didominasi oleh kalangan non-Muslim.
Di semua peradaban yang masih sederhana, keluarga selalu jadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Maka kualitas orang tua sangat berpengaruh pada kualitas anak-anak tersebut. Mereka yang hidup dengan berburu, pasti mengajari anak-anaknya bagaimana hidup di hutan, mencari hewan buruan, menjebak atau menjinakkannya. Mereka yang hidup dengan bertani, pasti mengajari anak-anaknya bagaimana bercocok tanam, menemukan tanah yang sesuai tanamannya, kapan saat yang tepat untuk memupuk, menyingkirkan gulma hingga memanen. Dan mereka yang hidup dengan berdagang, pasti sejak dini mengajak anak-anaknya mengenal bisnis.
Pendidikan seperti itu tetap diteruskan di zaman Nabi. Namun Nabi menambahkannya dengan dua hal: (more…)