Oleh: Prof. Dr. Fahmi Amhar, Peneliti Utama Bakosurtanal
Setelah pantai Jepara di Jawa Tengah, kini wilayah Pulau Bangka telah disurvei oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai kandidat tapak Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mendatang. Alasannya: (1) Wilayah ini bebas gempa sehingga membangun PLTN di sana akan relatif aman; (2) Di sini ada potensi bahan Thorium yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar PLTN; (3) Di sini saat ini ada krisis listrik, karena BBM untuk PLTD kadang-kadang terlambat dikirim akibat cuaca buruk.
Namun alasan-alasan positif ini belum dapat meyakinkan masyarakat agar menerima PLTN. Ini karena informasi yang diberikan dirasakan kurang berimbang. Lebih-lebih bila yang menyampaikan disinyalir memiliki kepentingan. Akibatnya informasi seperti prasyarat yang dibutuhkan atau dampak yang mungkin terjadi tidak pernah diberikan dengan jelas dan tuntas. Tulisan ini mencoba mengupas secara singkat, namun jelas dan tuntas seputar PLTN.
Wajib Kuasai Teknologi Nuklir
Teknologi nuklir bersama teknologi ruang angkasa adalah teknologi paling strategis sejak abad-20. Kalau umat Islam terdahulu sampai berjalan jauh ke Cina untuk belajar membuat kembang api – lalu mengembangkannya menjadi mesiu hingga meriam raksasa (supergun) saat penaklukan Konstantinopel pada abad 15 M – maka semestinya, teknologi nuklir ini juga dikuasai umat Islam. Hanya saja negara-negara maju tak akan rela
keunggulan mereka disaingi negara lain, sehingga banyak aspek dari teknologi ini dirahasiakan atau dibatasi penyebarannya. Kalaupun suatu negara ditawari untuk dibangunkan PLTN, maka biasanya negara tersebut hanya mendapatkan jadi, dan lalu timbul ketergantungan, entah pada perawatan atau penyediaan bahan nuklir. Mereka yang berusaha membangun PLTN sendiri, dicurigai sedang membuat senjata nuklir. Contohnya adalah Iran atau Korea Utara.
Memang benar, bahwa barangsiapa mampu membangun PLTN sendiri, maka dia juga akan mampu membuat senjata nuklir. Dalam sejarahnya, Amerika Serikat telah lebih dulu berhasil meledakkan bom atomnya sebelum dapat mengendalikan proses reaksi berantai nuklir itu dalam sebuah PLTN. Namun secara syar’i, membangun kemampuan senjata nuklir untuk tujuan menggentarkan musuh (tidak untuk pembantaian massal) adalah justru diperintahkan di dalam Alquran surat al-Anfal ayat 60.
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya …. (Qs. 8:60).
Bagaimana mungkin umat Islam bisa tegas atau berwibawa terhadap para penjajah seperti Amerika atau Israel yang semua punya senjata nuklir, kalau kita belum memiliki senjata yang sama, atau lebih dahsyat?
Alternatif Energi Bersih
Energi nuklir adalah salah satu energi bersih masa depan karena tidak menghasilkan emisi (CO2, SOx, NOx) seperti halnya PLD atau PLTU. Tentu saja sebuah PLTN juga menghasilkan limbah, baik itu berupa air hangat (yang tidak radioaktif) maupun sedikit limbah radioaktif yang harus disimpan dengan aman di ruang anti radiasi untuk ribuan tahun ke depan.
Namun untuk Indonesia, alternatif sumber energi bersih bahkan terbarukan ini masih banyak. Kita memiliki potensi panas bumi, angin, surya dan laut yang berlimpah. Sekali lagi ini soal teknologi yang akan menentukan apakah kita dapat segera memanfaatkan semua potensi ini sendiri atau harus menunggu uluran tangan (dan jerat utang) dari bangsa lain.
Wajib Disiapkan Serius
Teknologi PLTN adalah teknologi tinggi. Hal ini karena kebocoran atau kecelakaan dapat berakibat fatal. Bahan radioaktif yang keluar akan memancarkan radiasi sinar Gamma selama ribuan tahun. Bila terkena mahluk hidup, radiasi ini akan merusak sel, menyebabkan kanker atau kemandulan. Pada kasus kecelakaan PLTN di Chernobyl tahun 1986, sebuah kota harus dievakuasi dan kota itu hingga kini masih menjadi kota mati.
Untuk itu sebuah PLTN modern harus dibangun dengan keamanan berlapis. Sistem kontrol otomatis disiapkan agar bila ada sesuatu yang tak wajar, reaktor otomatis dimatikan. Masalahnya adalah bila kelalaian dan korupsi membuat sistem kontrol itu tak lagi berfungsi! Bangsa kita ini terkenal pintar membangun tetapi malas memelihara. Walhasil, selain kecelakaan saat pemboran minyak di Lapindo Sidoarjo yang berakibat keluarnya lumpur panas tak tertangani dari 2006 hingga kini, hampir setiap hari kita mendengar kecelakaan kereta api, kapal hingga pesawat.
Kita juga wajib menyiapkan agar PLTN tersebut bila jadi dibangun tidak makin menjerat kita pada ketergantungan kepada asing, baik dalam bentuk utang, maupun dalam pengadaan bahan bakar nuklir. Memang Indonesia punya Uranium, tetapi kadarnya rendah, sedang alat untuk memperkaya Uranium termasuk yang dibatasi, untuk mencegah suatu negara membangun senjata nuklir. Sedang Thorium yang konon berlimpahpun, mungkin belum bisa dimanfaatkan karena hingga kini di dunia belum ada satupun PLTN dengan bahan bakar Thorium.
Perlu Syariat Islam
Kalau syariat Islam diterapkan untuk menyiapkan PLTN, insya Allah kita akan mendapatkan SDM yang andal, baik dari ketakwaan, profesionalisme maupun semangat juang. Ini untuk mengantisipasi agar mereka tidak lalai dan tidak korupsi dalam menjalankan pekerjaannya, dan agar mereka senantiasa bekerja keras menguasai teknologi dengan motivasi spiritual. Pekerjaan nuklir hanya sedikit menoleransi kecerobohan (zero-tolerance).
Kemudian syariat pula yang akan menuntun agar sejak dari tender, pembebasan tanah, perjanjian dengan luar negeri terkait dengan pembiayaan, alih teknologi dan pengadaan bahan bakar, hingga pengurusan limbah radioaktif dapat berjalan dengan transparan, adil, aman, dan
berkelanjutan. Program komputer yang dipakai di PLTN juga harus open-source, agar dapat kita rawat dan update sendiri, juga dapat diaudit dulu agar tidak disusupi baik oleh “spy-ware” maupun “bom-waktu”.
Hanya dengan syari’ah, sebuah proyek PLTN akan aman, menyejahterakan dan melindungi kedaulatan. Tanpa syari’ah, PLTN adalah arena mafia, lahan korupsi dan sebuah risiko serius.[]
Dr.-Ing. Fahmi Amhar
Peneliti Utama Bakosurtanal
Tanggal 24 Mei 2008 dini hari harga BBM jadi dinaikkan. Pemerintah berargumentasi ini untuk menyelamatkan APBN (karena asumsi harga minyak mentah sudah bergeser dari 95 menjadi 110 US$/barrel), mengurangi kemiskinan (karena subsidi dialihkan dari subsidi barang ke subsidi orang), dan ini alternatif terakhir setelah harga minyak di tingkat global makin menggila. Banyak pakar mengkritik argumentasi ini. Dalam asumsi APBN-P kedua 2008 disebutkan bahwa meski harga BBM telah dinaikkan, subsidi BBM masih naik dari 125,8 menjadi 132,1 Trilyun Rupiah, defisit APBN hanya turun dari 94,5 menjadi 82,3 Trilyun rupiah, dan inflasi naik dari 6,5% menjadi 11,2%. Inflasi inilah yang akan melibas seluruh rakyat. APBN selamat namun rakyat sekarat, karena APBN sebenarnya hanya memainkan kurang dari 20% ekonomi Indonesia.
Dan tentang alternatif: sebenarnya banyak alternatif yang telah dimunculkan, mulai dari Indonesia membeli minyak dengan harga khusus ke Iran (yang sama-sama anggota OKI) atau Venezuela (yang sama-sama anggota OPEC), pajak progresif untuk sumberdaya alam, negosiasi ulang komitmen ekspor batubara dan LNG untuk diprioritaskan memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dalam negeri, pengembangan energi terbarui pada skala besar, hingga penghapusan dan penjadwalan kembali pembayaran bunga dan cicilan utang yang mencapai Rp. 151 Trilyun per tahun. Namun semua opsi ini seperti tidak ditanggapi serius pemerintah. Pemerintah sepertinya hanya fokus pada konversi minyak tanah ke elpiji (dibuktikan dengan membagi-bagi kompor elpiji ukuran 3 kg) dan – ini yang mengherankan – pada bahan bakar ajaib: “blue energy”.
Adalah Joko Suprapto, orang Nganjuk yang konon menemukan bahan bakar dari bahan baku hidrogen dan karbon, yang sama sekali tidak bersumber dari fossil tetapi dari air (www.presidensby.info diakses 3 Dec 2007). Tanpa diminta presentasi ilmiah dulu di depan panel pakar kimia dan mesin, bahan bakar buatan Joko ini langsung diuji. Pada 25 Nov 2007, rombongan kendaraan berbahan bakar – oleh SBY dinamai “Minyak Indonesia Bersatu” atau “Blue Energy” – langsung diberangkatkan dari kediaman SBY di Cikeas menuju Bali untuk ikut pameran dalam rangka konferensi PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC). Rombongan itu sampai di Bali. Ketua Tim Blue Energy yang juga staf ahli presiden Heru Lelono, menunjukkan bahwa bahan bakar itu sama dengan premium, bahkan emisinya lebih bersih? Waktu itu dijanjikan bahwa blue energy akan siap dipasarkan pada bulan April dengan harga hanya Rp. 3000 per liter.
Banyak ilmuwan skeptis. Bahkan skeptisme itu termasuk sifat dasar yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Penulis sendiri termasuk yang dari awal yakin bahwa itu hanya sejenis “hoax” (tipu-tipu). Namun baiklah, kita beri kesempatan sampai April. Konon di Cikeas juga sudah ada aktivitas untuk membuat pabriknya, walaupun murni swasta. Pemodalnya Heru Lelono cs. Namun ini juga janggal, karena konon bahan bakunya mau ambil dari air laut saja. Padahal Cikeas jauh dari laut. Yang jelas, sejak dipamerkan di Bali, meski ada sampelnya yang diberi kode K-99 sebagai pengganti premium, dan ada juga yang sejenis untuk pengganti avtur, solar, atau minyak tanah, tetap saja misterius. Pasalnya, tidak ada penjelasan ilmiah bagaimana semua itu dibuat, kecuali bahwa itu dengan “teknologi matahati” yang konon bersumber dari ayat al-Qur’an.
Orang Islam banyak yang langsung antusias kalau disebutkan teknologi bersumber dari al-Qur’an. Padahal suatu hukum fisika tidak memerlukan dalil apapun dari suatu kitab suci. Hukum fisika bersifat empiris. Kalau suatu proses itu memang bisa dilakukan secara teknis, maka tak ada dalil yang dapat memustahilkannya. Dan kalau suatu proses itu mustahil secara teknis, maka juga tak ada dalil yang dapat mengesahkannya. Dalil syariah hanya diperlukan untuk soal apakah suatu penelitian itu halal atau haram dilakukan, dan kalau halal diteliti, lalu hasilnya apakah halal atau haram untuk dimanfaatkan.
Bagaimana jika K-99 itu sebenarnya memang hanya pertamax atau sejenisnya, lalu diklaim dibuat dari non fossil tetapi berhasil dibuat sangat mirip? Tidak ada cara membuktikannya kecuali menunjukkan prosesnya!
Lagi pula, kalau memang ini benar, sudah diam-diam saja, langsung produksi massal, pasarkan. Pasti untung besar. Tetapi mungkin mereka mencari pemodal besar dulu untuk bikin pabrik (yang dapat ditipu dulu) …
Kini kita semua menyaksikan, sudah bulan Juni, blue Energy tidak pernah muncul. Yang ada adalah Joko Suprapto sempat diberitakan raib (diculik?), meskipun lalu muncul lagi. Memang pernah ada film Hollywood yang menceritakan seorang professor penemu bahan bakar pengganti minyak, yang diculik komplotan yang tidak ingin dominasi perusahaan minyak dunia goyah. Tapi itu kan fiksi. Rupanya penemuan Joko ini fiksi juga. Kini lebih banyak lagi yang terungkap. Rupanya Joko Suprapto ini pernah datang ke UGM untuk minta pengakuan atas “penemuannya” berupa lemari misterius penghasil listrik. Namun karena tidak mau membuka bagaimana proses listrik itu terjadi, oleh rektor UGM kala itu disindir sebagai “Pembangkit Listrik Tenaga Jin” (www.detik.com).
Banyak orang mulai khawatir: di lingkar pertama SBY ada orang-orang yang gampang ditipu! Bagaimana kalau kebijakan penaikan harga BBM sendiri penuh dengan tipu-tipu? Apalagi analisis ekonomi energi dan APBN jauh lebih rumit daripada soal kimia-fisika blue energy.
Hukum Termodinamika-2
Di fisika dikenal hukum kekekalan massa-energi. Sifat kekal ini bukan seperti kekekalan Allah swt. Ini hanya sifat kekal yang diamati dalam reaksi di suatu sistem (lab). Sebenarnya ada lagi hukum yang sangat penting yang disebut hukum termodinamika 2. Isinya adalah bahwa energi yang dapat dimanfaatkan itu selalu berkurang karena terserap oleh apa yang disebut “entropi” alam. Entropi adalah tingkat ketidakteraturan alam.
Hukum termodinamika-2 sudah teruji. Sebenarnya cukup satu experimen saja – bila valid – untuk menggugurkan hukum ini. Yaitu menghasilkan mesin dengan efisiensi lebih dari 100%! Semua mesin adalah mengkonversi energi. Mesin mobil mengkonversi energi kimia dalam BBM ke energi mekanis. Generator PLN mengkonversi energi kimia (pada PLTU) atau mekanis (pada PLTA) ke energi listrik. Efisiensi mesin-mesin ini hanya berkisar dari 30% – 70%. Banyak energi terbuang oleh gesekan menjadi energi panas yang tidak bisa dimanfaatkan. Energi buangan ini menambah entropi mesin, yakni mesin akan aus dan lambat laun rusak.
Jika ada mesin dengan efisiensi lebih dari 100%, artinya kita mendapatkan energi yang lebih banyak daripada yang dimasukkan. Jika ada mesin dengan efisiensi 200% saja, maka seluruh persoalan energi di dunia selesai. Mesin itu akan berfungsi tanpa henti (perpetuum mobile). Tapi yang seperti ini tidak pernah ada.
Semua riset yang ada saat ini hanyalah meningkatkan efisiensi konversi energi. Popularitas mobil terjadi karena ada bahan bakar minyak yang praktis, mudah dibawa dan kandungan energinya cukup tinggi (pada minyak mentah: 42100 KJoule/kg). Sebagai perbandingan, pada accu mobil canggih yang hanya seberat 10 kg, daya simpan energi (12V/60Ah), hanya setara dengan 260 KJoule/kg.
Andaikata sumber energi primer sudah terselesaikan dengan energi nuklir atau energi terbarukan (panas bumi, surya, angin, atau ombak), maka masalah utama sistem transportasi jalan raya adalah menyimpan energi itu agar dapat mudah dibawa, syukur-syukur tanpa memodifikasi apapun pada mesin.
Substansi air tak akan pernah menjadi sumber energi. Tetapi dari air mungkin dibuat penyimpan energi sangat padat (minimal 120067 KJoule/kg = 3 x minyak). Air dapat dipisahkan kembali (elektrolisis) ke unsur-unsur asalnya yaitu hidrogen dan oksigen. Proses pemisahan ini tentu memasukkan energi (endoterm). Hidrogen dan oksigen ini kemudian dipisahkan dalam suatu tabung tekanan tinggi yang aman. Ketika hidrogen dipertemukan kembali dengan oksigen, tentu akan muncul reaksi yang mengeluarkan energi (eksoterm) dan hasil reaksi itu kembali air. Proses ini biasa dipakai dalam peluncuran roket ke luar angkasa. Namun dalam proses ini, energi endotermis pasti lebih besar dari eksotermisnya. Dengan kata lain tidak mungkin membuat bahan bakar dari air!