Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
October 20th, 2009

Negeri Kincir Angin pertama bukan Belanda

Dr. Fahmi Amhar

Apa yang anda pikirkan tentang kincir angin?  Energi alternatif, yang bersih dan terbarukan?  Negeri Belanda nan elok yang dijuluki Negeri Kincir Angin, karena sejak berabad-abad telah secara massif menggunakan kincir angin baik untuk menggiling gandum maupun untuk memompa air demi mengeringkan negerinya yang lebih rendah dari laut?  Apapun yang anda pilih, bila anda menyangka Negeri Belanda adalah negeri kincir angin pertama, boleh jadi anda keliru.

Yang benar, negeri kincir angin pertama-tama pastilah suatu wilayah dalam Daulah Khilafah.  Daulah Khilafah memiliki banyak wilayah yang kering, di mana air saja cukup langka, apalagi sungai yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.  Karena itu, di daerah yang kekurangan air tetapi memiliki angin yang stabil, kincir angin dapat dikembangkan sebagai alternatif sumber energi untuk industri.  Pengembangan teknologi kincir angin dimuat jelas dalam Kitab al-Hiyal  karya Banu Musa bersaudara.  Dan kincir angin pertama kali digunakan di propinsi Sistan, Iran timur sebagaimana dicatat oleh geografer Istakhri pada abad ke-9 M.  Jadi masuk akal bila Sejarawan Joseph Needham menulis, “sejarah kincir angin benar-benar diawali oleh kebudayaan Islam” (Joseph Needham, 1986. Science and Civilization in China: Volume 4, Physics and Physical Technology, Part 2, Mechanical Engineering. Taipei: Caves Books Ltd. Vol 4).

Kincir angin pertama memiliki sumbu vertikal dan terbuat dari enam hingga duabelas layar yang terbuat dari textil dan dipakai untuk menggiling biji-bijian atau menaikkan air, dan bentuknya agak berbeda dari yang belakangan dipakai di Eropa.  Deskripsi rinci alat ini terdapat pada Kitab Nukhbat al-Dahr karya Al-Dimasyqi, ditulis sekitar 700 H / 1300 M.  Dari sini dapat diketahui bahwa pada saat itu sudah terdapat kincir angin bersumbu horizontal yang dikelilingi dinding-dinding penahan angin kecuali pada satu sisi.  Kincir angin ini mulai dipakai di Mesir untuk menggiling tebu dan akhirnya dipakai meluas di seluruh wilayah khilafah pada abad ke-12 M dan mencapai Eropa melalui Spanyol (Kaveh Farrokh, 2007, Shadows in the Desert, Osprey Publishing)

Di Eropa, bentuk kincir angin lambat laun dimodifikasi sehingga memungkinkan kincir untuk menyesuaikan arah hadapnya dengan arah angin yang di Eropa Utara sering berubah-ubah sehingga dapat beroperasi lebih ekonomis.  Rancangan dasarnya digambarkan besar-besar di buku Machinae Novae (Mesin-mesin Baru) dari tahun 1615 karya uskup sekaligus insinyur Fauntus Verantius.  Needham berpikir bahwa “hal ini jelas merupakan penyebaran ke arah barat dari kebudayaan Iberia yang dulunya berasal dari Spanyol Muslim”. 

Adanya kincir angin di Tarrragona, Spanyol selama masa pemerintahan Islam dituliskan oleh para penulis Muslim, misalnya dalam Kitab al-Rawd al Mi’tar (Kitab Taman yang Haram) karya al-Himyari pada tahun 661 H / 1262 M.

Beberapa pihak mengasumsikan bahwa kincir-kincir angin di Eropa adalah temuan asli Eropa.  Namun yang jelas kemunculan kincir angin di Eropa adalah lebih lambat beberapa abad dari pada di dunia Islam.

Dengan datangnya revolusi industri, nilai penting kincir angin sebagai sumber energi primer untuk industri lambat laun tergeser oleh mesin uap atau mesin berbahan bakar fosil, kecuali di tempat-tempat yang memang terisolasi atau terpencil.

Namun demikian, krisis energi akhir-akhir ini menjadi momentum kebangkitan kembali kincir angin.  Kincir angin modern dihubungkan dengan generator dan disebut “generator angin”.  Satu generator angin terbesar sanggup menghasilkan listrik 6 MW (bandingkan dengan satu generator uap besar yang mampu menghasilkan listrik antara 500 sampai 1300 MW).  Kebangkitan energi angin ini seharusnya juga terjadi di wilayah Daulah Khilafah yang dulu pernah memiliki kincir angin terbanyak di dunia.

Tags: , ,

October 5th, 2009

Press Release: Free Download Peta-peta Kawasan Bencana

Menyusul gempa 7.6 SR yang meluluhlantakkan kota Padang dan sebagian wilayah Sumatera Barat dan Jambi, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) telah mengirim peta-peta kawasan bencana ke wilayah bencana.  Peta-peta yang terdiri dari peta rupabumi 1:10.000 sebanyak 41 nomor lembar peta, peta dinding Sumatera Barat, Bengkulu dan Jambi, Atlas Pariwisata dan peta Citra sebanyak 16 nomor ini akan digunakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam mengidentifikasi sebaran kerusakan untuk mempermudah tim penolong baik selama tanggap darurat maupun dalam tahap rehabilitasi dan rekonstruksi nantinya.  Peta-peta tersebut juga telah diupload pada website BAKOSURTANAL (www.bakosurtanal.go.id) untuk free-download, sehingga para pemberi bantuan dari seluruh dunia dapat menggunakan data spasial yang standar, yang lebih akurat dari data-data sejenis yang telah ada di internet.  BAKOSURTANAL juga segera mengirim tim untuk membantu BNPB dalam menggunakan data spasial maupun Sistem Informasi Geografis untuk optimasi tanggap darurat.  Tim ini juga akan meninjau ulang berbagai infrastruktur data spasial yang telah ada selama ini, yang tentu saja mengalami kerusakan berat akibat gempa.  Tim juga akan mengukur ulang titik-titik kontrol geodetik yang kemungkinan telah bergeser beberapa puluh centimeter hingga beberapa meter akibat pergerekan lempeng bumi yang cukup signifikan dalam waktu beberapa detik selama gempa.  Biasanya pergerekan lempeng ini hanya 4-6 centimeter per tahun.

Berdasarkan pengalaman tanggap darurat kebencanaan sejak gempa-tsunami di Aceh pada Desember 2004, BAKOSURTANAL telah memetakan ulang kawasan Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan kawasan pantai Barat Sumatera selebar tiga kilometer dalam rangka membangun Tsunami Early Warning System (TEWS).  Namun rupanya, perhatian masyarakat selama ini terlalu tertuju pada tsunaminya, sedang antisipasi pada gempa berkekuatan besar, yang mestinya terwujud dalam bentuk penegakan aturan bangunan yang lebih ketat (Building Code) agak terabaikan.  Semestinya, bangunan-bangunan di kawasan-kawasan yang telah teridentifikasi rawan bencana segera dievaluasi.  Kalau bangunan itu terbukti belum memenuhi persyaratan dalam Building Code, maka bangunan itu segera direnovasi.  Mungkin proses ini memang memakan biaya.  Namun itu pasti lebih murah daripada ketika bangunan itu dirobohkan oleh gempa secara mendadak.

Perhatian pemerintah maupun masyarakat pada pemetaan kawasan bencana, baik selama masa pencegahan (mitigasi), masa tanggap darurat maupun masa rehabilitasi-rekonstruksi memang masih perlu ditingkatkan.  Ini terbukti bahwa peta kebencanaan dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana baru disebut dalam satu ayat tanpa penjelasan.  Dan kewajiban itupun dibebankan kepada Pemerintah Daerah.  Akibatnya, baru sebagian kecil daerah yang dapat berbuat sesuatu dalam memulai menyiapkan peta kawasan rawan bencana.  Dari sisi landasan hukum, UU ini memang perlu segera diamandemen.  BAKOSURTANAL beserta komunitas-komunitas geospasial, semisal RS-GIS-Forum, Ikatan Surveyor Indonesia dan Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia sedang berupaya keras agar masyarakat kita makin sadar spasial, sehingga juga makin sadar bencana.  Saat ini Pemerintah melalui BAKOSURTANAL juga sedang menggodok RUU Informasi Geospasial, yang diharapkan akan membuat data geospasial lebih memasyarakat lagi.

Contact Person:

Dr.-Ing. Fahmi Amhar (0816-1403109)
Sekretaris Tim Geospasial Tanggap Darurat BAKOSURTANAL
Fax: 021-87906041, email:
famhar@bakosurtanal.go.id, famhar@yahoo.com

Tags: ,

August 22nd, 2009

Industri Islam tak hanya Perangkat Ibadat

Dr. Fahmi Amhar

Kira-kira apakah yang akan dipamerkan dalam suatu pameran perdagangan atau industri Islam?  Beberapa waktu yang lalu ada pameran seperti itu di Jakarta, tidak tanggung-tanggung, judulnya “islamic world trade fair”, pekan raya perdagangan dunia islam.

Jawabannya seperti telah diduga: perangkat ibadat seperti busana muslim / muslimah, sajadah, tasbih, minyak wangi non alkohol, halal-food, hiasan Islami seperti kaligrafi dan sejenisnya, serta biro jasa umrah dan haji plus.  Padahal banyak orang berharap acara itu akan menjadi ajang pertemuan para industriawan dari negeri-negeri Islam.  Mungkin dari Indonesia tampil industri agro, garmen, semen hingga industri pesawat; dari negara-negara Timur Tengah industri petrokimia, dari Malaysia industri otomotif dan dari Iran industri pertahanan.  Tapi entahlah, mungkin para industriawan masih merasa acara itu bukan ajang mereka, atau sebaliknya, penyelenggara memang hanya membidik segmen sempit, yakni muslim yang sedang memenuhi hasrat spiritualnya.

Padahal kalau kita buka lembaran-lembaran sejarah, industri di masa khilafah Islam ternyata memiliki spektrum yang sangat luas.  Donald R. Hill dalam bukunya Islamic Technology: an Illustrated History (Unesco & The Press Syndicate of the University of Cambridge, 1986) membuat sebuah daftar yang lumayan panjang dari industri yang pernah ada dalam sejarah Islam, yakni dari industri mesin, bahan bangunan, pesenjataan, perkapalan, kimia, tekstil, kertas, kulit, pangan, hingga pertambangan dan metalurgi.

Alih teknologi dalam Islam berlangsung sejak abad pertama hingga abad ke-10 Hijriah.  Dapat dilihat bahwa basis kemajuan dan perkembangan teknologi dalam peradaban Islam diperoleh dari peradaban Timur dekat pra Islam (Persia) dan Mediteranian Timur (Romawi), dan diketahui pula bahwa alih teknologi di daerah itu serta di bagian dunia lainnya telah berlangsung sejak sebelum kehadiran Islam.   Namun terlihat bahwa selama periode tertentu, sebagian besar alih teknologi berlangsung dari Islam ke Eropa dan bukan sebaliknya.  Dalam banyak hal, penemuan-penemuan Barat hanya dapat dipakai di Eropa Utara saja.  Bajak beroda berat misalnya, hanya cocok untuk jenis tanah liat yang basah di daerah Eropa.  Bandingkan misalnya dengan penemuan yang lebih universal dari al-Muradi pada abad ke-5 H tentang rangkaian roda gigi penggerak yang rumit dengan gir-gir bersegmen dan episiklus pada beberapa mesin.

Industri kertas yang menggabungkan pengetahuan kimia, material dan mesin bermunculan di dunia Islam setelah ada kontak budaya dengan Cina.  Pada tahun 134 H / 751 M, pasukan Islam memperoleh kemenangan yang menentukan atas Cina sehingga Cina menarik diri dari seluruh daerah Turkistan (daerah Xin Jiang sekarang).  Beberapa buruh Cina yang ditawan dalam pertempuran itu dikirim ke Samarkand dan kota-kota Islam lainnya.

Sementara itu penerimaan teknik Islam oleh Eropa tercermin dari banyaknya kata-kata bahasa Arab yang diturunkan menjadi kosakata bahasa-bahasa Eropa.  Dalam bahasa Inggris kata-kata tersebut seringkali, tetapi tidak selalu, masuk melalui bahasa Italia dan Spanyol.  Beberapa contoh: di bidang tekstil – muslin, sarsanet, damask, taffeta, tabby; di bidang kelautan: admiral, arsenal; di bidang kimia: alembic, alcohol, alkali; di bidang kertas: ream; dalam hal makanan: alfalfa, sugar, syrup, sherbet; di bidang penyamakan kulit: saffron, kermes; dsb.  Dapat diduga bahwa khususnya bahasa Spanyol sangat kaya dengan kata-kata yang berasal dari bahasa Arab, terutama yang berkaitan dengan pertanian dan irigasi.  Contoh: tahona untuk penggilingan, acena untuk kincir air dan acequia untuk kanal irigasi.

Suatu ketika, industri permesinan yang paling maju adalah pembuatan alat-alat irigasi, yakni kincir-kincir otomatis bertenaga air.  Namun industri ini juga menarik tumbuhnya industri konstruksi seperti pembuatan semen untuk konstruksi dam dan kanal, serta industri pertanian untuk mengolah hasil panen yang kemudian melimpah.

Industri irigasi menjadi perhatian utama di negeri-negeri Islam, baik untuk air minum, wudhu, kebutuhan rumah tangga maupun pertanian pada umumnya.  Ini berbeda dengan Eropa Utara yang relatif memiliki curah hujan yang tinggi dan banyak sungai.  Alat irigasi yang pertama-tama dikembangkan adalah shaduf, yaitu semacam katrol pemberat dengan ember pada ujungnya untuk menaikkan air dengan mudah.  Katrol ini masih digerakkan dengan tenaga manusia.  Alat yang lain adalah saqiya dan noria (atau na’ura).  Saqiya digerakkan dengan tenaga hewan (seperti keledai), sedang noria dengan tenaga air.  Kedua alat ini sudah menggunakan roda gigi yang cukup rumit.  Meski alat-alat ini sudah dikenal sejak sebelum kelahiran Islam, namun para ilmuwan Islam telah menaikkan tingkat efisiensinya hingga lebih dari 60 persen.  Al-Jazari, insinyur muslim abad-5 H, mengembangkan lima jenis pompa air yang berbeda dari rancangan tradisional.  Saat ini, sisa-sisa saqiya maupun noria masih bisa ditemui di beberapa desa di Syria maupun Mesir, meski pompa listrik telah banyak menggantikannya.

Umat Islam benar-benar tekun mengembangkan industri bertenaga alam yang terbarukan seperti air atau angin.  Mereka bahkan mengukur aliran sungai berdasarkan jumlah penggilingan yang dapat diputarnya.  Sebuah sungai biasanyanya dinyatakan dalam sekian daya giling (mill-power).  Penggilingan pasang surut digunakan di Basrah abad ke-4 H (11 M), sementara catatan pertama penggunaannya di Eropa adalah seratus tahun kemudian.  Penggilingan biasanya didirikan di pinggir sungai dan terkadang pada penyangga jembatan memanfaatkan kecepatan aliran di tempat itu.  Setiap provinsi Khilafah sejak dari Spanyol dan Afrika Utara hingga Turkestan di batas Cina mempunyai sejumlah penggilingan.  Untuk melayani kota-kota besar bahkan diperlukan penggilingan gandum berskala besar.  Di kota Naishabur Khorasan misalnya, didirikan tujuh puluh penggilingan.  Demikian juga di Palermo Sizilia, ketika kota itu di bawah pemerintahan Islam.  Di dekat Baghdad, setiap industri penggilingan ini mampu menghasilkan sepuluh ton per hari.  Padahal sepanjang sungai Efrat dan Tigris sejak dari kota Mosul dan al-Raqqah hingga Bagdad berdiri ratusan penggilingan yang bekerja siang malam.  Penggilingan bertenaga air juga dilaporkan al-Biruni dipakai untuk industri kertas, industri gula tebu dan pengolahan batuan yang mengandung emas.

Sementara itu di daerah yang kekurangan air tetapi memiliki angin yang stabil, kincir angin menyebar menjadi sumber energi untuk industri.  Pengembangan teknologi kincir angin dimuat jelas dalam Kitab al-Hiyal  karya Banu Musa bersaudara pada abad ke-3 H (9 M).  Tidak heran bahwa sejarawan Joseph Needham menulis, “sejarah kincir angin benar-benar diawali oleh kebudayaan Islam”.

Tags: ,