Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
April 11th, 2013

bukan tanda-tanda kebodohan

Semangat muda yang membaja memang harus ada,
Tetapi itu tidak cukup untuk bekal ke medan laga,
Semua harus disertai sabar yang tak kunjung reda,
Untuk terus belajar, dan tak lekas menepuk dada.

Berikut ini bukan tanda-tanda kebodohan,
tapi kemalasan belajar serius berbulan-bulan,
atau kesombongan merasa sudah ikut sebuah gerakan,
yang lebih hebat dari orang kebanyakan.

Tanda pertama:
Gerakan kami paling benar, yang lain semua salah,
Karena mereka semua tergolong ahli bid’ah,
Duduk bersama ahli bid’ah, itu haram jaddah,
Jadi tak boleh lagi diskusi bersama mereka-lah.

Tanda kedua:
Gerakan mereka asasnya keliru, jadi semuanya palsu,
Apapun yang mereka lakukan, kita tidak boleh setuju,
Status mereka itu, otomatis jadi masalah tahu !
Bahwa mereka akan gagal, kami sudah yakin dari dulu.

Tanda ketiga:
Dakwah itu harus jelas, tegas, tidak boleh basa basi,
Karena itu tidak masalah kalau harus mencela dan memaki,
Santun itu sunnah, wajib sampaikan kebenaran itu pasti,
Kalau lalu dimusuhi, itu risiko kami para pewaris nabi.

Tanda keempat:
Hati-hati dengan peradaban kufur,
Semua hal yang berasal dari sana harus dikubur,
Para pejabatnya diajak tobat lalu disuruh mundur,
Semua yang mereka miliki biarkanlah hancur.

Tanda kelima:
Sekarang ini kita masih hidup seperti Nabi di Makkah,
Jadi seperti belum turun ayat-ayat mu’amalah,
Juga sebenarnya belum wajib itu sholat Jum’ah,
Jadi mau beramal apa saja, caranya terserahlah.

Tanda keenam:
Sekarang ini kita sudah hidup dalam Daulah Islam,
Jadi tak perlu lagilah mengkritik penguasa siang malam,
Bila mau beri nasehat, temuilah empat mata di istana dalam,
Jangan demo, karena itu cara demokrasi yang kufur dan haram.

Tanda ketujuh:
Masyarakat kita ini sudah masyarakat Islami,
Tinggal dipoles amal di sana dan dipoles ahlaq di sini,
Karena itu, jalannya adalah ishlah, bukan revolusi,
Hati-hati, karena revolusi itu sering ditemani anarki.

Ooo saudaraku,
Bila ada salah satu tanda-tanda itu di dadamu,
Lekaslah istighfar lalu segera ambil air wudhu,
Perbaiki niatmu, renungkan kata-kataku,
Dan jangan ambil kesimpulan terburu-buru.

Tags: , , , ,

April 10th, 2013

Pertanian Bebas “Kutukan”

Dr. Fahmi Amhar

Ada obrolan di warung kopi yang mengatakan bahwa dunia pertanian di Indonesia itu penuh “kutukan”.  Ada kampus pertanian terkenal yang menghasilkan sarjana yang ahli dalam banyak hal, kecuali pertanian. Alumni kampus itu banyak yang menjadi wartawan terkenal, ekonom terkenal, politisi terkenal, bahkan ustadz terkenal, tetapi tidak ada karya pertanian mereka yang fenomenal seperti halnya inovasi pertanian dari Thailand.

Dan dalam beberapa tahun terakhir ini, Kementerian Pertanian ternyata memang belum mampu menjadikan negeri ini berswasembada pangan.  Tahun lalu harga kedelai meroket, sampai tahu-tempe yang merupakan makanan rakyat kecil ikut jadi mahal.  Kemudian harga daging sapi ikut meroket, konon karena permainan kuota impor sapi, yang bahkan lalu menyeret beberapa tokoh sebagai tersangka KPK.  Dan hari-hari ini, harga bawang pun demikian.  Niatan mendorong produksi lokal dengan pembatasan impor ternyata malah menjadi masalah baru, karena akar masalah seperti akurasi data kebutuhan, problem skala produksi dan rantai distribusi (transportasi, gudang, pasar) tidak teratasi.  Yang terjadi malah harga naik karena pasokan berkurang, dan importir yang sudah kolusi dengan otoritas pengatur kuota justru menikmati untung besar karena kenaikan harga.

Antara penguasaan teknologi dan swasembada pangan memang terkait erat.  Andaikata umat Islam memiliki ahli-ahli pertanian yang andal, maka kita akan relatif lebih mudah untuk mewujudkan sistem swasembada pangan, yang akan menjaga kita dari pusaran impor pangan yang penuh dengan “kutukan”.

Sayangnya, saat ini bila kita bicara pertanian Islam, orang cenderung hanya terpikir soal kurma.  Padahal Nabi datang ke dunia tidak untuk mengajarkan ilmu pertanian.  Semua ini masuk dalam teknologi yang menurut Nabi “kalian lebih tahu urusan dunia kalian”.  Hanya saja, masih banyak kaum Muslimin yang belum memahami perbedaan antara “sistem” dan “ilmu”.  Dunia kapitalisme memang telah mencampuradukkan antara sistem yang dipengaruhi pandangan hidup (“hadharah”) dan cara-cara teknis hasil eksperimen ilmiah (“madaniyah”).

Tags: , , ,

April 10th, 2013

Hati Lembut Dengan Hati, itu Bukan Bualan

Kita tidak perlu menunggu sesuatu untuk menyebarkan kebaikan,
berbagi ilmu, harta, tenaga, atau nasehat yang mencerahkan.
Kita tidak perlu menunggu ada orang meminta belas kasihan,
ataupun membuat proposal agar kita datang ke acara pengajian.

Kita hanya perlu sikap peduli, empati dan tentu saja persiapan,
Agar ilmu dan nasehat dapat dicerna dan sampai ke tujuan,
Bukan malah menimbulkan salah tafsir dan persengketaan,
ataupun memunculkan fitnah yang berkelanjutan.

Namun memang manusia itu macamnya ada jutaan,
Sekalipun kita sudah siapkan hujjah dan bahasa yang bersesuaian,
Mungkin saja tetap ada yang tersinggung dan marah-marahan,
Tidak perlu semua dilayani, meskipun tetap jadi pelajaran.

Tetaplah tenang jika orang tidak fokus pada topik berkaitan,
Mereka malah sibuk bertanya referensi yang tidak relevan,
Atau soal status pribadimu malah mereka persoalkan,
Itu tanda-tanda mereka kalah tetapi tidak bersikap jantan.

Orang-orang seperti itu sangat perlu didoakan,
Bila perlu ditemui agar terjalin ukhuwah yang melembutkan,
Tapi jangan berjidal terus sampai berbulan-bulan,
Karena hati lembut dengan hati, itu bukan bualan.

Tags: , , , ,