Merajut Pelindung Aurat
Dr. Fahmi Amhar
Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan bahwa hari-hari ini Indonesia sudah memasuki kondisi “Daurat Kejahatan Seksual”. Bagaimana tidak, ada ayah yang menzinai anak perempuan kandungnya sendiri, konon dengan restu istrinya (ibu si gadis), karena si ibu merasa sudah tidak bisa melayani suaminya, dan “daripada sama orang lain, tidak jelas, mending sama anak sendiri saja”, begitu pikirnya.
Tentu saja persoalan kejahatan seksual sangat kompleks. Ada unsur taraf “kecerdasan islami” yang rendah. Ada godaan akibat tayangan televisi yang tidak sehat. Ada peredaran pornografi dalam bentuk VCD porno ataupun via internet yang sangat bebas. Ada dampak kemiskinan sehingga satu keluarga hanya hidup dalam satu kamar, sehingga aurat tidak lagi dapat terjaga. Ada dampak dunia kerja lebih mengakomodasi perempuan, sehingga perempuan pekerja relatif lebih cepat capek, sementara suaminya yang pengangguran jadi kurang kerjaan.
Namun salah satu yang sangat penting adalah, karena persoalan aurat yang memang kurang terjaga. Padahal Islam sangat memperhatikan persoalan perlindungan aurat. Salah satu bentuknya adalah teknologi tekstil.
Industri tekstil termasuk industri pelopor pada masa Islam. Ini wajar karena menutup aurat adalah kewajiban sekaligus kebutuhan dasar masyarakat. Pengaruh industri tekstil di masa Islam tampak dari kata-kata Arab untuk tekstil yang ada pada bahasa-bahasa Eropa, misalnya kata damask, muslin dan mohair dalam bahasa Inggris.