Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
November 13th, 2008

Mencari Nilai Tambah (2)

Keputusan saya tidak diterima di Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur PMDK bagaikan palu vonis “bersalah” dari seorang hakim.  Ada tetangga yang usul agar saya “naik banding”, kalau perlu “kasasi” sekalian.  Mereka juga guru, namun di SMA lain, dan tahu, bahwa PMDK dibuat dengan penelusuran prestasi kelas 1 dan 2 SMA.  And I was not so worst.  Kelas 1-2 saya selalu masuk 5 besar di kelas.  Nilai baru “ancur-ancuran” di semester 5 (kelas 3) setelah saya keseringan meninggalkan sekolah untuk ikut final lomba karya tulis di berbagai tempat.  Jurusan yang saya pilih di PMDK memang jurusan favorit saya – fisika FMIPA – namun bukan favorit bagi banyak orang, dan alokasinya saat itu jauh lebih besar dari jurusan-jurusan seperti teknik elektro atau teknik sipil.  Anehnya ada siswa yang prestasi kelas 1-2 “hampir tidak kedengaran”, justru masuk ke jurusan-jurusan favorit tadi.  Jadi masuk akal kalau pak tetangga yang guru tadi menduga, jangan-jangan ada konspirasi untuk menghancurkan saya, jangan-jangan form PMDK saya memang sengaja dihilangkan atau tidak diproses semestinya.  Siapa mereka?  Jangan naif, di dunia itu orang yang berprestasi selalu hidup dua kali lebih berat: pertama mempertahankan prestasinya, kedua menghadapi orang-orang yang dengki!

Ah pikir saya tidak ada gunanya melanjutkan investigasi seperti itu.  Hanya pengadilan yang bisa dibanding atau dikasasi.  Namun keputusan seleksi murid atau mahasiswa selalu bersifat final, seperti keputusan juri lomba karya tulis yang sering saya ikuti, betapapun anehnya keputusan itu.

Namun sebelas tahun kemudian saya justru mensyukuri kejadian itu.

Karena tidak lolos PMDK, saya harus mempersiapkan diri ikut test Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) Perguruan Tinggi Negeri.  Sementara 50 lebih “elit alumni” SMA saya dapat bersenang-senang berliburan, saya harus ikut prihatin bersama ribuan lulusan lain, antri formulir di UGM dari Shubuh.  Saya heran kenapa untuk ambil formulir saja harus dibuat begitu rumit.  Nanti pas menyerahkan kembali formulir yang telah diisi, antri lagi berjam-jam.

Karena tidak punya uang untuk ikut bimbingan test, saya meminjam buku-buku kumpulan soal dari kakak kelas, dan hampir seribu soal di situ saya kerjakan semua.  Kalau dengan kuncinya masih beda, ya telusuri lagi teorinya, sampai ketemu bagaimana mendapatkan jawaban yang benar.  Rasanya baru kali itu belajar agak beneran … he he …

Apa “Plan-B” kalau Sipenmaru gagal?  Betapapun hebatnya potensi kita dan betapapun sungguh-sungguhnya persiapan kita, akhirnya Tuhan juga yang akan menentukan.  Bisa saja, tiba-tiba di hari-H kita jatuh sakit, atau ketabrak becak lalu masuk rumah sakit he he …  Apa ya “Plan-B”-nya?

Saya tidak bermimpi sekolah di swasta.  Tidak terbayang.  Kalau di PTN, tabungan saya mudah-mudahan mencukupi untuk bayar uang kuliah dan hidup satu semester.  Setelah itu saya harus survive dengan kuliah sambil menjadi penulis atau tukang ketik atau mengajar di suatu bimbingan belajar.  Akhirnya untuk “Plan-B” saya mendaftar di Politeknik (D3).  Pas mendaftar, panitianya heran ketika melihat copy Nilai Ebtanas Murni (NEM) saya.  NEM rata-rata 8 lebih koq mendaftar di Politeknik ….

Tiba-tiba saya berjumpa dengan teman SMA yang membawa koran tentang iklan beasiswa dari program Overseas Fellowship Program (OFP) – Ristek untuk mengirim lulusan SMA belajar ke Luar Negeri dengan status ikatan dinas (karyasiswa) untuk lembaga-lembaga riset, yaitu BPPT, LIPI, LAPAN, BATAN dan BAKOSURTANAL.  Adapun negara yang menjadi tujuan saat itu tertulis Jerman, Belanda, Perancis, Inggris dan Jepang.  Ya, tanpa pikir panjang, saya ikutan saja.  Dan karena saya senang fisika – dan sangat terobsesi jadi fisikawan nuklir, saya melamar untuk menjadi karyasiswa Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), dan negara yang saya pilih adalah Jerman.

Seleksi OFP ini berlangsung beberapa tahap.  Tahap pertama adalah seleksi administrasi. Yang boleh melamar harus memiliki nilai Fisika-Kimia dan Matematika minimal 7 di STTB.  Waktu itu nilai NEM tidak ditanyakan.  Saya beruntung nilai STTB masih “selamat”, meski ada guru pelajaran tersebut yang ditengarai ikut “berjasa” membuat saya tidak lolos PMDK.  Mungkin bingung juga karena NEM saya “ketinggian” kalau nilai STTB saya lebih rendah dari 7.  Waktu itu ada perintah agar nilai STTB, dibuat dengan rumus (p+q+nr)/(2+n).  p & q adalah rata-rata nilai ulangan harian semester 5 dan 6, r adalah NEM, sedang n adalah koefisien pembobot NEM yang ditetapkan berkisar dari angka 1 sampai 3.  Tetapi sepertinya, khusus untuk saya, koefisien n ini dibuat kurang dari 1.  Wallahu a’lam.

Tahap kedua adalah seleksi akademis.  Selama dua hari sekitar 6000 peserta ditest di Gelora Senayan untuk mengerjakan soal-soal Fisika, Kimia, Matematika dan Aptitude, yang semuanya essay.  Untungnya saya masih hangat dari Sipenmaru.  Tetapi sebagian kompetitor saya ternyata sudah setahun jadi mahasiswa di ITB, UI atau beberapa perguruan tinggi ternama lainnya.  Beberapa teman SMA saya yang PMDK juga ikutan.  Ya Allah, kalau Engkau menganggap aku akan menjadi dekat padamu dengan lulus test ini, jadikan aku lulus ya Allah; namun kalau tidak, lebih baik Engkau tutup pintunya dari awal …

Beberapa minggu kemudian saya dipanggil untuk psikotest tertulis.  Berarti test akademis sudah lolos.  Ada 900 orang yang dipanggil untuk psikotest.  Dari 900 ini nanti akan dipilih sekitar 250 orang yang akan diberi beasiswa OFP.  Hari psikotest tertulis bertepatan dengan hari pengumuman Sipenmaru.  Pagi itu saya membeli koran.  Demikian juga beberapa peserta lain.  Kami mencari nama kami di sela-sela mengerjakan psikotest.  Alhamdulillah saya diterima di Fisika ITB.

Tapi lalu ada masalah.  Psikotest wawancara ternyata bertepatan harinya dengan daftar ulang untuk Fisika di ITB.  Aduh bagaimana ini?  Saat itu setidaknya perlu 4 jam untuk naik bus dari Jakarta ke Bandung.  Bagaimana kalau telat?  Akhirnya, saya pikir lebih baik saya ambil yang sudah pasti saja.  Psikotest ini masih belum tentu lulus.  Kenyataannya memang ada teman saya yang terlalu berharap pada beasiswa OFP, kemudian melepas kursinya di salah satu PTN dengan tidak daftar ulang, dan ternyata psikotest OFP gagal.  Akhirnya dia nganggur setahun.

Keputusan saya tidak meneruskan test OFP agak mengecewakan ibu saya.  Mungkin bagi beliau terbayang kesulitan yang bakal saya hadapi untuk menempuh studi di Bandung, terutama dari sisi finansial.  Tapi bismillah, saya meyakinkan diri, bahwa bersama kesulitan pasti ada jalan keluar.

Demikianlah saya memulai hidup di Bandung.  Saya bersekolah pada bidang minat saya: fisika.  Saya sudah bertekad akan mencetak prestasi sebaik-baiknya, agar dapat beasiswa dari ITB, walaupun belakangan ternyata saya telat memasukkan aplikasi.  Yach berarti harus nunggu setahun lagi.  Jadi harus mulai menulis lagi ini, agar dapat honor, agar bisa membiayai kuliah.

Tiba-tiba, dua bulan kemudian, ada panggilan lagi dari Sekretariat OFP-Ristek untuk test susulan.  Panggilan itu ditujukan ke rumah ibu di Magelang, sehingga ibu saya sangat menganjurkan agar saya ikut test lagi.

Saya sendiri menanggapinya datar-datar saja?  Sekarang bukan soal dapat sekolah.  Saya sudah dapat kursi di ITB, dan saya enjoy.  Sedang lulus test OFP ini baru sebuah awal.  Mereka yang lulus kemudian akan menghadapi kursus bahasa dan IPA yang intensif.  Kalau gagal, ya tidak jadi berangkat ke Luar Negeri.  Lalu mereka yang berangkat, nanti harus ikut test masuk di Universitas yang akan mereka tuju.  Kalau gagal gimana?  Pulang?  Atau masuk Universitas lain yang lebih jelek?  Taruhlah berhasil, maka lalu harus sekolah di sana, dengan beban yang tentu lebih berat.  Beban bahasa, beban budaya, beban materi kuliah yang tentu tidak seringan di Indonesia, di ITB sekalipun.

Saya mendapat surat dari teman yang sudah lolos test sebelumnya dan sempat ikut kursus bahasa Jepang karena mau dikirim ke Jepang.  Baru dua minggu, teman saya ini mengundurkan diri.  Tidak tahan belajar bahasa Jepang.  Untunglah, dia masih sempat menyusul kuliahnya di UGM.  Saya bagaimana ya?  Apalagi di ITB kalau meninggalkan kuliah seperti itu harus cuti, dan ini tidak menambah lama studi maksimum.

Selain itu, ternyata instansi yang dapat saya pilih juga sudah berubah.  Tinggal BAKOSURTANAL.  Apa pula ini?  Baru dengar.  Kalau BPPT, BATAN, LIPI, semua anak sekolah insya Allah tahu.  Tetapi Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional?  Lagi pula bidang studinya cuma ada geodesi atau geografi.  Saya suka fisika.  Bagaimana ini?

Akhirnya, saya pasrah.  Saya akan memenuhi anjuran ibu, walaupun akan ikut test tersebut tanpa beban.  Nothing to lose.

Tags: , ,

October 24th, 2008

Mengisi blog

Ternyata saya bukan blogger, yang siap mengupdate isi blog  ini setiap hari.

Walaupun banyak peristiwa, baik saya alami sendiri (dan mungkin penting untuk dishare ke teman-teman), ataupun peristiwa lain yang orang tanya komentar saya (seperti krisis finansial global sekarang ini), tetapi koq kenapa ya … males nulis di blog.  Padahal banyak waktu tercurah untuk diskusi, yang lawan diskusinya kadang cuma seorang.  Kalau via blog kan langsung dapat diakses jutaan orang …

OK-lah, mudah-mudahan ini bisa saya perbaiki.

Btw, soal krisis finansial global, saya jadi ada hobby baru.  Setiap kali buka komputer, saya akan bilang, “sekarang lihat index saham dulu lah …”.  Kawan saya tanya, “emang kau punya saham apa saja?”.  “Nggak ada” – kata saya.

Tapi kan tidak salah, walau tidak punya saham selembarpun, kita mengikuti perkembangan index saham dunia, dari Dow Jones, Nikkei ataupun Hang Seng.

Sebenarnya saya ingin nulis cukup panjang lebar ttg krisis finansial global.Tapi udahan dulu lah, udah sore nich.  Gak jadi lagi dech jadi blogger …

Salam

FA.-

Tags: ,

September 10th, 2008

Teknologi Anti Korupsi

Dr.-Ing. Fahmi Amhar
Peneliti Utama, Bakosurtanal.

Berniat menyusul “sukses” konferensi PBB tentang perubahan iklim (UNCCC) di Bali akhir 2007 lalu, Indonesia kembali menjadi tuan rumah konferensi serupa, yaitu konferensi PBB tentang anti korupsi ke-2 atau Conference of States Parties to the United Nations Convention Against Corruption 2 (COSP-2 UNCAC), yang juga akan diselenggarakan di Bali pada 28 Januari hingga 1 Februari 2008.

Kalau pada UNCCC salah satu yang mengemuka adalah tuntutan negara-negara berkembang untuk mendapatkan transfer teknologi ramah lingkungan untuk mencegah atau mengurangi gas rumah kaca, maka pada UNCAC ini yang mengemuka adalah teknologi untuk mencegah dan mengurangi korupsi.

Apakah ada teknologi anti korupsi seperti ini?  Korupsi adalah suatu bentuk kejahatan luar biasa, yang terkait dengan masalah ahlaq?  Mungkinkah ada teknologi yang dapat menggiring agar ahlaq seseorang lebih lurus?  Pertanyaan ini memang sangat filosofis, dan perlu dijawab sebelum kita memutuskan apakah teknologi dapat efektif untuk memerangi korupsi atau tidak?

Dari pengamatan kita dapat melihat bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak faktor: motivasi pribadi, kultur/kesempatan yang diberikan lingkungan, dan paksaan sistem.  Paksaan sistem dapat berupa peraturan dan dapat pula berupa teknologi.

Contoh: Untuk untuk mencegah agar jalan tidak macet oleh para penyeberang sembarangan, kita bangun jembatan penyeberangan.  Untuk menggiring orang agar menyeberang pada jembatan penyeberangan itu, kita dapat kembalikan pada kesadaran individu yang dicoba dibentuk dengan edukasi.  Namun realita menunjukkan, kesadaran ini hanya akan muncul pada sedikit orang.  Sebagian orang malas untuk naik turun jembatan penyeberangan.  Lalu ada pengaruh kultur.  Kalau orang kita ada di Luar Negeri yang kultur kepatuhan lalu lintasnya tinggi, mereka juga malu untuk menyeberang jalan bukan di tempatnya.  Sebaliknya, orang asing dari negara maju jika datang ke negeri kita, juga lalu tidak malu ikutan melanggar, karena kultur kepatuhan kita rendah.  Untuk itu diperlukan pemaksaan oleh sistem.  Pada situasi tertentu, sistem ini cukup berupa aturan.  Misalnya, mereka yang menyeberang tidak di jembatan akan didenda Rp. 1 juta.  Namun efektifkah aturan ini?  Yang akan terjadi, kalau ada petugas yang menangkap basah pelanggar, lebih cenderung akan ada cincai.  Lebih ringan membayar Rp. 50.000 saja ke petugas, tanpa kwitansi, dan uang masuk kocek pribadi petugas, yang gajinya toh juga kecil.  Pemaksaan ini lebih efektif dengan memasang pagar tinggi di tepi atau median jalan, sehingga orang mau tak mau harus lewat jembatan.  Pagar tinggi inilah teknologi pemaksa perilaku.  Dan inilah yang kita cari untuk mencegah dan mengurangi korupsi.

Transparansi

Adalah fitrah manusia untuk tidak ingin diketahui umum jika perbuatannya dirasa melanggar hukum atau norma/etika/kepatutan yang berlaku.  Karena itu wajar jika alat utama pencegah korupsi adalah keterbukaan atau transparansi.  Karena itu, teknologi utama pencegah korupsi ada pada teknologi yang mendukung transparansi.

Transparansi ini mulai dari perencanaan, penganggaran, rekrutmen personel, pengadaan barang dan jasa, pelaksanaan pekerjaan, perjalanan, pengawasan hingga penggunaan hasil pekerjaan.  Karena tujuannya adalah transparansi, yaitu keterbukaan informasi, maka teknologi informasi dengan beberapa pengembangannya akan sangat menonjol di sini.  Berikut ini adalah beberapa contoh inovasi yang sedang dikembangkan:

Cooperative-planning.  Ini adalah suatu teknologi, di mana masyarakat via internet dapat memonitor perencanaan tata ruang pemerintah daerahnya sejak awal.  Masyarakat jadi tahu di mana saja yang akan dikembangkan, apa dampaknya bagi lingkungan & sosial-ekonomi sekitarnya, termasuk juga perkembangan harga tanah di daerah itu.  Gerak mafia tanah dan oknum pemda pembisiknya akan terbatasi.  Masyarakat juga dapat memberikan masukan secara langsung atas perencanaan yang sedang dibuat.

Cooperative-Budgetting.  Ini teknologi penganggaran rinci dari dengan pelibatan masyarakat bisnis dan calon pengguna secara langsung, sehingga menghindari duplikasi, mark-up maupun penganggaran untuk kegiatan siluman atau kegiatan yang tak ada penggunanya.

e-Recruitment.  Ini adalah teknologi untuk merekrut calon personel, di mana para calon cukup mengisi CV melalui website, dan sekaligus mengerjakan suatu test on-line yang akan menentukan apakah yang bersangkutan pantas dipanggil wawancara atau tidak.  Pada saat tatap muka, para calon harus dapat membuktikan bahwa semua data dan dokumen yang mereka tulis dalam CV adalah sahih.  Teknik ini selain mengurangi KKN dalam rekrutmen juga efisien bagi lembaga untuk mendapatkan orang yang tepat dan bagi sang calon untuk mendapatkan tempat kerja yang tepat.  Contoh yang sudah berjalan adalah pada jobs.com.

e-Procurement.  Ini adalah teknologi untuk melakukan tender barang dan jasa secara on-line.  Syarat dan ketentuan tender dapat dilihat siapapun.  Beberapa kriteria kunci (seperti spesifikasi, delivery time, harga, dsb) sudah disiapkan form-nya secara on-line, dan sistem dapat dengan otomatis membatasi calon yang dipanggil tatap muka untuk dilihat otentitas segala dokumen yang dimilikinya atau untuk wawancara.   Selain transparan, cara ini juga sangat hemat waktu dan kertas.  Saat ini, tender konvensional sangat boros kertas, karena setiap proposal akan dilampiri berton-ton dokumen perusahaan, yang umumnya juga tidak dibaca oleh panitia tender.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, sistem akuntansi yang terkoneksi dengan sistem penjadwalan pekerjaan, dapat sangat efektif digunakan untuk pengawasan.  Setiap milestone harus dilampiri foto dari objek yang telah selesai.  Auditor dan masyarakat dapat memeriksa apakah objek tadi secara real ada di alam nyata?

Untuk perjalanan, seseorang dapat dilengkapi dengan “gelang-GPS”, yang akan merekam koordinat dari rute perjalanannya, atau merekam tempat tujuannya setiba di sana.  Sekarang sudah ada gelang GPS yang merekam koordinat ini setiap 10 menit sekali, sehingga baterei tahan berhari-hari.  Gelang-GPS ini dapat diatur agar hanya dapat dimatikan dengan sidik jari dari pemberi tugas.  Pada level yang lebih sederhana, saat ini ada beberapa taksi yang dilengkapi GPS, sehingga sopir tak bisa seenaknya, sebab posisinya selalu dapat diketahui sentral taksi (call-center).  Namun di saat yang sama sopir juga diuntungkan karena dengan sistem itu order langsung diberikan ke taksi terdekat yang kosong.

Pengawasan

Pada umumnya, pengawasan dilakukan dengan melihat neraca obyek yang diawasi.  Neraca ini dapat dikembangkan agar tak cuma bersifat tabular, tetapi juga bersifat spasial (keruangan).

Seandainya ada aturan bahwa dalam tiap LPJ kepala daerah atau bahkan presiden wajib dilampiri peta / citra satelit yang menunjukkan kondisi lingkungan sebelum dan sesudah masa jabatan, tentu juga para kepala daerah tidak bisa seenaknya menguras kekayaan daerahnya.  Rakyat yang cerdas spasial juga terbantu dalam ikut mengontrol jalannya pemerintahan.

Setiap pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) atau Konsensi Hutan Tanaman Industri (HTI) diwajibkan menyetor foto / citra Landsat setiap tahun.  Pemerintah ingin menilai berapa besar hutan yang benar-benar ditebang dan sejauh mana penanaman kembali.  Praktek yang terjadi saat ini, foto atau citra itu sering dimanipulasi.  Sepintas memang tampak mudah mengambil suatu bagian citra atas lahan yang masih berpohon untuk dicopy di bagian lain yang sudah gundul.  Penebangan berlebih jadi tersembunyi.  Hanya saja, teknik ini mustahil dilakukan sempurna untuk semua kanal Landsat yang ada 7.  Dengan analisis spektrum di semua kanal akan ditemukan discontinuity.  Gambar akan tampak aneh di kanal lain.  Hanya gambar asli yang tidak menunjukkan efek itu.  Korupsi pajak HPH dan pelanggaran konsesi yang amat membahayakan lingkungan dapat terdeteksi.

Sistem perpajakan di Indonesia menganut asas self-assesment.  Sayangnya, banyak hal membuat tingkat kejujuran wajib pajak masih rendah, termasuk para pejabat!  Bahkan jumlah orang kaya yang punya NPWP masih di bawah 20%.  Namun dengan citra resolusi tinggi (misal Quickbird) dapat diidentifikasi dengan cepat asset-asset yang ada di suatu tempat (rumah, kolam renang, lapangan golf) untuk diuji silang dengan status kepemilikan dan perpajakannya.  Tentunya akan janggal bila pemilik rumah mewah belum punya NPWP.  Janggal pula bila sebuah pabrik besar (tampak di citra), ternyata melaporkan jumlah produksi yang amat kecil – dan tentunya PPN atau PPh yang kecil.  Dengan ini, upaya main mata pemeriksa dengan wajib pajak (ini korupsi “sektor hulu” terbesar) dapat lebih awal dicegah!

Investigasi

Bagian terakhir dari teknologi anti korupsi adalah teknik investigasi.  Biasanya ini dimulai dari analisis laporan transaksi keuangan, baik yang ada di bank maupun hasil audit akuntansi dan juga audit atas alat komunikasi atau   komputer yang sering dipakai (ini disebut ICT-forensic).  Korupsi jarang bisa dilakukan sendirian dan sulit tidak meninggalkan bekas, walaupun itu hanya sms.  Meski kadang dibuat rekening atas nama orang lain (misalnya pembantu, sopir atau anak asuh),  tetapi jika orang-orang ini, yang kesehariannya amat sederhana, tiba-tiba menerima transfer uang yang sangat besar, tentu tampak kejanggalannya.    Jika tidak ingin terdeteksi lewat ICT-forensic, maka dia akan minta serah terima uang dilakukan langsung, dan tentu saja tanpa tanda terima.  Untuk yang seperti ini perlu dilakukan skenario agar tertangkap basah.

Maka jika indikasinya cukup kuat, dilakukan aksi mata-mata (surveillance), seperti menaruh kamera tersembunyi untuk menangkap basah sang pelaku pada saat melakukan transaksi fisik.

Namun seluruh teknologi ini hanya bisa diterapkan bila perangkat hukumnya mendukung.  Beberapa UU hingga Kepres tentang penerimaan CPNS atau pengadaan tentu wajib diubah agar lebih transparan dan dapat mengadopsi teknologi anti korupsi.  Saat ini masih banyak aturan yang justru menyuburkan korupsi.  Misal aturan bahwa untuk pengadaan harus ada perusahaan penjual di Indonesia.  Akibatnya ketika membeli buku atau software dari Luar Negeri, kita tidak bisa membeli via amazon.com dengan cukup menggunakan kartu kredit, tetapi harus melalui proses penawaran yang ribet, dan ujung-ujungnya jauh lebih mahal.

Jadi implementasi seluruh teknologi ini tentu memerlukan keputusan yang berani dari pemimpin masyarakat, termasuk keberanian untuk memperbaiki aturan main.  Memang benar, seorang pemimpin harus seseorang yang shaleh, jujur, cerdas dan diterima masyarakat.  Tetapi lebih dari itu ia juga harus orang yang berani berhadapan dengan semua tradisi dan hukum yang anti syariat, termasuk terhadap para pelanggar hukum terutama dari kalangan orang-orang kuat.  Untuk itu, dia harus takut hanya kepada Allah saja.

Tags: , , ,