Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu jenis dan tingkat kualitas kontribusi mereka.
Sikap hidup seseorang terhadap hidupnya, itu ada beberapa tingkatan.
Tingkatan paling rendah adalah apatis. Dia tidak berbuat apa-apa. Dia pasrah saja kemana “air mengalir”. Padahal air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Kadang air juga tidak mengalir ke lautan, tetapi berhenti di septic-tank. Orang semacam ini, ada yang karena pemahaman taqdir yang keliru. Dia percaya, bahwa Allah sudah menjamin rizkinya, rizkinya tidak akan nyasar, tidak akan bisa diambil orang lain. Tetapi satu hal yang dia lupa, bahwa rizkinya tidak akan datang sendiri ke dirinya. Dirinyalah yang harus berusaha menjemput rizkinya itu di suatu tempat yang telah ditentukan Allah, dengan sebuah usaha yang juga telah disyariatkan Allah.
Tingkatan berikutnya adalah positif. Dia berbuat sesuatu. Dia tidak membiarkan dirinya rusak, membusuk sendiri oleh keadaan. Namun, perbuatannya masih menunggu stimulasi. Dia kadang masih bersikap reaktif. Kalau tidak ada sebuah aksi dari luar, dari dirinya tidak muncul sebuah reaksi. Kalau dia seorang mahasiswa, dia baru belajar kalau dosennya memberi tugas, atau mengumumkan bahwa besok akan ujian. Masih positif sih, bahwa dia lalu belajar. Tetapi, belajar itu belum muncul dari dirinya sendiri karena kecintaannya pada ilmu.
Tingkatan yang lebih tinggi lagi adalah produktif. Dia menghasilkan sesuatu. Dia berpartisipasi pada meningkatnya harkat hidup diri dan lingkungannya. Bahkan dia sedikit banyak memberikan andil pada Produk Domestik Bruto dalam arti yang seluas-luasnya. Dia tidak hanya belajar agar dirinya lulus ujian, tetapi juga menghasilkan sebuah karya tulis yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Keberadaannya sebagai seorang lulusan sarjana masuk dalam statistik nasional yang menghitung angka output perguruan tinggi. (more…)
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu siapa saja relasinya dan bagaimana kualitas hubungannya.
Ada seorang tokoh nasional yang pernah ditanya tentang rahasia suksesnya. Dia mengatakan ada 5, yaitu: (1) Shahib; (2) Friend; (3) Freund; (4) Kamerad; dan (5) Teman. Tentunya dia hanya bergurau. Intinya, keberadaan teman itu luar biasa penting dalam jalan hidup seseorang. Dan siapa yang akan kita jadikan teman, itu tergantung pilihan kita sendiri.
Rasulullah saw. pernah bersabda “Perumpamaan teman yang shaleh dengan yang buruk itu seperti penjual parfum dan pandai besi. Berteman dengan penjual parfum akan membuatmu harum karena kamu bisa membeli minyak wangi darinya atau sekurang-kurangnya mencium bau wanginya. Sementara berteman dengan pandai besi akan membakar badan dan bajumu atau kamu hanya akan mendapatkan bau tidak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi bagi yang hari ini merasa belum begitu sukses, salah satu yang wajib diubah adalah pilihan teman atau relasinya. Kalau yang relasinya sudah cukup bagus, maka perlu ditilik ulang, bagaimana kualitas hubungannya.
Orang memilih teman pasti berdasarkan motivasi tertentu. Ada yang karena orang-orang itulah yang biasa dijumpainya di lingkungannya, baik tetangga, sekolah atau tempat kerja. Dari yang selingkunganpun, pasti dipilih juga. Mungkin yang memiliki kesamaan atau kedekatan asal daerah, asal sekolah, hobby atau minat yang sama.
Ada juga yang sengaja mencari teman yang memiliki kekayaan, ilmu atau kedudukan tertentu. Orang-orang seperti ini suatu saat pasti bermanfaat. Bisa untuk mengajari bisnis, atau memudahkan mencari bantuan atau sumbangan. Bisa juga untuk mengajari sesuatu atau mencarikan solusi ketika berhadapan dengan tembok tebal birokrasi. (more…)
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu arena kompetisi yang mereka ikuti.
Semua orang yang sekarang dikenal sebagai tokoh, pasti pernah melalui sebuah kompetisi. Ilmuwan terkenal biasanya juara di campus, doktor termuda, atau memenangkan suatu research-award dalam persaingan proposal yang ketat. Artis terkenal biasanya juara kompetisi semacam Indonesian-Idol atau setidaknya lolos audisi yang ketat untuk memerankan tokoh utama. Politisi terkenal biasanya terpilih dalam suatu kompetisi di internal partai atau bahkan pemilu. Pendek kata, tidak ada perubahan nasib, kecuali melalui sebuah kompetisi.
Persoalannya, kompetisi seperti apa yang ingin kita lalui ?
Dalam hidup ini, setidaknya ada 2 kompetisi:
Pertama: kompetisi internal, yakni berhadapan dengan diri sendiri. Ini sebenarnya adalah kompetisi yang paling berat. Kita diminta mengalahkan diri kita sendiri. Bisa berarti mengalahkan ego kita, hawa nafsu kita; atau mengalahkan rekord / capaian kita sendiri. Puasa adalah salah satu cara untuk mengalahkan ego kita. Tetapi dalam puasa pun kita bisa mengalahkan rekord kita sendiri. Kalau tahun lalu, selama bulan puasa kita hanya bisa khatam 1 kali, bagaimana kalau kali ini kita khatam 2 kali, atau khatam 1 kali tetapi ditambah khatam membaca tafsirnya? Kalau tahun lalu kita bisa shadaqah buat buka puasa satu orang sehari, bagaimana kalau tahun ini dua orang per hari ? Kompetisi internal inilah yang membuat dunia terus maju. Ketika ada seorang juara dunia lari yang tidak terkalahkan, maka selanjutnya dia hanya memecahkan recordnya sendiri! (more…)