Alhamdulillah, setelah sukses dengan FSQ-training, saya mencoba menjawab tantangan kalangan kampus dan dunia peneliti untuk mengembangkan jenis baru pelatihan, yaitu TSQ (Technoscience-Spirituality-Quotient) = melejitkan kreativitias ilmiah berbasis spiritual.
Training ini memiliki missi sebagai berikut:
1. Membimbing agar setiap orang mendapatkan landasan spiritualitas yang kokoh, keimanan yang tahan banting secara rasional, dan produktif secara ilmiah. Keimanan tidak disalahgunakan untuk menghambat penyingkapan hukum-hukum alam secara ilmiah, tetapi sebaliknya, justru mendorong pembukaan cakrawala-cakrawala baru bagi dunia ilmiah.
2. Menjadikan seseorang yang memiliki kepekaan ilmiah yang tinggi sekaligus juga menjadi seseorang yang memiliki kedalaman iman. Ilmu pengetahuan tidak memunculkan arogansi ilmiah yang menolak aqidah dan syariat, tetapi sebaliknya, justru memperkuat iman dengan perspektif baru, serta membentengi iman dari godaan mitos, tahayul, bid’ah dan churafat.
3. Membentuk seseorang yang pada dasarnya kreatif agar mewujudkan kreativitasnya dalam bingkai tanggungjawabnya sebagai pemakmur di muka bumi (khalifatul fil ardh). Kreativitas bukan suatu ancaman yang harus dikekang atau dibatasi pada satu dimensi kehidupan saja, tetapi suatu potensi yang kalau dibingkai secara tepat, akan dapat menjadi salah satu pilar kekuatan kemanusiaan yang bertanggungjawab kepada Sang Pencipta kehidupan. Kreativitas yang paling merubah dunia adalah kreativitas teknologi. Hanya sayangnya, ketika teknologi dikembangkan tanpa basis spiritualitas, maka teknologi akan menjadi hampa, tidak memanusiakan manusia, dan tidak bersahabat dengan alam. Teknologi yang seperti ini akan tidak berkelanjutan.
Training ini diarahkan untuk:
1. Para mahasiswa dan peneliti agar meraih prestasi ilmiah yang tinggi sekaligus dalam stabilitas keimanan yang terjaga, sehingga siap menjadi agen perubahan untuk menolong bangsa yang saat ini sekarat, karena tergantung oleh teknologi asing, sehingga terbelit oleh hutang bunga berbunga dari luar negeri, terjajah secara politik, dan tinggal menunggu ajalnya.
2. Para aktivits masjid agar terbuka wawasannya pada dunia ilmiah, agar tidak terseret pada isu atau mitos yang kontraproduktif, sehingga dakwah mereka dapat bersinergi dengan arus intelektual kampus yang telah tercerahkan.
3. Masyarakat umum, agar berkembang menjadi “learning-based-society” dan “knowledge-based-society” – masyarakat yang gemar belajar dan masyarakat yang menggunakan ilmu pengetahuan dalam aktivitas kesehariannya, bukan masyarakat yang gampang diombang-ambingkan oleh sentimen-sentimen palsu, gossip-gossip murahan atau mitos-mitos usang.
Training diberikan dalam satu hari atau setengah hari (tergantung tingkat kedalaman). Metode training adalah menggabungkan antara aspek intelektual, emosi dan spiritual pada diri seseorang, sehingga diharapkan hasil maksimal yang mendorong seseorang untuk bersikap dan bertindak seperti yang diharapkan.
Soekarno lahir 1901, jadi presiden tahun 1945, usia 44.
Soeharto lahir 1921, jadi presiden tahun 1966, usia 45.
Mungkin ini yang menyebabkan mereka sangat gesit pada awalnya.
Visioner, cekatan, berani …
Presiden setelah itu baru naik setelah mendekati/melampaui “usia pensiun”.
Habibie lahir tahun 1936, jadi saat 1998 jadi presiden, usianya telah 62 tahun.
Gus Dur lahir tahun 1940, jadi saat 1999 menggantikan Habibie, usianya telah 59 tahun.
Megawati lahir tahun 1947, jadi saat 2001 mengantikan Gus Dur, usianya telah 54 tahun.
SBY lahir tahun 1949, jadi saat 2004 menggantikan Megawati, usianya telah 55 tahun.
Tetapi stamina Presiden muda ini ternyata jarang lebih dari 15 tahun.
Di tahun 1960 Soekarno sudah bermetamorfosis menjadi diktator. Atau dia mulai lebih banyak menghabiskan waktu bersama istri-istrinya yang banyak dan muda, daripada bersama rakyat.
Demikian juga, kalau 1983 Soeharto mundur, mungkin dia akan dicatat sebagai presiden yang nyaris tanpa cela (kecuali oleh keluarga ex PKI, korban Malari atau keluarga Petisi 50). Tahun 1983 in anak pak Harto yang tertua yaitu mbak Tutut (lahir 1949) baru berusia 34 tahun), dan adiknya yang paling ngetop yaitu Tommy (lahir 1962) baru berusia 21 tahun. Jadi mungkin belum terlalu neko-neko lah …
Tapi ya itulah, “suratan takdir” bangsa ini.
Terus apa pelajaran yang bisa kita tarik dari sini:
Berusahalah meraih ambisi sebelum usia 45 ?
Segera berhenti ketika masih di puncak prestasi ?
Apa pelajaran bagi anda?
Penulis “Buku Pintar Calon Haji”, Dosen Pascasarjana Universitas Paramadina
Setiap tahun, ribuan – bahkan mungkin ratusan ribu kambing, domba dan sapi yang diserahkan umat Islam sebagai hewan qurban. Namun kita perlu introspeksi, jangan-jangan selama ini kita terjebak dalam rutinitas ritual – atau rutinitas bisnis – sehingga dari ibadah qurban itu yang tersisa hanya ”baunya dan kolesterolnya saja” …
Bagi Allah, yang penting memang bukan darah dan daging hewan ternak itu. Dalam surat al-Hajj, Allah berfirman:
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Qs. 22:37)
Memang akan tampak terlalu ”murah” bila qurban cukup sekali setahun. Itupun sebenarnya hukumnya bukan wajib, namun sunnah, serta tidak ada nishobnya sebagaimana zakat, lalu si pequrban masih boleh ikut menikmati sebagian dagingnya lagi.
Makanya kita harus lebih menghayati makna di balik qurban, agar qurban kita tidak sia-sia.
Qurban berakar dari kata qa-ra-ba, artinya mendekat dan yang dimaksud ialah taqarrub ilallah, mendekat kepada Allah. Di surat Al-Kautsar, Allah berfirman:
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membeci kamu dialah yang terputus. (Qs. 108:3).
Setiap manusia wajib merenungkan betapa banyak nikmat yang telah diberikan Allah. Nikmat berupa organ tubuh seperti mata, telinga, lidah, tangan, kaki, ginjal, jantung, atau otak, yang entah berapa harganya dan di mana belinya kalau organ ini rusak; nikmat oksigen yang kita hirup setiap saat tanpa sadar apalagi membayar; nikmat orang-orang terdekat yang sebenarnya menyayangi kita, hanya kita mungkin baru akan sadar kalau mereka sudah tiada; nikmat ditutupnya aib kita oleh Allah swt sehingga banyak orang hormat kepada kita; dan segunung nikmat yang lain.
Karena kita selama ini hanya menghitung nikmat yang berupa materi, dan jarang memasukkan hal-hal yang non materi seperti ilmu atau pengalaman, teman, tetangga dan saudara, kesehatan serta ketenangan batin, maka kita jadi jarang bersyukur.
Namun bersyukurpun harus dibuktikan dengan shalat dan berkorban. Shalat yang dimaksud tidak cuma shalat dalam arti ritual, namun juga shalat dalam arti menegakkan syari’at, tunduk kepada hukum-hukum Allah, menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana sabda Nabi:
Shalat itu tiang agama, barangsiapa menegakkannya maka dia menegakkan agama, dan barangsiapa merobohkannya dia merobohkan agama.
Namun menegakkan syari’at tidak cukup itu saja. Harus ditambah dengan banyak berkorban. Puncak dari pengamalan syari’at adalah amar ma’ruf nahi munkar, dakwah, dan mahkotanya adalah jihad. Sedang tentang jihad, nabi bersabda:
Sebaik-baik jihad adalah kata-kata yang benar di depan penguasa yang zalim.
Kata-kata benar artinya nasehat, atau bisa juga kritik atau kesaksian yang benar dari seseorang yang memang mengetahui duduk persoalan suatu hal.
Untuk berani bersaksi seperti ini diperlukan pengorbanan yang besar. Pengorbanan yang tidak semudah membeli seekor domba lalu menyembelih dan membagikannya ke fakir miskin. Namun pengorbanan yang lebih tinggi lagi, pengorbanan tenaga, pikiran, waktu, kehormatan, harta, dan jiwa.
Sejarah mencatat betapa banyak orang-orang yang karena keteguhannya membela membela prinsip-prinsip kebenaran di depan penjajah atau penguasa tirani, kemudian difitnah, diteror keluarganya, dikucilkan di tempat kerja, dipekerjakan secara tidak manusiawi, dibekukan rekeningnya, digusur rumahnya, dirampas hak-hak sipilnya, dipenjara, bahkan dibunuh dengan cara-cara mengerikan.
Namun sejarah juga mencatat, bahwa tanpa pengorbanan orang-orang seperti itu, mustahil ada kemerdekaan, ada kebangkitan, ada revolusi. Tanpa darah dan airmata mereka, mustahil ada Indonesia. Tanpa Nelson Mandela yang rela dipenjara 27 tahun mustahil ada Afrika Selatan yang bebas rasisme. Tanpa Lech Walensa yang dikejar-kejar karena memimpin Serikat Buruh Solidarnosc yang terlarang, mustahil komunis bisa hilang dari Polandia.
Hanya dengan pengorbanan kita, maka makar orang-orang yang membenci kita, kaum Kuffar yang ingin menjajah dan menjarah negeri kita, akan gagal (terputus). Tanpa kita siap berkorban, kita akan menjadi korban. Maka berkorbanlah, sebelum anda dikorbankan!