Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu seperti apa referensinya.
Ada objek yang sama, dilihat oleh pancaindera yang sama, bahkan oleh orang yang sama – di waktu yang berbeda. Tetapi kesimpulan yang dihasilkannya bisa sangat berbeda. Kenapa? Karena begitu informasi itu sampai ke otaknya, informasi itu akan dinilai oleh suatu referensi. Maka begitu referensi itu sudah berbeda, sikap terhadap informasi itu menjadi sangat berbeda.
Di dunia bisnis ada acuan standar kesehatan bank, misalnya angka-angka CAR (Capital Asset Ratio) atau LDR (Loan Deposit Ratio). Ini adalah referensi. Kalau CAR dan LDR meleset dari batas toleransi, maka Bank itu dapat dipastikan tidak sehat, atau bahkan perlu masuk “ICU”. Yang repot adalah kalau referensi itu diubah untuk kepentingan tertentu. Jadilah kasus seperti Bank Century.
Dalam dunia teknik juga ada banyak standar. Misalnya standar kualitas udara, standar keamanan pesawat, dsb. Semuanya membutuhkan sebuah referensi. Kalau ingin kualitas udara lebih baik, atau dunia penerbangan lebih aman, tak jarang dunia melakukan konferensi untuk mengubah standar tersebut. Dan sejak itu, konsensus dari konferensi itu dijadikan referensi baru. Mengubah referensi berarti mengubah keadaan.
Itu terjadi dahulu maupun sekarang. Setelah masuk Islam, Umar bin Khattab yang tadinya seorang yang bengis dan ingin membunuh Nabi, tiba-tiba menjadi orang yang mudah meneteskan air mata dan siap mati membela Nabi. Sekarang ini, ada bintang rock yang semula begitu bangga dikagumi di arena konser, tiba-tiba menolak untuk menyanyi lagi di konser yang sama, dengan bayaran berapapun. Ini karena mereka telah menilai hidupnya dengan referensi yang berbeda. Kita berbicara tentang sosok seperti Cat Steven (Yusuf Islam) dan Harry Moekti.
Tanpa sebuah referensi, orang selalu akan diombang-ambingkan pendapat orang. (more…)
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu seperti apa donasinya.
Kalau kita melihat sosok keluarga miskin dan bodoh, maka biasanya mereka kesulitan untuk mengasup nutrisi bergizi dan memberikan pendidikan yang bermutu bagi anak-anaknya. Walhasil anak-anaknya ini kelak juga akan kesulitan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik, yang mampu mengeluarkannya dari lubang kemiskinan dan kebodohan. Artinya, keluarga miskin, atau bahkan bangsa yang miskin, selamanya akan kesulitan keluar dari jerat “nasibnya”.
Tetapi Allah berjanji akan mengubah nasib suatu kaum bila mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka.
Sesungguhnya, semiskin apapun seseorang, dia masih bisa melakukan donasi (sedekah). Menurut Rasulullah, donasi itu banyak macamnya. Yang paling populer tentu saja sedekah berupa harta (materi). Namun membantu seseorang menaikkan muatan ke kendaraan, adalah sedekah juga (yakni sedekah tenaga). Wajah yang cerah di depan saudaranya, adalah sedekah juga. Bahkan menahan diri dari perbuatan maksiat, adalah sedekah juga. (more…)
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu di mana posisinya. Yang diubah ini setidaknya ada 3 macam:1. Ubah secara fisik posisi tempat dia berada2. Ubah secara mental kedudukannya di dunia3. Ubah secara proaktif posisinya terhadap sebuah peristiwaKetika Rasulullah menunjukkan kemuliaan berjama’ah di shaf pertama, itu tanda bahwa posisi menentukan prestasi. Ketika Rasulullah menunjukkan bahwa berdiri sebagai muadzin itu lebih utama daripada berangkat ke masjid setelah mendengar adzan, itu tanda bahwa posisi menentukan nasib. Di dunia finansial saja kita melihat bahwa posisi tempat usaha bisa menentukan seberapa banyak akan didatangi pelanggan.
Dalam perjalanan dakwahnya, Rasulullah bahkan mencontohkan hijrah, sebagai perubahan posisi secara fisik (migrasi), yakni dari Daarul Kufur (negeri yang menerapkan sistem kufur dan menghalangi dakwah Islam) ke Daarul Islam (negeri yang menerapkan sistem Islam dan keamanannya ada di pundak kaum muslimin). Dalam konteks individual, Rasulullah bahkan menceritakan kisah seseorang dari umat terdahulu, yang telah banyak membunuh ulama, lalu ingin bertobat. Untunglah ada seorang alim yang menasehatinya, bahwa untuk bertobat, pembunuh itu harus pindah, keluar dari lingkungannya yang selalu memaksa dirinya tetap dalam kondisi fasik. Pembunuh itu harus pindah menuju ke lingkungan orang-orang shaleh. Dalam perjalanannya, pembunuh itu meninggal. Malaikat penjaga surga dan penjaga neraka memperebutkan pembunuh itu. Tetapi setelah diukur, ternyata pembunuh itu sudah lebih dekat ke kampung orang shaleh walaupun hanya satu jengkal. Maka jadilah dia hak malaikat penjaga surga. Itulah hikmah dari merubah posisi. Kalau kita ingin menjadi shaleh, ubah posisi kita secara fisik mendekati komunitas orang-orang shaleh.Namun selain mengubah posisi fisik, kita bisa juga mengubah posisi mental. Orang-orang yang bermental inferior (rendah diri), akan tidak berhasil mengubah nasibnya, sekalipun diberikan fasilitas dan bekal yang super lengkap. Kepada mahasiswa yang selalu mengeluh dengan laptopnya, yang konon sudah 5 tahun tuanya, saya sampaikan, bahwa tahun 1997 dulu saya meraih gelar Doktor dengan laptop yang hanya memiliki RAM 4 MB dan harddisk 250 MB !!! Dan tahukah Anda, (more…)