Para dokter itu tidak mogok penuh seperti buruh menuntut kenaikan upah. Dokter itu hanya protes beberapa jam saja, demi sebuah pelurusan atas sebuah peradilan sesat. Mereka sangat tahu, tentang susahnya orang sakit. Tuduhan membabibuta bahwa mereka tidak berhati nurani adalah sebuah kezaliman.
Saya hanya suami dokter. Saya berkali-kali malam hari pukul 2 dini hari, harus ikut bangun, ketika ada pasien kritis datang ke rumah. Saya ikut ngantar dengan mobil saya ke rumah sakit yang jauh. Pernahkah Antum mengalami seperti ini?
Pasien itu banyak yang miskin. Saya ikut membayar biaya tanggungan di awal. Dan saya tidak akan berharap pasien itu mengembalikan. Beberapa di antaranya datang sudah amat kritis. Akhirnya meninggal. Akankah kami menagih biaya yang telah kami keluarkan ke ahli warisnya?
Pernahkah Anda mengalami hal ini? Berapa kali?
Serangan baliknya—> Afwan ga perlu emosi prof sy hanya sedih melihat beberapa kecil yg mengklaim pejuang syariah yang tidak ada keberpihakan kepada ummat mayoritas yg didzolimi atas hal yg tidak pernah mereka lakukan gara gara sang pejuang punya ‘interest’ profesi …itu saja… takutlah sama Allah akhi fillah!
Tanggapan balik Pak Fahmi: Itu prasangka Antum saja. Ingat, sebagian besar prasangka itu dosa. Istighfarlah. Tak pantas pejuang syariah memojokkan sebuah profesi. Kita semua ini korban sistem. Pasien maupun dokter semua korban sistem. (more…)
Jadi PNS itu bisa tidak waras, kalau tidak punya selera humor. Minimal, orang yang senang humor, itu konon tidak mempan dihasut, digendam atau disantet, begitu menurut Ki Gendeng.
Nah, ada dalil-dalil agama yang bagus, yang kadang diplesetkan untuk menjaga kewarasan PNS.
Misalnya ini:
Dalil aslinya: “Setiap manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang menjadkan mereka yahudi, nasrani atau majusi” (al-Hadts). Ini asas bahwa semua orang pada dasarnya adalah baik, tetapi lingkungannyalah yang bisa membuat mereka jadi berubah. Dalil plesetannya: “Semua PNS itu pada awalnya adalah baik. Pimpinannya yang menjadikan mereka apatis, anarkis, atau egois“.
Dalil aslinya: “Hakim itu ada 3 macam, 2 masuk neraka, 1 masuk surga” (al-Hadits). Maksudnya, dua jenis hakim yang masuk neraka, itu adalah: pertama yang tidak menerapkan hukum Islam, meskipun adil; kedua yang menerapkan hukum Islam, tetapi tidak adil. Adapun satu yang masuk surga, itu yang menerapkan hukum Islam dan adil. Plesetannya: “PNS itu ada 3 macam, 2 masuk neraka, 1 masuk surga“. (more…)
oleh: Fahmi Amhar
Situasi pertanahan di Indonesia belum pernah membuat orang bisa tidur nyenyak. Kepastian hukum masih sering dilanggar. Penyerobotan, penggusuran, dan penelantaran tanah produktif untuk tujuan spekulatif masih sering terjadi. Pada tataran makro, hukum yang berlaku masih memihak kepada para pemodal besar. Contohnya adalah sengketa tanah ulayat antara masyarakat adat dengan pemegang HPH atau konsesi pertambangan.
Dalam semangat berbagai kalangan untuk menerapkan kembali syariat Islam dalam kehidupan, perlu dielaborasi, sejauh mana pemahaman ummat — terutama para ulama — atas sistem pertanahan syariah. Klaim bahwa Islam telah sempurna sampai akhir zaman perlu dibuktikan dengan berbagai solusi praktis atas berbagai persoalan yang ada. Kesuksesan sistem perbankan syariah bisa dijadikan motivasi untuk mencari sistem pertanahan syariah sebagai alternatif sistem yang ada saat ini.
Masalah kepemilikan
Seperti masalah kepemilikan pada umumnya, dalam Islam masalah pertanahan mencakup aspek sebab-sebab kepemilikannya, pengelolaannya, dan pemanfaatannya (An-Nabhani: Nizamul Iqtishady fil Islam). Hanya berbeda dengan harta bergerak, tanah tidak bisa dikembangkan atau diperbanyak. Karena itu tanah adalah sumber daya yang terbatas.
Islam mengenal tiga jenis kepemilikan, yakni kepemilikan individu, negara dan publik. Kepemilikan individu adalah izin syar’i sehingga seseorang bisa menguasai tanah secara mutlak, termasuk menggunakan, menjual, menghadiahkan, mewakafkan serta mewariskannya berdasarkan syara’. (more…)