Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Iptek’ Category

Merajut Pelindung Aurat

Monday, April 22nd, 2013

Dr. Fahmi Amhar

merajut-penutup-aurat-fahmiamhardotcomKomisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan bahwa hari-hari ini Indonesia sudah memasuki kondisi “Daurat Kejahatan Seksual”.  Bagaimana tidak, ada ayah yang menzinai anak perempuan kandungnya sendiri, konon dengan restu istrinya (ibu si gadis), karena si ibu merasa sudah tidak bisa melayani suaminya, dan “daripada sama orang lain, tidak jelas, mending sama anak sendiri saja”, begitu pikirnya.

Tentu saja persoalan kejahatan seksual sangat kompleks.  Ada unsur taraf “kecerdasan islami” yang rendah.  Ada godaan akibat tayangan televisi yang tidak sehat.  Ada peredaran pornografi dalam bentuk VCD porno ataupun via internet yang sangat bebas.  Ada dampak kemiskinan sehingga satu keluarga hanya hidup dalam satu kamar, sehingga aurat tidak lagi dapat terjaga.  Ada dampak dunia kerja lebih mengakomodasi perempuan, sehingga perempuan pekerja relatif lebih cepat capek, sementara suaminya yang pengangguran jadi kurang kerjaan.

Namun salah satu yang sangat penting adalah, karena persoalan aurat yang memang kurang terjaga.  Padahal Islam sangat memperhatikan persoalan perlindungan aurat.  Salah satu bentuknya adalah teknologi tekstil.

Industri tekstil termasuk industri pelopor pada masa Islam.  Ini wajar karena menutup aurat adalah kewajiban sekaligus kebutuhan dasar masyarakat.  Pengaruh industri tekstil di masa Islam tampak dari kata-kata Arab untuk tekstil yang ada pada bahasa-bahasa Eropa, misalnya kata damask, muslin dan mohair dalam bahasa Inggris. (more…)

Pedang Berteknologi Masa Depan!

Thursday, April 4th, 2013

Dr Fahmi Amhar

Syariat jihad pada zaman khilafah Islam telah mendorong tidak cuma semangat yang berkobar untuk berjuang dengan mengorbankan harta dan jiwa, tetapi juga menarik sains dan teknologi ke level yang jauh lebih maju.  Salah satu yang mengesankan – dan hingga kini masih misteri – adalah adanya teknik logam (metalurgi) yang amat tinggi, dibuktikan dengan pernah dibuatnya Pedang Damaskus pada kisaran tahun 1100 sampai dengan tahun 1750.  Pedang ini terkenal dengan ketajamannya dan memiliki bahan yang kuat dan lentur.

Pedang Damaskus itu sendiri dikenal sebagai pedang yang digunakan oleh Salahuddin al Ayyubi, seorang sultan Mesir-Syria sekaligus panglima perang yang dapat merebut kembali Jerussalem dari tangan bangsa Nasrani melalui perang Hattin. Salahuddin terkenal di dunia Islam maupun Kristen karena kepemimpinan, kecakapan militer, dan sifat ksatria dan pengampunnya pada saat melawan tentara Salib. Dan dia adalah juga seorang ulama.

Tahun 1192. Richard Berhati Singa (Lion Heart), raja Inggris dalam Perang Salib III, bertemu Salahuddin. Sir Walter Scott mendramatisasi kisahnya dalam novel “The Talisman”, bagaimana keduanya memamerkan senjata masing-masing.

Richard mengeluarkan  pedang lebar mengilap buatan pandai besi terbaik Inggris. Salahuddin  menghunus pedang lengkung buatan pandai besi Damaskus yang  tidak mengilap. Richard memapas sebuah kotak dari besi hingga putus dan Salahuddin Al Ayubi melepaskan kain sutra halus hingga terbang dan sutra tersebut putus ketika tersentuh tajamnya pedang.

Teknik pembuatan pedang Damaskus ini begitu rahasia sehingga hanya beberapa keluarga pandai besi di Damaskus saja yang menguasainya. Ini juga yang menyebabkan teknik pembuatan baja Damaskus akhirnya punah. Hingga kini teknologi metalurgi yg paling canggih pun belum mampu membuat pedang yang lebih tajam dari pedang Damaskus.

Sebuah penelitian mikroskopik pada pedang-pedang Damaskus di museum, menemukan bahwa pedang-pedang ini ternyata memiliki semacam lapisan kaca di permukaannya. Bisa dikatakan para ilmuwan Muslim di Timur Tengah telah menguasai teknologi nano sejak seribu tahun yang lalu. (more…)

Makanan Bergizi untuk Umat yang Kuat dan Disegani

Thursday, March 14th, 2013
sumber protein

sumber protein

Dr. Fahmi Amhar

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa manusia Indonesia ini rata-rata memiliki tinggi dan berat badan yang kurang dibanding orang Eropa.  Dan konon, hal ini karena mereka kurang mengonsumsi protein, seperti yang ada pada kedelai (tahu/tempe), susu, telur, ikan, daging ayam atau sapi.  Konon hal ini juga karena selain pada telur, ikan dan daging ayam, produksi nasionalnya semua kurang sehingga harus diimpor.  Tahu dan tempe yang menjadi makanan rakyat, harganya pernah melambung karena impor kedelai mengalami masalah.  Apalagi sapi, yang masalah impornya sampai membuat seorang tokoh Islam “terpeleset” sehingga kini harus “nyantri” di KPK.

Memang soal produksi daging sapi di dalam negeri ini banyak persoalan teknis yang sistemis, mulai dari kultur peternakan yang sangat berbeda, yang tidak cocok untuk industri  daging secara massal.  Hampir 99 persen ternak sapi di Indonesia ada di jutaan peternak kecil, yang tersebar di desa-desa di segala penjuru, yang masing-masing hanya memiliki 1 sampai 3 ekor sapi, dengan bibit dan pakan yang seadanya, dan akan menjualnya atau hanya akan menjualnya pada saat perayaan keagamaan atau kalau ada kebutuhan uang yang tinggi, sekalipun beratnya belum optimal.  Kita tidak memiliki peternakan besar dengan ratusan ribu sapi seperti di Australia.  Kita juga belum memiliki sistem transportasi sapi yang efisien dan didampingi dokter hewan, sehingga sapi-sapi itu sampai dengan sehat ke tujuan dengan biaya rendah.

Walhasil, impor sapi dari Australia masih jauh lebih murah daripada membawa sapi dari Nusa Tenggara ke Jakarta, tempat mayoritas konsumen sapi berada.  Karena itu, sangat bisa dimengerti, bahwa para importir akan mencoba segala cara agar mendapat quota impor dari Kementerian Perdagangan atau Perindustrian, setelah sebelumnya mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian.

Tetapi kembali ke soal tinggi dan berat badan, tentu saja sumber protein tidak hanya daging sapi.  Barangkali kalau telur, ikan dan ayam – atau juga bebek – dimasukkan, bangsa kita tidak kekurangan protein.  Tinggal soal distribusi saja.  Namun apakah persoalannya produksi atau distribusi, faktanya postur tubuh kita hari ini kurang ideal.  Padahal di abad pertengahan, postur tubuh rata-rata kaum Muslimin lebih tinggi dan kekar dari rata-rata orang-orang kafir di Eropa? (more…)