Bagaimana suasana Ujian Nasional (UN) tahun ini di daerah Anda? Semoga baik-baik saja. Tetapi diketahui luas bahwa tahun ini, pelaksanaan UN secara nasional sangat buruk. Soal ujian datang terlambat, tertukar, lembar jawaban terlalu tipis dan sobek bila dihapus, dan di atas itu semua kecurangan masih terjadi, sebagian bahkan sistemik, yakni justru didalangi oleh pejabat setempat. Oleh panitia pusat sudah diatur bahwa setiap ruang mendapat 20 soal yang berbeda, sehingga semakin sulit untuk mencontek, dan semakin lama bila guru pengawas ikut membuatkan jawaban buat peserta. Namun realita, kunci jawaban untuk ke-20 soal itu tertayang di internet. Entah apa motivasi yang mengunggahnya, mungkin dia kesal dengan UN secara keseluruhan.
Ketika tahun 1984 dulu EBTANAS SMA dimulai, idenya memang sekadar untuk pemetaan standar pendidikan. Nilai EBTANAS Murni (NEM) tidak untuk standar kelulusan, tetapi hanya berpengaruh 33 persen hingga maksimum 60 persen. Saat itu sangat jarang siswa yang mendapat NEM rata-rata di atas 7. Ketika EBTANAS berganti nama menjadi UN, dan hasilnya dijadikan standar kelulusan, maka dimulailah kecurangan sistemik itu. Para kepala sekolah atau kepala dinas pendidikan takut kehilangan jabatannya bila nilai UN siswa di bawah tanggung jawabnya jelek. Mereka lalu melakukan segala cara.
Sekarang ini, kalau anak kita mendapat angka 8 sebagai nilai rata-rata UN, boleh jadi dia akan sulit mendapatkan sekolah lanjutan, karena yang angkanya 9 banyak sekali. Tetapi tetaplah bersyukur bila itu didapat dengan jujur. Prof Dr Indra Djati Sidi (mantan Dirjen Dikdasmen) mengatakan, hasil UN yang jujur hanya 20 persen.
Tak heran bahwa banyak dugaan UN ini bukanlah usaha serius memetakan dan meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air, tetapi lebih pada proyek bernilai trilyunan rupiah yang sayang jika dihapuskan. Salah satu buktinya, sekolah dengan hasil UN bagus justru dikembangkan menjadi RSBI dan mendapat dukungan finansial lebih besar. Sementara sekolah di daerah terpencil dengan guru terbatas dan murid yang setiap hari harus berjibaku mempertaruhkan nyawa untuk sampai ke sekolah, hanya mendapat perhatian ala kadarnya. (more…)
Dr. Fahmi Amhar
Lion Air kembali kehilangan satu pesawatnya ketika tercebur di laut 50 meter sebelum landasan di bandara Ngurah Rai Denpasar. Padahal ini pesawat terbaru, baru beroperasi sebulan! Pilotnya juga senior, sudah mengantongi lebih dari 10.000 jam terbang. Apakah pilotnya kelelahan karena tekanan manajemen? Sehebat apapun pilot dan pesawat, tetapi kalau dipaksa kejar setoran karena tuntutan pasar yang sangat tinggi – sementara kelangkaan pilot di Indonesia belum teratasi, maka bisa saja berakibat kecelakaan yang fatal. Tetapi bisa juga ada faktor kesalahan instrumentasi di darat atau gejolak cuaca lokal, misalnya tekanan angin tiba-tiba yang membuat pesawat gagal mencapai landas pacu (istilahnya “undershoot”).
Tetapi bicara dunia penerbangan, orang sering salah menjawab bila ditanya siapa manusia pertama yang mengudara. Mayoritas menjawab Oliver & Wilber Wright dari Amerika Serikat yang terbang pada tahun 1900. Padahal mereka hanya menyempurnakan bentuk sayap dan menambahkan mesin pada bangun pesawat yang sudah lama dikenal. Leonardo da Vinci (1452-1519) dari Italia dan Otto Lilienthal (1848-1896) dari Jerman telah mendahuluinya.
Tetapi ternyata jauh sebelumnya semua sudah didahului oleh seorang Muslim, Abbas ibn Firnas (810-887) dari Andalusia. Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”
Sebagaimana banyak ilmuwan Muslim di zamannya, Ibnu Firnas adalah seorang polymath, yaitu menekuni berbagai ilmu sekaligus: kimia, fisika, kedokteran, astronomi, dan dia juga sastra. Dia menemukan berbagai teknologi seperti jam air (jam yang dikendalikan oleh aliran air yang stabil), gelas tak berwarna, lensa baca, alat pemotong batu kristal hingga peralatan simulasi cuaca yang konon juga mampu menghasilkan petir buatan, meski masih teka-teki bagaimana Ibnu Firnas menghasilkan listriknya. Namun di antara semua penemuannya, yang paling spektakuler dan dianggap salah satu tonggak sejarah adalah alat terbang buatannya.
Alat terbang Ibnu Firnas adalah sejenis ornithopter, yakni alat terbang yang menggunakan prinsip kepakan sayap seperti pada burung, kelelawar atau serangga. Dia mencoba alatnya ini dari pertama-tama dari sebuah menara masjid di Cordoba pada tahun 852 M. Dia terbang dengan dua sayap. Ibnu Firnas sempat terjatuh. Untung dia melengkapi diri dengan baju khusus yang dapat menahan laju jatuhnya. Baju khusus ini adalah cikal bakal parasut. (more…)
Semua orang pernah mengalami rasa takut. Tetapi dalam perkembangannya, rasa takut itu ternyata bermacam-macam alasan dan manifestasinya.
Setiap anak kecil, biasanya takut gelap. Kadang itu juga karena ditakut-takuti orang dewasa yang mengasuhnya. Gelap itu “ada setan”. Kalau nakal nanti dikunci di gudang yang gelap. Ini takut yang sifatnya mithycal. Mungkin berfungsi mencegah anak nakal, tetapi sebenarnya tidak baik.
Anak yang pernah kepleset atau tangannya kegores benda tajam akan takut mengalaminya lagi. Sakit. Maka dia akan hati-hati. Ini takut yang sifat fisikal-rasional. Sepertinya positif, asal tidak lalu paranoid saja, misalnya anak jadi tidak berani jalan sendiri di kamar mandi atau tidak berani pegang pisau.
Anak juga biasanya takut ditinggal ibunya pergi terlalu lama. Ini takut yang sifatnya relasional (hubungan personal). Di masa dewasa, tidak ada orang yang tidak takut ditinggalkan orang yang dicintainya, baik kawan, pasangan atau anak.
Anak juga takut tidak kebagian oleh-oleh kalau ibunya pulang. Ini takut yang sifatnya material. Kelak kalau dewasa, orang takut tidak kebagian proyek, atau orang lain naik gaji dia tidak naik gaji sendiri.
Dan yang paling ditakuti anak adalah takut dimarahi kalau salah. Akibatnya dia sering menyembunyikan kesalahan itu. Ini takut yang sifatnya juridical (hukuman pelanggaran). Dampaknya bisa dua: anak jadi hati-hati agar tidak salah, atau anak lalu belajar berbohong. Misalnya, dia bangun kesiangan, sehingga kalau sholat shubuh sudah di luar waktunya. Ketika ditanya, dia bisa saja berbohong, bahwa dia tadi pagi sudah sholat terus tidur lagi. Karena dia tahu bahwa kalau ngomong apa adanya, dia bisa dimarahi, atau bahkan dihukum tidak boleh nonton kartun seminggu. Kalau ini berlarut hingga dewasa, dia akan belajar untuk berpura-pura, hidup dalam sembunyi pencitraan.
Ketika sang anak sekolah, dia menghadapi beberapa rasa takut yang baru. (more…)