Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Iptek’ Category

Infrastruktur Transportasi Negara Khilafah

Wednesday, July 20th, 2011

Dr. Fahmi Amhar

Seorang ahli teknik sipil bertanya, seperti apa konsep infrastruktur transportasi negara khilafah?  Tentu tidak dengan serta merta pertanyaan ini dapat dijawab.  Apalagi bagi banyak orang, persoalan transportasi seakan hanya persoalan teknis.  Dan di zaman dulu teknologinya masih sangat berbeda, dan jumlah penduduknya juga masih sedikit, sehingga problema kemacetan yang parah seperti saat ini mungkin tidak pernah ada.

Tetapi, bagi seorang muslim pejuang syariah, pertanyaan apapun justru melecutnya untuk lebih mendalami syariat Islam beserta realitas empiris yang ada.  Maka dalam persoalan infrastruktur transportasi, kita akan mendapati setidaknya tiga prinsip:

Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggungjawab negara, bukan cuma karena sifatnya yang menjadi tempat lalu lalang manusia, tetapi juga terlalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta.  Di Jakarta, karena inginnya diserahkan ke swasta, pembangunan monorel jadi tidak pernah terlaksana.

Kedua, prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi.  Ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota, setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu, dan di situ dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.  Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan.  Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.

Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki.  Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.

Navigasi mutlak diperlukan agar perjalanan menjadi aman, tidak tersesat, dan bila ada masalah, dapat ditolong oleh patroli khilafah.  Untuk itulah kaum muslimin belajar astronomi dan teknik membuat kompas sampai ke Cina, dan mengembangkan ilmu pemetaan dari astronomi yang teliti.  Ratusan geografer menjelajah seluruh penjuru dunia dan membuat reportase negeri-negeri yang unik.  Hasilnya, perjalanan haji maupun dagang baik di darat maupun di lautan menjadi semakin aman.

Telekomunikasi dalam ujud yang sederhana juga makin berkembang.  Pesan yang dikirim lewat merpati pos, atau sinyal cahaya atau asap dari pos-pos patroli semakin canggih.  Para matematikawan bekerja keras membuat kode yang makin efisien dan aman dari penyadapan.

Teknologi & manajemen fisik jalan juga tidak ketinggalan.  Sejak tahun 950, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, secara teratur dibersihkan dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak.  Baru duaratus tahun kemudian, yakni 1185, baru Paris yang memutuskan sebagai kota pertama Eropa yang meniru Cordoba.

Sedang untuk kendaraannya sendiri, sesuai teknologi saat itu, kaum muslimin telah memuliakan jenis kuda dan unta yang makin kuat menempuh perjalanan.  Untuk di laut mereka juga banyak mengembangkan teknologi kapal. Tipe kapal yang ada mulai dari perahu cadik kecil hingga kapal dagang berkapasitas di atas 1000 ton dan kapal perang untuk 1500 orang.  Pada abad 10 M, al-Muqaddasi mendaftar nama beberapa lusin kapal, ditambah dengan jenis-jenis yang digunakan pada abad-abad sesudahnya.

Bahkan untuk transportasi udarapun ilmuwan muslim sudah memikirkan.  Abbas Ibnu Firnas (810-887 M) dari Spanyol melakukan serangkaian percobaan untuk terbang, seribu tahun lebih awal dari Wright bersaudara, sampai Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”

Yang menarik, hingga abad 19 Khilafah Utsmaniyah masih konsisten mengembangkan infrastruktur transportasi ini.  Saat kereta api ditemukan di Jerman, segera ada keputusan Khalifah untuk membangun jalur kereta api dengan tujuan utama memperlancar perjalanan haji.  Tahun 1900 M Sultan Abdul Hamid II mencanangkan proyek “Hejaz Railway”.  Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul ibu kota Khilafah hingga Mekkah, melewati Damaskus, Jerusalem dan Madinah.  Di Damaskus jalur ini terhubung dengan “Baghdad Railway”, yang rencananya akan terus ke timur menghubungkan seluruh negeri Islam lainnya.  Proyek ini diumumkan ke seluruh dunia Islam, dan umat berduyun-duyun berwakaf.  Kalau ini selesai, pergerakan pasukan khilafah untuk mempertahankan berbagai negeri Islam yang terancam penjajah juga sangat menghemat waktu.  Dari Istanbul ke Makkah yang semula 40 hari perjalanan tinggal menjadi 5 hari!

Rel kereta ini mencapai Madinah pada 1 September 1908.  Pada 1913, stasiun “Hejaz Train” di Damaskus telah dibuka dengan perjalanan perdana ke Madinah sepanjang 1300 Km.  Namun penguasa Arab yang saat itu sudah memberontak terhadap Khilafah karena provokasi Inggris melihat keberadaan jalur kereta ini sebagai ancaman.  Maka jalur ini sering disabotase, dan pasukan Khilafah tidak benar-benar sanggup menjaga keamanannya.

Perang Dunia-I mengakhiri semuanya.  Tak cuma Khilafah yang bubar, jalur kereta itupun juga berakhir.  Kini KA itu tinggal beroperasi sampai perbatasan Jordania – Saudi.

Pembangunan PLTN Butuh Syariah

Tuesday, May 31st, 2011

Oleh: Prof. Dr. Fahmi Amhar, Peneliti Utama Bakosurtanal

Setelah  pantai  Jepara  di  Jawa Tengah,  kini  wilayah  Pulau Bangka telah disurvei oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai  kandidat  tapak  Pusat Listrik  Tenaga  Nuklir  (PLTN)  mendatang. Alasannya:  (1)  Wilayah  ini  bebas  gempa sehingga membangun PLTN di sana akan relatif aman; (2) Di sini ada potensi bahan Thorium yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar PLTN; (3) Di sini saat ini ada krisis  listrik,  karena  BBM  untuk  PLTD kadang-kadang  terlambat  dikirim  akibat cuaca buruk.

Namun alasan-alasan positif ini belum dapat  meyakinkan  masyarakat  agar menerima PLTN.  Ini karena informasi yang diberikan  dirasakan  kurang  berimbang. Lebih-lebih  bila  yang  menyampaikan disinyalir memiliki kepentingan.  Akibatnya informasi  seperti  prasyarat  yang dibutuhkan  atau  dampak  yang  mungkin terjadi tidak pernah diberikan dengan jelas dan tuntas.  Tulisan ini mencoba mengupas secara  singkat,  namun  jelas  dan  tuntas seputar PLTN.

Wajib Kuasai Teknologi Nuklir

Teknologi  nuklir  bersama  teknologi ruang  angkasa  adalah  teknologi  paling strategis sejak abad-20.  Kalau umat Islam terdahulu  sampai  berjalan  jauh  ke  Cina untuk belajar membuat kembang api – lalu mengembangkannya  menjadi  mesiu hingga  meriam  raksasa  (supergun)  saat penaklukan Konstantinopel pada abad 15 M – maka semestinya, teknologi nuklir ini juga  dikuasai  umat  Islam. Hanya  saja negara-negara  maju  tak  akan  rela
keunggulan  mereka  disaingi  negara  lain, sehingga banyak aspek dari teknologi ini dirahasiakan atau dibatasi penyebarannya. Kalaupun  suatu  negara  ditawari  untuk dibangunkan PLTN, maka biasanya negara tersebut hanya mendapatkan jadi, dan lalu timbul  ketergantungan,  entah  pada perawatan atau penyediaan bahan nuklir. Mereka yang berusaha membangun PLTN sendiri, dicurigai sedang membuat senjata nuklir. Contohnya adalah Iran atau Korea Utara.

Memang benar, bahwa barangsiapa mampu membangun PLTN sendiri, maka dia  juga  akan  mampu  membuat  senjata nuklir.  Dalam sejarahnya, Amerika Serikat telah lebih dulu berhasil meledakkan bom atomnya  sebelum  dapat  mengendalikan proses  reaksi  berantai  nuklir  itu  dalam sebuah PLTN. Namun secara syar’i, membangun kemampuan senjata nuklir untuk tujuan menggentarkan musuh (tidak untuk pembantaian massal) adalah justru diperintahkan di dalam Alquran surat al-Anfal ayat 60.

Dan  siapkanlah  untuk  menghadapi mereka  kekuatan  apa  saja  yang  kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak  mengetahuinya;  sedang  Allah
mengetahuinya ….
(Qs. 8:60).

Bagaimana mungkin umat Islam bisa tegas  atau  berwibawa  terhadap  para penjajah seperti Amerika atau Israel yang semua  punya  senjata  nuklir,  kalau  kita belum memiliki senjata yang sama, atau lebih dahsyat?

Alternatif Energi Bersih

Energi nuklir adalah salah satu energi bersih masa depan karena tidak menghasilkan emisi (CO2, SOx, NOx) seperti  halnya PLD atau PLTU.  Tentu saja sebuah PLTN juga menghasilkan limbah, baik itu berupa air hangat  (yang  tidak  radioaktif)  maupun sedikit  limbah  radioaktif  yang  harus disimpan dengan aman di ruang anti radiasi untuk ribuan tahun ke depan.

Namun  untuk  Indonesia,  alternatif sumber energi bersih bahkan terbarukan ini masih banyak. Kita memiliki potensi panas bumi, angin, surya dan laut yang berlimpah. Sekali  lagi  ini  soal  teknologi  yang  akan menentukan  apakah  kita  dapat  segera memanfaatkan semua potensi ini sendiri atau harus menunggu uluran tangan (dan jerat utang) dari bangsa lain.

Wajib Disiapkan Serius

Teknologi  PLTN  adalah  teknologi tinggi. Hal  ini  karena  kebocoran atau kecelakaan dapat berakibat fatal. Bahan radioaktif yang keluar akan memancarkan radiasi sinar Gamma selama ribuan tahun. Bila terkena mahluk hidup, radiasi ini akan merusak  sel,  menyebabkan  kanker  atau kemandulan.  Pada kasus kecelakaan PLTN di Chernobyl tahun 1986, sebuah kota harus dievakuasi dan kota itu hingga kini masih menjadi kota mati.

Untuk itu sebuah PLTN modern harus dibangun  dengan  keamanan  berlapis. Sistem kontrol otomatis disiapkan agar bila ada  sesuatu  yang  tak  wajar,  reaktor otomatis  dimatikan. Masalahnya  adalah bila kelalaian dan korupsi membuat sistem kontrol itu tak lagi berfungsi!  Bangsa kita ini terkenal pintar membangun tetapi malas memelihara. Walhasil,  selain  kecelakaan saat pemboran minyak di Lapindo Sidoarjo yang berakibat keluarnya lumpur panas tak tertangani dari 2006 hingga kini, hampir setiap  hari  kita  mendengar  kecelakaan kereta api, kapal hingga pesawat.

Kita juga wajib menyiapkan agar PLTN tersebut  bila  jadi  dibangun  tidak  makin menjerat kita pada ketergantungan kepada asing, baik dalam bentuk utang, maupun dalam  pengadaan  bahan  bakar  nuklir. Memang Indonesia punya Uranium, tetapi kadarnya  rendah,  sedang  alat  untuk memperkaya  Uranium  termasuk  yang dibatasi,  untuk  mencegah  suatu  negara membangun  senjata  nuklir. Sedang Thorium  yang  konon  berlimpahpun, mungkin belum bisa dimanfaatkan karena hingga kini di dunia belum ada satupun PLTN dengan bahan bakar Thorium.

Perlu Syariat Islam

Kalau syariat Islam diterapkan untuk menyiapkan  PLTN,  insya  Allah  kita  akan mendapatkan SDM yang andal, baik dari ketakwaan,  profesionalisme  maupun semangat juang.  Ini untuk mengantisipasi agar mereka tidak lalai dan tidak korupsi dalam menjalankan pekerjaannya, dan agar mereka  senantiasa  bekerja  keras menguasai  teknologi  dengan  motivasi spiritual. Pekerjaan  nuklir  hanya  sedikit menoleransi kecerobohan (zero-tolerance).

Kemudian  syariat  pula  yang  akan menuntun  agar  sejak  dari  tender, pembebasan tanah, perjanjian dengan luar negeri  terkait  dengan  pembiayaan,  alih teknologi  dan  pengadaan  bahan  bakar, hingga pengurusan limbah radioaktif dapat berjalan dengan transparan, adil, aman, dan
berkelanjutan. Program  komputer yang dipakai di PLTN juga harus open-source, agar dapat kita rawat dan update sendiri, juga dapat diaudit dulu agar tidak disusupi baik oleh “spy-ware” maupun “bom-waktu”.

Hanya dengan syari’ah, sebuah proyek PLTN  akan  aman,  menyejahterakan  dan melindungi  kedaulatan.  Tanpa  syari’ah, PLTN adalah arena mafia, lahan korupsi dan sebuah risiko serius.[]

Bunga dari Negeri Khilafah

Thursday, May 26th, 2011

Dr. Fahmi Amhar

Bunga tulip selalu diasosiasikan dengan Negeri Belanda.  Pada musim semi, sekitar April sampai Mei, di taman Keukenhof Belanda yang seluas 32 hektar, mekar 4 juta kuntum dari 300 jenis tulip.  Luar biasa.  Mungkin inilah secuil taman surga yang digelar Allah di dunia.

Namun tahukah anda bahwa bunga tulip bukanlah asli Belanda?

Suatu riwayat mengatakan bahwa tulip dibawa ke Eropa oleh Oghier Ghislain de Busbecq, duta besar raja Ferdinand I dari Jerman untuk Sultan Sulayman al Qanuni (1520-1566) dari Daulah Utsmani.  Sang duta besar ini amat mengagumi berbagai bunga di Istanbul yang bahkan mekar di tengah musim dingin.

Versi lain mengatakan bahwa bunga ini diperkenalkan ahli botani Universitas Leiden, Carolus Clusius, pada tahun 1573.  Dia mendapat bibit bunga itu dari Austria.  Di Austria, bunga ini diperkenalkan etnis Hungaria.  Dan orang-orang Hungaria ternyata mengenal tulip dari orang-orang Khilafah Utsmaniyah, yang datang membebaskan Hungaria pada awal abad 16!

Ternyata, bunga tulip sebagai tumbuhan liar telah dikenal di Turki pada tahun 1000-an.  Namun adalah Sultan Ahmed III (1718-1730) yang memerintahkan membudidayakan tulip secara massif.  Para pejabat bertugas menilai bagus jeleknya berbagai jenis tulip.  Masa pemerintahan Sultan Ahmaed III ini disebut juga Era Bunga Tulip.

Ilustrasi tulip oleh Abdulcelil Levni (1720)

Era Tulip (dalam bahasa Turki: Lale Devri) adalah periode dalam sejarah Utsmani yang relatif damai, di mana Daulah Utsmani sudah mulai melakukan politik yang lebih berorientasi pada industri dan perdagangan, dan mengurangi tensi terhadap Barat.  Sejak kegagalan expedisi jihad ke Wina Austria pada tahun 1683 Daulah Utsmani telah sejenak melakukan “reses” dari jihad.

Selama periode tulip ini, masyarakat kelas elit telah membentuk minat yang besar untuk tulip.  Tulip identik dengan gaya hidup bangsawan.  Namun tulip juga merupakan romantisme yang mewakili kalangan elit dan kaya, yang pada saat yang sama menunjukkan kerapuhan dari pemerintahan despotik (yakni pemerintahan yang terkonsentrasi di tangan segelintir elit).