Kuliah ini terutama bertujuan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang UU Informasi Geospasial kepada mahasiswa geodesi, geografi dan teknik informatika yang mengambil kelompok bidang keahlian Geoinformatika. Namun bahan kuliah ini dapat juga dipakai untuk mahasiswa program studi lainnya yang terkait dan memandang perlu pengetahuan tersebut dalam menjalankan profesinya nanti.
Kuliah 1 sks ini semestinya dilakukan dalam 16 x pertemuan @ 40 menit, di mana 2 di antaranya adalah UTS & UAS. Untuk menghemat waktu, maka kuliah dilakukan dalam sistem block, di mana setiap block dilaksanakan selama 120 menit, kecuali block 1 yang hanya 80 menit. Mulai block-2, kuliah diawali dengan Quiz selama 10-15 menit untuk menguji pemahaman mahasiswa atas bahan ajar yang diberikan sebelumnya atau dijadikan tugas dari pertemuan sebelumnya.
Silabus :
Block-1
1. Konsep Hukum, Overview tentang Sistem Hukum di Indonesia, Sejarah Perundang-undangan, UUD 45 & Amandemen
2. Sejarah UU 4/2011 tentang Informasi Geospasial, Kisah dalam Proses Legal Drafting.
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia
http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45
http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/perpres68-2005.pdf
http://mfile.narotama.ac.id/files/M.%20Sholeh/PEDOMAN%20%20NASKAH%20AKADEMIK/PENYUSUNAN%20NASKAH%20AKADEMIK.pdf
http://www.fahmiamhar.com/2013/01/belajar-membuat-undang-undang.html
Block-2
3. Beberapa pasal-pasal penting dalam UU 4/2011
4. Kaitan UU 4/2011 dengan UU Pertanahan, UU Penataan Ruang, UU Kebencanaan, dan UU Pemerintahan Daerah
5. Kaitan UU 4/2011 dengan UU wilayah Negara dan UU Wilayah Pesisir
Referensi:
http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2011/4/uu/INFORMASI-GEOSPASIAL
http://www.fahmiamhar.com/wp-content/uploads/2013/02/Sejarah-+-PETA-PASAL-pada-UU-IG.pdf
http://www.fahmiamhar.com/wp-content/uploads/2013/02/05_FahmiMateri-sosialisasi-UU-IG_6pages.pdf
http://www.fahmiamhar.com/wp-content/uploads/2013/02/2009-12-31_NA-RUU-.pdf
Pasal-pasal tertentu dalam UU berikut ini:
UU Pokok Agraria (UU Pokok Pertanahan): http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/249/node/6/uu-no-5-tahun-1960-peraturan-dasar-pokok-pokok-agraria
UU Penataan Ruang: http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2007/26/uu/Penataan-Ruang dan PP tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang: http://www.setneg.go.id/components/com_perundangan/docviewer.php?id=3889&filename=PP%20Nomor%208%20Tahun%202013.pdf
UU Penanggulangan Bencana: http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2007/24/uu/Penanggulangan-Bencana
UU Pemerintahan Daerah (UU Otda): http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2004/32/uu/Pemerintahan-Daerah
UU Wilayah Negara (Perbatasan): http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2008/43/uu/Wilayah-Negara
UU Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU Kelautan): http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2007/27/uu/Pengelolaan-Wilayah-Pesisir-dan-Pulau-Pulau-Kecil
Block-3
6. Kaitan UU 4/2011 dengan UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU HAKI
7. Kaitan UU 4/2011 dengan UU Informasi & Transaksi Elektronik
8. Kaitan UU 4/2011 dan Penganggaran – APBN, PP PNBP, Inpres Citra Hires
Referensi:
Pasal-pasal tertentu dalam:
http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2008/14/uu/Keterbukaan-Informasi-Publik
http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2002/19/uu/Hak-Cipta
http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2008/11/uu/Informasi-dan-Transaksi-Elektronik
Block-4
10. UU 4/2011 dan Persoalan Infrastruktur Data Spasial Nasional
11. UU 4/2011 dan Persoalan Pemetaan Partisipatif (CrowdSource-Map)
12. UU 4/2011 dan Persoalan SDM, Sertifikasi Kompetensi (SKKNI)
Block-5
13. UU 4/2011 dan Persoalan Standardisasi (SNI)
14. UU 4/2011 dan Peraturan-peraturan pelaksanaannya
15. Beberapa kasus hukum dalam perspektif UU 4/2011
Ada saat-saat di mana kita bersyukur tidak menjadi seorang pejabat publik. Coba bayangkan bila kita menjadi gubernur DKI atau Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam situasi darurat banjir seperti saat ini? Kita akan berhari-hari kurang tidur, badan meriang, tidak punya waktu untuk pribadi, dan sudah begitu dicaci-maki orang lagi, dan lagi…
Akhir 2010, secara informal saya ditawari untuk menggantikan posisi seorang pejabat Eselon-2 di BNPB yang akan dipromosikan menjadi Eselon-1. Waktu itu saya menjabat Eselon-3, tetapi karena saya peneliti yang merangkap jabatan di unit riset, saya sudah berpangkat IV/C, sudah terlalu tinggi untuk Eselon-3. Sedangkan konon Eselon-2 yang kosong ya di BNPB itu. Apalagi sebelumnya saya dikenal sering terlibat dalam aktivitas mengatasi bencana.
Saya memang akhirnya memutuskan untuk balik jadi fungsional peneliti saja, untuk memberi kesempatan orang lain merasakan memimpin unit riset. Saya membayangkan, menjadi Eselon-2 di BNPB itu sangat berat. Memang bencana tidak terjadi setiap hari. Tetapi konon, telepon genggam pejabat teras BNPB itu harus selalu ON, meski malam hari dan hari libur ! Kalau pas ada bencana lalu ditelepon koq tidak diangkat, besok handphonenya bisa dipastikan akan dibanting boss besar. Wah saya sepertinya bukan orang yang tepat untuk duduk di sana. Apalagi hari libur saya sudah terisi oleh banyak agenda saya yang lain, yang saya kira juga bernilai untuk rakyat, tetapi belum dijadikan tugas oleh lembaga manapun di negara ini.
Tetapi saya bisa bicara serba sedikit tentang bagaimana kita memberikan kontribusi untuk mengatasi bencana.
Upaya penanggulangan bencana itu dapat dibagi tiga: pencegahan – tanggap darurat – pemulihan. Pada umumnya orang fokus kepada tanggap darurat saja, karena inilah yang paling hangat dan selalu diliput pers. Kadang kejadiannya terasa heroik, karena soal menyelamatkan jiwa, atau menolong para pengungsi yang terlantar beberapa hari dengan kekurangan makanan, selimut atau popok bayi. Pemulihan juga kadang masih menarik perhatian, tetapi sering lebih fokus pada upaya pencegahan korupsi selama upaya rekonstruksi dan rehabilitasi itu. Tetapi pencegahan yang bisa meliputi upaya struktural (pembangunan fisik) dan non struktural (pembangunan budaya siap bencana) nyaris selalu luput dari perhatian sehingga jarang diikuti atau ditanggapi serius dari pihak manapun.
Saya bekerja di lembaga negara yang bertanggungjawab soal pemetaan. Karena itu, setiap upaya penanggulangan bencana, bagi kantor kami selalu dikaitkan dengan apa yang dapat dilakukan dengan peta. Pihak lainpun berharap, pekerjaan mereka bisa dioptimalkan dengan peta atau data geospasial. Yang jelas, setiap ada kejadian bencana yang luar biasa, kantor kami selalu termasuk dalam daftar yang diundang untuk rapat darurat di kementerian yang bertanggungjawab soal kebencanaan. Ini tergantung jenis dan skala bencananya. (more…)
Data Spasial
Data Spasial adalah data yang posisi atau lokasinya berperan penting dalam pengambilan keputusan. Sebagai contoh: setiap orang pasti memiliki data. Ada data nama, nama orang tua, tanggal lahir, tempat lahir, sekolah, pekerjaan, hingga alamatnya sekarang. Dari data tersebut, tempat lahir, sekolah dan alamat adalah data spasial, sedang selain itu bukan data spasial. Dengan data tempat lahir dan sekolah, dapat dilacak lingkungan tempat orang itu tumbuh dewasa. Bagi sebuah institusi, informasi ini sedikit banyak dapat digunakan misalnya, untuk memberi penugasan bagi orang tersebut (misalnya survei atau pemasaran) pada lingkungan yang dia kenal baik. Sedang dengan data alamat sekarang, dapat diprediksi tingkat efisiensi perjalanan dari rumah ke kantornya.
Data spasial dapat tersimpan dalam berbagai bentuk. Yang paling sederhana adalah daftar alamat. Data tabular semacam ini, selama dapat dihubungkan dengan dunia nyata yang dikenali, adalah data spasial yang berguna. Pada level yang lebih tinggi, data spasial tersimpan dalam bentuk peta, citra satelit, hingga database geografis berformat digital.
Cerdas Spasial
Kegunaan data spasial sangat tergantung kepada kecerdasan spasial seseorang. Bagi orang yang cerdas spasial, data spasial sekecil apapun dapat dikaitkan dengan upaya optimasi aktivitasnya. Seorang atlet sepakbola yang cerdas spasial selalu memikirkan posisi bola, gawang, kawan maupun lawan mainnya. Seorang turis, selalu memikirkan lokasi perhentian angkutan umum, hotel, tempat makan dan objek yang akan dikunjunginya. Dengan itu dia merancang rute perjalanannya. Kalau tidak cerdas spasial, maka seluruh data posisi tadi tidak dia hiraukan. Bahkan tanpa cerdas spasial, data spasial secanggih apapun tidak akan berperan dalam pengambilan keputusan.
Dalam pemberantasan korupsi, cerdas spasial diperlukan baik untuk mencegah (preventif) maupun memberantas korupsi yang telah terjadi. Secara preventif misalnya, pemasangan alat GPS di tiap kendaraan suatu armada taxi, akan membuat sopir taxi tak bisa seenaknya, karena pusat taxi (call center) jadi tahu persis posisi tiap taxi. Namun pada saat yang sama sopir taxi juga diuntungkan karena dengan sistem itu order langsung diberikan ke taxi terdekat yang kosong. Seandainya ada aturan bahwa dalam tiap LPJ kepala daerah wajib dilampiri peta / citra satelit yang menunjukkan kondisi lingkungan sebelum dan sesudah masa jabatan, tentu juga para kepala daerah tidak bisa seenaknya menguras kekayaan daerahnya. Rakyat yang cerdas spasial juga terbantu dalam ikut mengontrol jalannya pemerintahan.
Memberantas Korupsi dengan Data Spasial
Pepatah bilang, “tidak ada kejahatan yang sempurna”. Suatu pelanggaran hukum pasti meninggalan jejak. Di antara jejak itu adalah yang menyangkut posisinya dalam ruang. Itu data spasial. Tak terkecuali kejahatan luar biasa seperti korupsi. Oleh karena itu, dapat dikembangkan berbagai teknologi informasi spasial dalam membantu memberantas korupsi. Di sisi lain, potensi teknologi ini sekaligus dapat mencegah orang untuk melakukan korupsi, karena dia sadar ada teknologi yang mampu mengungkapkannya.
Dalam tulisan singkat ini, akan ditunjukkan tiga jenis teknologi informasi spasial untuk mengungkap korupsi: (1) korupsi di kehutanan; (2) korupsi di perpajakan; (3) korupsi di sektor property.
(1) Setiap pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) diwajibkan menyetor foto / citra Landsat setiap tahun. Pemerintah ingin menilai berapa persen hutan yang benar-benar ditebang dan sejauh mana penanaman kembali. Praktek yang terjadi saat ini, foto atau citra itu sering dimanipulasi. Sepintas memang tampak mudah mengambil suatu bagian citra atas lahan yang masih berpohon untuk dicopy di bagian lain yang sudah gundul. Penebangan berlebih jadi tersembunyi. Hanya saja, teknik ini mustahil dilakukan sempurna untuk semua kanal Landsat. Dengan analisis spektrum di semua kanal akan ditemukan discontinuity. Gambar akan tampak aneh di kanal yang lain. Hanya gambar yang natural (asli) yang tidak menunjukkan efek itu. Korupsi pajak HPH dan pelanggaran konsesi yang amat membahayakan lingkungan dapat terdeteksi.
(2) Sistem perpajakan di Indonesia menganut asas self-assesment. Sayangnya, berbagai hal membuat tingkat kejujuran wajib pajak sangat rendah. Bahkan jumlah orang kaya ber-NPWP masih di bawah 20%. Namun dengan citra resolusi tinggi (misal Quickbird) dapat diidentifikasi dengan cepat asset-asset yang ada di suatu tempat (rumah, kolam renang, lapangan golf) untuk diuji silang dengan status kepemilikan dan perpajakannya. Tentunya akan janggal bila seseorang yang memiliki rumah mewah dengan kolam renang, namun belum punya NPWP. Akan janggal pula bila sebuah pabrik yang sangat besar (tampak di citra), ternyata melaporkan jumlah produksi yang kecil – dan tentunya besaran PPN atau PPh yang kecil. Dengan ini, upaya main mata pemeriksa pajak dengan wajib pajak (dan ini korupsi “sektor hulu” terbesar) dapat dideteksi lebih awal – untuk kemudian dicegah!
(3) Di sektor property (misal pembangunan gedung, pembukaan lahan, penyiapan infrastruktur), laporan “ABS” suatu proyek property yang belum selesai – namun sudah dilaporan selesai, juga dapat lebih mudah terdeteksi. Tinggal dilakukan komparasi atas foto sebelum dan sesudah dibangun.