Shariah Compliance Indicators untuk Restoran
Dr. Fahmi Amhar
Kontributor Lajnah Khusus Pengusaha HTI
Saat ini isu syariah sedang naik daun, walaupun masih terbatas di dunia perbankan dan asuransi. Untuk tataran praktis, penting dikembangkan suatu set indikator seberapa syariah (shariah compliance) sebuah entitas bisnis, terutama yang terkait langsung dengan konsumen publik, seperti perhotelan, restoran atau tempat kerja. Berbagai organisasi keislaman (seperti MUI, NU, Muhammadiyah, Hizbut Tahrir Indonesia) dapat mendorongnya dengan edukasi publik dan mulai memberikan penghargaan (award) kepada mereka yang telah secara sungguh-sungguh berusaha mensyariahkan entitas bisnisnya di tengah pusaran arus kapitalisme sembari menjadi bagian penegakan kembali syariah secara menyeluruh.
Berikut ini adalah sekelumit gagasan untuk mencoba mencari indikator syariah untuk restoran.
Dalam bisnis restoran, yang dilihat adalah lima aspek yang bersifat mutlak. Artinya kalau salah satu aspek itu gagal, maka restoran tersebut sama sekali gagal mendapatkan ‘sertifikat’ shariah compliance. Di tiap aspek itu ada poin-poin yang semakin dipenuhi maka semakin tinggi nilai yang didapatkan.
1. Bisnis inti
– Semua makanan yang dijual harus memenuhi kategori halal. Yang mendapat nilai tertinggi adalah bila telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Di sinilah, MUI harus menyosialisasikan sertifikasi halal berbiaya rendah atau gratis ke pemilik usaha kecil dan menengah.
– Setiap makanan yang dijajakan harus memiliki spesifikasi yang jelas (seperti bahan baku, daerah asal, kalori) dilengkapi foto dan harga.
– Makanan yang dihidangkan dan cara menyiapkan semuanya memenuhi syarat-syarat higienis.
2. Pelayanan/komunikasi dengan pelanggan
– Ringkasan jenis makanan dan harga sudah dipajang di luar restoran sehingga calon pembeli sudah mengetahuinya sebelum masuk restoran.
– Pemilik dan pelayan restoran mengenakan busana sopan yang menutup aurat.
– Pemilik dan pelayan restoran menunjukkan akhlaqul karimah, seperti salam, senyum, memberikan informasi yang dibutuhkan, dan melayani komplain secara santun.
– Pelayan membacakan ulang pesanan pelanggan untuk konfirmasi ordernya.
– Musik atau tontonan yang mengiringi tidak bertentangan dengan islam; boleh saja musik instrumental klasik atau tradisional yang tidak terasosiasikan dengan maksiat.
– Perabotan yang dipakai untuk menghidangkan tidak mengandung bahan yang diharamkan, seperti emas atau perak.
– Konsumen diberi kesempatan mengecek akurasi tagihan sebelum pembayaran dilakukan.
– Diberikan tanda terima setelah pembayaran.
– Disediakan media untuk memberikan feedback atas pelayanan yang diberikan.
3. Lingkungan usaha
– Nyaman, bebas dari asap rokok.
– Lukisan atau foto-foto yang dipajang di restoran tidak mempromosikan maksiat/mengandung pornografi atau bertentangan dengan Islam.
– Memiliki tempat duduk yang terpisah, seperti female-corner, men-corner, dan family corner.
– Memiliki toilet bersih yang dapat mencegah najis menyebar ke mana-mana.
– Memiliki mushala atau dekat dengan mushala berikut tempat wudhu yang layak.
– Memiliki tempat parkir yang aman dan tidak menyebabkan macet.
4. Hubungan dengan hak-hak publik
– Tidak merampas hak-hak umum (misalnya mencuri/mencantol listrik atau badan jalan).
– Tidak melakukan pembukuan ganda, dan menolak membuat struk fiktif.
– Memiliki sarana penetral limbah, sehingga limbahnya (termasuk asap) tidak menggangu sekitarnya.
– Memiliki jam usaha yang jelas yang diridhai tetangga sekitarnya
– Pada siang hari di bulan Ramadhan tetap boleh dibuka secara terbatas, untuk melayani pembeli dari kalangan yang tidak wajib puasa, seperti wanita haid/nifas, orang sakit, musafir atau non muslim.
5. Hubungan pemilik usaha dengan pekerja
– Kontrak kerja dengan karyawan jelas, mencakup hak dan kewajiban, serta reward & punishment sesuai syariat yang diridhai kedua belah pihak.
– Jam kerja karyawan diatur untuk memenuhi haknya bersama keluarga.
– Setiap karyawan mendapat giliran kesempatan untuk shalat dan istirahat pada waktunya.
– Pada saat shalat Jumat, hanya karyawati atau pegawai non Muslim yang tetap dinas, sedang karyawan Muslim akan shalat Jumat. Kalau jumlah ini tidak memadai, maka restoran akan ditutup pada saat shalat Jumat.
Demikianlah, gagasan ini. Mungkin ada poin-poin di sini yang masih harus ditambah atau dipertajam. Terutama aspek empat dan lima mungkin tidak bisa dilihat langsung, tetapi harus dengan wawancara pada karyawan/pemilik.
Mungkin ada yang akan mencoba melakukan survei percobaan dengan menerapkan shariah compliance indicators di atas? Berapa kira-kira restoran yang lolos? Dan mana yang mendapatkan nilai tertinggi?
Muslimpreneur, makin jelas Islam menuntun kita untuk berbisnis penuh ‘berkat’ dan berkah dengan seperangkat aturan yang mudah dilaksanakan. Jadi tunggu apa lagi?[]
Leave a Reply