Ketika Komunikasi Tahan Sadapan
Dr. Fahmi Amhar
Baru saja tak cuma negeri kita terkena isu penyadapan oleh intelijen asing – bahkan kanselir Jerman pun berang pada Amerika Serikat yang dituduh menyadapnya. Dan itu sebenarnya bukan hal yang baru, bahwa setiap negara memiliki dinas mata-mata, yang salah satu tugasnya adalah memata-matai negara lain, baik kawan apalagi lawan – karena yang dulu kawan pun bisa saja di kemudian hari menjadi lawan yang lebih berbahaya.
Penyadapan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang dengan menanam suatu mikrofon amat kecil lengkap dengan pemancar radionya di dekat target yang mau disadap. Alat ini bisa ditaruh tanpa mencurigakan di kamar hotel, ruang rapat atau kendaraan target. Untuk kendaraan, kadang ditaruh GPS amat kecil – juga berpemancar – sehingga gerak gerik target bisa diikuti.
Yang sedikit lebih rumit adalah menyadap lalu lintas komunikasi. Penyadap perlu melacak frekuensi sinyal yang digunakan. Kalau komunikasi itu menggunakan internet, maka perlu mendeteksi lewat komputer mana saja email atau data itu mengalir. Bukan soal yang mudah. Karena itu, Amerika sampai mempekerjakan ribuan ahli matematika dan telematika untuk urusan sadap menyadap ini.
Timbul pertanyaan, apakah fenomena ini di masa lalu pernah terjadi dalam sejarah Islam? Daulah Islam di masa lalu mencakup wilayah yang sangat luas, membentang dari tepian Atlantik hingga tepian Pasifik, dari pegunungan Ural sampai gunung Kilimanjaro. Bagaimana cara-cara mereka dulu berkomunikasi, menyebarkan informasi dan membangun masyarakat yang beradab, kuat dan bermartabat dengan teknologi yang ada saat itu? Bagaimana mereka melindungi komunikasi mereka saat itu agar tidak jatuh ke tangan yang salah? Sejauh apa kontribusi ilmuwan Muslim dalam melindungi saluran komunikasi dari penyadapan?
Dalam hal penyaluran atau transmisi informasi, pada abad pertengahan, komunikasi jarak jauh dilakukan dengan kurir berkuda, burung merpati pos atau dengan sinyal-sinyal api. Kurir berkuda atau merpati pos memerlukan waktu tempuh 50 km/jam atau 120 km/jam dan setelah beberapa waktu harus dilakukan estafet. Sinyal api dapat bergerak lebih cepat, namun memerlukan menara-menara yang dibangun di puncak-puncak gunung atau setiap jarak 30 kilometer dengan petugas jaga untuk menerima dan meneruskan sinyal. Namun karena kapasitas informasinya terbatas, sinyal api memerlukan perjanjian terlebih dulu tentang makna di balik setiap sinyal.
Setiap transmisi informasi ada peluang disadap oleh pihak yang tidak berhak. Karena itu para ilmuwan Muslim juga mendalami teknik untuk merahasiakan pesan, sehingga sekalipun informasi jatuh ke pihak asing, mereka tidak mampu memahaminya. Sekitar 850-M, al-Kindi menulis makalah tentang mengunci dan membuka pesan terenkripsi. Inilah dasar cryptography. Pekerjaan ini dimungkinkan setelah tahun 820-M al-Khawarizmi merumuskan metode memecahkan persamaan linear dalam kitabnya al-Jabar wal Muqabalah. Lalu pada 825-M beliau menulis cara menggunakan angka India. Buku ini yang tersisa adalah edisi bahasa Latin yang berjudul Algoritmi de numero Indorum. Dari sinilah muncul istilah “algoritma” – yang semula adalah kesalahan dari penerjemahnya ketika menyangka nama penulisnya (al-Khawarizmi) adalah bagian dari judul dari buku tersebut. Kini istilah algoritma adalah istilah paling lazim dalam setiap pemrograman komputer. Tentang mesin yang dapat diprogram itu sendiri, pada 1206-M, al-Jazari sudah menciptakan mesin orkestra yang dapat diprogram, meski masih digerakkan oleh manusia atau tenaga air.
Teknologi kominfo saat ini juga tak akan lepas dari penggunaan gelombang elektromagnetik. Sesungguhnya dasar-dasar elektromagnetik dibuat oleh ibn al-Haytsam (Alhazen) yang pada 1021-M menerbitkan bukunya tentang teori cahaya yang menjadi dasar lebih lanjut para fisikawan mempelajari gelombang elektro-magnetik.
Penggunaan satu kanal cahaya atau gelombang elektromagnetik sebagai medium komunikasi dalam waktu singkat menunjukkan keterbatasan kapasitasnya. Untuk itu informasi perlu dipampatkan (dikompres). Di zaman modern, teknologi CDMA adalah contoh bagaimana kapasitas kanal bisa diperbesar dengan pemampatan terkode (Code Division Multiple Access). Dasar-dasar teknik pemampatan ini diletakkan pada sekitar tahun 1400-M oleh Ahmad al-Qalqasyandi, yang memberikan daftar kunci dalam kitabnya “Subh al-a’sya” yang mencakup baik substitusi maupun transposisi, dan untuk pertama kalinya suatu kunci dengan substitusi ganda untuk sembarang teks terbuka. Ini adalah dasar analisis frekuensi yang dipakai untuk kompresi data dalam komunikasi modern.
Dengan demikian, meski ketika negara khilafah tegak, komunikasi radio belum ditemukan, apalagi komputer dan internet, namun para ilmuwan Muslim telah membangun dasar-dasar bagi suatu revolusi komunikasi dan informasi di kemudian hari. Dan meski dalam ukuran sekarang teknologi saat itu masih cukup sederhana, namun negara khilafah telah menggunakannya secara efisien dan efektif untuk mengumpulkan informasi, menyalurkannya ke segala penjuru secara aman, mengelolanya menjadi asset pengetahuan yang rapi, dan menyebarkan ke masyarakat sehingga masyarakat menjadi cerdas.
Bukti tak terbantahkan dari itu semua adalah bahwa saat itu negara khilafah menjadi negara paling luas, paling kuat, paling beradab dan paling bermartabat selama beberapa abad.
Tags: Al-Kindi, anti sadap, coding, ilmuwan islam, penyadapan, teknologi
Leave a Reply