BULAN PERUBAHAN – Ramadhan Hari-24: UBAH AMUNISI
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu jenis dan cara mereka menggunakan “senjata” (amunisi).
Tidak ada peperangan bisa dimenangkan tanpa senjata atau amunisi. Hanya senjatanya itu berupa apa, itu tergantung jenis perangnya, dan sejauh mana pelaku peperangan menguasai berbagai jenis senjata itu.
Di dalam al-Qur’an ada perintah seperti ini: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” (Qs. 8:60).
Ayat ini bermakna sangat dalam.
Zaman nabi, kekuatan sebuah pasukan itu tergambar pada kuda-kuda perang. Kalau sekarang musuh kita menggunakan rudal nuklir, ya tentu saja kekuatan kita tidak lagi bisa bertumpu pada kuda. Kita mungkin harus menyiapkan rudal nuklir juga. India dan Pakistan dulu sering berperang. Tetapi sejak keduanya memiliki senjata nuklir, mereka saling menahan diri. Adanya amunisi canggih telah mengubah nasib kedua negara.
Bisa pula senjata kita itu bukan nuklir, maka setidaknya sistem yang mampu menghentikan rudal nuklir musuh itu sebelum sampai ke sasaran di tempat kita. Bisa seperti rudal anti rudal (“Patriot”). Bisa pula sistem elektronik yang mampu mengganggu sistem elektronik rudal sehingga kehilangan arah, atau tidak terkendali, atau bahkan mati sebelum terluncurkan. Di film fiktif besutan Hollywood “Independence Day”, dikisahkan bahwa senjata manusia yang akhirnya dapat melumpuhkan UFO raksasa itu adalah: virus komputer !!!
Dalam kenyataannya, senjata fisik (dari pedang hingga rudal nuklir) sangat tergantung pada orang yang ada di belakangnya. Untuk pasukan khusus atau agen rahasia kelas satu, senjata yang terutama itu adalah otaknya sendiri. Setidaknya itu kata James Bond saat ditanya apa senjata dia yang paling utama …
Dalam perang modern, “senjata non fisik” sering lebih menentukan akhir peperangan. Istilahnya adalah “soft-power”. Inggris mengalahkan dan lalu menjajah timur dan barat (sampai disebut “Negeri di mana matahari tak pernah terbenam”) menggunakan kekuatan intelijen. Intelijen adalah bagian dari softpower. Bagian softpower lainnya adalah diplomasi, hutang, media, hiburan, gaya hidup, bahkan olahraga (“food, fashion, fun”).
Dalam dunia demokrasi, softpower didominasi oleh senjata finansial. Uang bermain baik secara kasar di setiap pemilu atau pilkada; namun juga secara “elegant” di setiap bantuan luar negeri, baik yang tidak perlu dikembalikan (“grant”), maupun yang lama-lama akan menjerat kita dengan bunga-berbunga.
Namun, mereka juga menggunakan senjata intelektual. Di sinilah buku dan informasi adalah amunisi dalam meyakinkan orang, agar akhirnya mengikuti keinginan yang unggul dalam perdebatan.
Senjata intelektual adalah senjata softpower yang paling tinggi. Kalau intelektual seseorang sudah terkuasai, maka softpower yang lain seperti finansial, maupun hardpower seperti rudal nuklirpun akan diserahkan. Senjata intelektual yang kuat harus dilandasi dengan ideologi yang kuat. Tanpa ideologi yang kuat, maka senjata intelektual itu suatu saat pasti akan kehilangan arah atau kehabisan energi.
Dalam kehidupan sehari-hari pun, setiap orang juga pasti memiliki suatu “senjata”, bahkan “senjata andalan”. Konon senjata andalan lelaki adalah: uang, dan senjata andalan perempuan adalah: air mata. Namun tentu saja, seorang mukmin memiliki senjatanya sendiri. Benarkah bahwa senjata andalan seorang muslim adalah doa? Setengahnya benar. Lihatlah: Muhammad al-Fatih sewaktu menaklukkan Constantinopel tidak cuma bersenjatakan doa. Dia bahkan merekrut seorang ahli senjata dari Hungaria agar membuatkan untuknya meriam raksasa (“supergun”) berkaliber 760 mm. Baru setelah ikhtiar maksimum seperti itu, doa memiliki haknya untuk dikabulkan.
Tetapi doa tidak akan pernah menjadi senjata manakala kita membiarkan kemunkaran terjadi. Rosulullah saw, bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, hendaknya kalian beramar ma’ruf dan nahi munkar atau jika tidak, niscaya Allah akan mengirimkan siksa-Nya dari sisi-Nya kepada kalian, kemudian kalian memohon kepada-Nya namun do’a kalian tidak lagi dikabulkan.” (HR. Turmudzi).
Amunisi cadangan yang paling afdhol adalah amal shaleh yang kita rahasiakan selama ini. Amal itulah yang boleh kita jadikan senjata simpanan saat kita ingin doa kita ijabah.
Dari Abu Abdur Rahman, iaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma, katanya: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat berpergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahawasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.
Seorang dari mereka itu berkata: “Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu – yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya saya pun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya.Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus- menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah, Anak-anak kecil sama menangis kerana kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keredhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini.” Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua.
Yang lain berkata: “Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak dari bapak saudara yang wanita (sepupu wanita) yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia (dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan orang-orang lelaki yang amat sangat kepada wanita ) kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia memperolehi kesukaran. lapun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus dua puluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku (maksudnya untuk bersetubuh).
Ia berjanji sedemikian itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya (dalam sebuah riwayat lain disebutkan: Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya – sepupuku itu lalu berkata: “Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin ( maksudnya cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini – melainkan dengan haknya – yakni dengan perkahwinan yang sah) lalu saya pun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keredhaanMu, maka lapangkanlah kesukaranyang sedang kita hadapi ini.” Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya.
Orang yang ketiga lalu berkata: “Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga bertambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku.
Saya menjawab: Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itu pun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keredhaanMu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini.” Batu besar itu lalu membuka lagi dan mereka pun keluar dari gua itu. (Muttafaq ‘alaih)
Mestinya Ramadhan adalah bulan untuk mengubah jenis dan cara kita menggunakan senjata atau amunisi dalam hidup kita. Mari kita menumpuk amal shaleh, agar kita memiliki amunisi cadangan. Mudah-mudahan, pada hari ke-24 bulan Ramadhan, kita sudah memperbaiki amunisi kita, agar Allah mengubah nasib kita.
Tags: ramadhan, ramadhan 2013, Ramadhan bulan perubahan, sukses ramadhan
Leave a Reply