Dr. Fahmi Amhar
Lion Air kembali kehilangan satu pesawatnya ketika tercebur di laut 50 meter sebelum landasan di bandara Ngurah Rai Denpasar. Padahal ini pesawat terbaru, baru beroperasi sebulan! Pilotnya juga senior, sudah mengantongi lebih dari 10.000 jam terbang. Apakah pilotnya kelelahan karena tekanan manajemen? Sehebat apapun pilot dan pesawat, tetapi kalau dipaksa kejar setoran karena tuntutan pasar yang sangat tinggi – sementara kelangkaan pilot di Indonesia belum teratasi, maka bisa saja berakibat kecelakaan yang fatal. Tetapi bisa juga ada faktor kesalahan instrumentasi di darat atau gejolak cuaca lokal, misalnya tekanan angin tiba-tiba yang membuat pesawat gagal mencapai landas pacu (istilahnya “undershoot”).
Tetapi bicara dunia penerbangan, orang sering salah menjawab bila ditanya siapa manusia pertama yang mengudara. Mayoritas menjawab Oliver & Wilber Wright dari Amerika Serikat yang terbang pada tahun 1900. Padahal mereka hanya menyempurnakan bentuk sayap dan menambahkan mesin pada bangun pesawat yang sudah lama dikenal. Leonardo da Vinci (1452-1519) dari Italia dan Otto Lilienthal (1848-1896) dari Jerman telah mendahuluinya.
Tetapi ternyata jauh sebelumnya semua sudah didahului oleh seorang Muslim, Abbas ibn Firnas (810-887) dari Andalusia. Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”
Sebagaimana banyak ilmuwan Muslim di zamannya, Ibnu Firnas adalah seorang polymath, yaitu menekuni berbagai ilmu sekaligus: kimia, fisika, kedokteran, astronomi, dan dia juga sastra. Dia menemukan berbagai teknologi seperti jam air (jam yang dikendalikan oleh aliran air yang stabil), gelas tak berwarna, lensa baca, alat pemotong batu kristal hingga peralatan simulasi cuaca yang konon juga mampu menghasilkan petir buatan, meski masih teka-teki bagaimana Ibnu Firnas menghasilkan listriknya. Namun di antara semua penemuannya, yang paling spektakuler dan dianggap salah satu tonggak sejarah adalah alat terbang buatannya.
Alat terbang Ibnu Firnas adalah sejenis ornithopter, yakni alat terbang yang menggunakan prinsip kepakan sayap seperti pada burung, kelelawar atau serangga. Dia mencoba alatnya ini dari pertama-tama dari sebuah menara masjid di Cordoba pada tahun 852 M. Dia terbang dengan dua sayap. Ibnu Firnas sempat terjatuh. Untung dia melengkapi diri dengan baju khusus yang dapat menahan laju jatuhnya. Baju khusus ini adalah cikal bakal parasut. (more…)
1 Mei di seluruh dunia
Buruh merayakan “kemenangannya”
demonstrasi dan pawai di jalan-jalan raya
tak terlalu peduli dengan akibat kemacetannya.
1 Mei di seluruh dunia
Buruh mengeluhkan berbagai persoalannya
Batalkan kenaikan harga BBM, salah satu tuntutannya
Hapuskan Outsourcing dan tegakkan UMP, lanjutnya.
1 Mei di seluruh dunia
Para pengusaha semaking pusing kepala
Kenaikan harga BBM membuat mereka juga tersiksa
Terus dengan tuntutan buruh? Wah mending bubar saja!
Wahai kaum buruh, wahai kaum pengusaha!
Belum sampaikah berita tanpa kepentingan kepada Anda?
Bahwa penyebab derita ini adalah kapitalisme yang menggurita,
yang kokoh di atas fondasi sekulerisme tak kenal Sang Pencipta,
Karena Sang Pencipta konon ‘diusir ke tempat yang mulia saja’,
sedang Demokrasi menggantikannya mengatur urusan dunia.
Wahai kaum buruh, wahai kaum pengusaha!
Mari kita bersatu menjadikan syari’ah solusinya!
Syariah hubungan industrial dan upaya mensejahterakan bangsa,
karena Allah dan Rasul meninggalkannya dengan amat sempurna,
selama kita tahu siapa saja yang harus menerapkannya,
yaitu individu, kelompok, dan Khilafah sebagai negara!
History book doesn’t tell ALL about reality in the past, but tell about which reality is ACCEPTED by the ruler, when the history is written down. (Buku sejarah tidak menceritakan SELURUH realitas di masa lalu, tetapi tentang realitas yang DISETUJUI oleh penguasa ketika sejarah itu ditulis). (Fahmi Amhar)
Berikut sepenggal kisah tersebut di ambil dari Mainstream Media Indonesia‘s photo.
Rahmah El Yunusiyyah, Mujahidah tanpa Emansipasi
Di antara para pahlawan Nasional, terdapat sederet nama-nama wanita dari berbagai daerah dan beragam cara berjuangnya. Kalau Cut Nyak Dien dan Keumalahayati berjuang dengan mengangkat senjata tanpa mendirikan sekolah, sementara Dewi Sartika berjuang dengan mendirikan sekolah tanpa mengangkat senjata. Tapi selain mereka, lihatlah Rahmah El Yunusiyah, yang berjuang dengan mendirikan sekolah sekaligus mengangkat senjata. Dan ia pertaruhkan seluruh jiwa raganya demi agama.
Jilbabnya yang panjang nan lebar melebihi dada selalu dikenakannya, memperlihatkan didikan dan penanaman agama yang sangat kuat pada dirinya.
“Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Saya harus mulai, dan saya yakin akan banyak pengorbanan dituntut dari diri saya”, kata Rahmah El Yunusiyah suatu hari bertekad.
(more…)