Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan AJB Bumiputera 1912 akan menyelenggarakan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-44 Tahun 2012. LKIR adalah ajang kompetisi ilmiah bagi remaja Indonesia yang merupakan siswa SMP/SMA usia 12-19 tahun guna meningkatkan kesadaran dan kemampuan mereka dalam menganalisa permasalahan dan mencari solusi yang tepat melalui penelitian dan aplikasi iptek. Setiap peserta harus mengikuti semua persyaratan yang tercantum pada informasi di bawah ini sebelum membuat scientific paper/karya tulis ilmiah.
PESERTA
1. Usia 12-19 tahun terhitung pada tanggal 30 September 2012 dan atau setingkat SMP dan SMA.
2. Perorangan atau kelompok maksimal 3 orang.
3. Belum pernah menjadi pemenang LKIR dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
4. Melampirkan surat keterangan dari sekolah/instansi terkait, riwayat hidup dalam 1 lembar yang berisi: nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, sekolah/instansi, nomor telepon/HP, dan email serta diketahui oleh orangtua atau wali.
BIDANG PENELITIAN
1. Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan.
2. Bidang Ilmu Pengetahuan Alam.
3. Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik dan Rekayasa.
PENULISAN PROPOSAL PENELITIAN
1. Judul bebas (dalam konteks obyek bidang penelitian).
2. Materi merupakan proposal penelitian yang akan dilaksanakan dengan metode ilmiah dan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang benar, memakai template yang telah ditentukan meliputi:
• Judul dan nama penulis dalam 1 halaman.
• Penulisan abstrak tidak lebih dari 300 kata.
• Substansi: pendahuluan, masalah yang akan diteliti, hal baru yang diajukan terkait masalah, metode yang akan dilakukan sebagai justifikasi atas hal baru yang diajukan, kesimpulan, referensi.
• Daftar riwayat hidup setiap penulis.
• Format judul dan abstrak dapat diunduh melalui situs LKIR 2012 http://kompetisi.lipi.go.id/lkir44/
3. Proposal Penelitian belum menjadi Karya Tulis Ilmiah dan belum pernah diikutsertakan sebelumnya dalam kompetisi ilmiah sejenis tingkat nasional.
4. Diketik dengan jarak 1½ spasi, jenis huruf Arial, ukuran huruf 11, menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5. Proposal penelitian dikirimkan secara elektronik melalui situs LKIR 2012 diterima oleh panitia selambat-lambatnya tanggal 28 April 2012. Apabila tidak memungkinkan bisa dikirim melalui pos tetapi harus dilengkapi dengan berkas elektronik lengkap via pos dalam bentuk CD dengan konsekuensi tidak akan muncul dalam daftar peserta online.
6. Panduan dan informasi lomba dapat dilihat melalui situs LKIR 2012.
7. Pengumuman proposal penelitian yang disetujui akan dilakukan pembimbingan oleh LIPI, diinformasikan pada tanggal 24 Mei 2012 melalui situs di atas.
8. Kegiatan pembimbingan penelitian proposal yang telah disetujui akan dilakukan dalam periode 25 Mei – 25 Agustus 2012.
9. Panitia berhak menyebarluaskan karya tulis dan alat peraga yang diperlombakan melalui berbagai media.
10. Pengiriman hasil akhir penelitian yang telah melalui proses pembimbingan, harap dikirim melalui pos dalam bentuk hard copy (4 rangkap) serta soft copy (CD) dan harus diterima Panitia paling lambat pada tanggal 30 Agustus 2012.
11. Finalis akan diundang ke Jakarta untuk pameran dan presentasi. Bagi finalis kelompok, yang diundang hanya Peneliti Utama (berada di urutan pertama) untuk mewakili kelompoknya. Pengumuman finalis pada tanggal 12 September 2012.
12. Pemenang LKIR 2012 diumumkan pada acara penganugerahan pemenang.
13. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.
HADIAH
Pemenang akan mendapatkan uang tunai dari AJB Bumiputera 1912 dan Piala serta Piagam Penghargaan dari LIPI
Pemenang I : Rp 12.000.000,- (Dua belas juta rupiah)
Pemenang II : Rp 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah)
Pemenang III : Rp 8.000.000,- (Delapan juta rupiah)
Pemenang terpilih akan diikutsertakan dalam ajang kompetisi ilmiah internasional.
Proses pembimbingan proposal penelitian akan dilakukan oleh Pembimbing yang ditentukan oleh LIPI.
Panitia Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) Ke-44 Tahun 2012
Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan Iptek LIPI
Gedung Sasana Widya Sarwono Lt. 5
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 10
Jakarta Selatan 12710
Telp (021) 5225711, ext. 274, 273, 276
Fax. (021) 52920839, 5251834
Dr. Fahmi Amhar
Pemerintah SBY jilid II ini konon meletakkan Reformasi Birokrasi sebagai prioritas pertama program-programnya. Ini karena aparat birokrasi pemerintahan adalah ujung tombak jalan tidaknya semua kebijakan politik. Mungkin orang sudah capai dengan janji-janji, apalagi terkait pemberantasan korupsi dan pengentasan kemiskinan. Birokrasi yang tidak proaktif jemput bola melayani rakyat, tidak transparan cara kerjanya serta tidak terukur prestasinya, menjadi sandungan yang serius bagi suatu negara, siapapun pemimpinnya, apapun ideologinya.
Seorang pemimpin – apalagi pemimpin tertinggi sebuah negara – memiliki tugas mulia untuk memberi arah yang jelas bagi birokrasi di bawahnya, mengoptimasi segala sumberdayanya (dan negara adalah pemilik terbesar sumberdaya, baik itu SDM, organisasi, alat, asset maupun keuangan), menerapkan SOP sekaligus memberi teladan, hingga mengawasi bahwa semua berjalan “on the track”. Tugas terakhir itu adalah tugas pengawasan (audit). Yang diaudit tentu saja cukup komprehensif, yaitu mutu layanan, biaya layanan (agar tidak mahal atau boros) dan kecepatan layanan (agar rakyat tak hilang kepercayaan yang biasa terjadi bila layanan tidak memuaskan).
Ternyata tugas terakhir ini sangat penting, sebab ini mirip muara sebuah “sungai birokrasi”. Dunia industri sepertinya bahkan sudah “mengenali” lebih awal dengan menerapkan standar ISO-9000 untuk manajemen mutu. Banyak juga peneliti yang lalu usul agar reformasi birokrasi mengacu juga ke ISO-9000.
Apakah orang percaya, bahwa sebuah negara dapat bertahan berabad-abad tanpa pengawasan yang baik? Tentu tidak. Demikian juga dengan Daulah Khilafah yang pernah jaya berabad-abad.
Kalau kita meneliti fragmen-fragmen sejarah, ternyata audit sudah dikerjakan oleh Rasulullah sendiri. Sebelum mengangkat para pejabatnya, Rasulullah pernah menguji sejauh mana hafalan Qur’an mereka. Kandidat yang hafal surat Al-Baqarah dan Ali-Imran mendapat score lebih tinggi, mungkin karena kedua surat ini sarat berisi hukum, sehingga ada jaminan bahwa pejabat tersebut mengerti benar “SOP” yang akan diterapkannya. Nabi juga pernah mengaudit kualitas tepung di pasar. Ternyata tepung itu kering di atas, tetapi basah di bawah. Dan itu menurut Nabi bisa jatuh ke delik penipuan konsumen.
Abu Bakar juga mengaudit sendiri pelaksanaan syariat zakat. Dan ketika ada suatu kaum berkilah untuk menolak membayar zakat, Abu Bakar menindaknya dengan tegas. Umar bin Khattab lebih ketat lagi dalam soal pengawasan. Dia sering menyamar lalu berkeliling negeri melihat apakah masih ada warga yang belum terlayani aparat birokrasinya. Umar juga kadang-kadang menguji integritas seseorang dengan pura-pura mengajak kolusi, seperti ketika beliau pura-pura ingin membeli domba dari seorang gembala. Dan dia juga benar-benar menghitung harta seluruh pejabatnya di awal dan akhir periode jabatannya. Setiap kelebihan yang tidak bisa dijelaskan secara syar’i, akan disita. Umar bahkan memberi sanksi pada seorang gubernur Mesir, ketika anak si gubernur menzhalimi rakyat kecil. Alasan Umar: si anak ini tidak berani zhalim bila ayahnya bukan pejabat, dan sayang ayahnya ini tidak mengawasi anaknya.
Khilafah juga menjamin pendidikan bagi seluruh rakyat, sehingga rakyat yang cerdas akan selalu mengawasi penguasa. Sejak masa Khulafaur Rasyidin, para sahabat tak pernah canggung dan takut mengkritik para Khalifah. Umar yang terkenal kesederhanaan dan keadilannya pun tak luput dari sikap kritis sahabat yang tak mau mendengarnya sebelum menjelaskan, darimana bajunya yang tampak lebih panjang dari rata-rata. Sampai Umar menjelaskan, bahwa bajunya disambung dengan milik anaknya, yang dikasihkan kepadanya.
Pada masa selanjutnya, audit seperti ini tidak lagi sekedar mengandalkan intuisi seorang pemimpin, tetapi sudah melibatkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, serta diterapkan di hampir semua bidang pelayanan publik.
Mungkin cabang ilmu yang paling cepat dipakai untuk audit adalah matematika. Kitab al-Jabar wal Muqobalah dari al-Khawarizmi (780-850 M), bukanlah buku ilmiah yang berat, tetapi buku praktis bagi banyak orang. Pedagang, petani, staf baitul maal, bahkan para hakim bisa dengan cepat menguji hitung-hitungannya menggunakan cara yang terjamin akurasinya. Lahirlah cikal bakal akuntansi. Maka pedagang bisa dengan cepat mengaudit para pegawainya yang bertransaksi di Syams atau Yaman. Petani bisa mengaudit klaim penggunaan air atau pupuk. Staf baitul maal lebih mudah menguji proposal pembagian zakat dari suatu kaum. Dan para hakim bisa cepat menghitung waris secara adil.
Cabang ilmu kedua yang terpakai untuk audit adalah geografi. Peta-peta yang mulai mendapatkan bentuk standar sejak masa Ahmed ibn Sahl al-Balkhi (850-934 M), Abu Rayhan al-Biruni (973-1048 M), Muhammad al-Idrisi (1100–1165 M) dan seterusnya, memudahkan para kepala daerah untuk mengawasi perkembangan wilayah di daerahnya. Posisi, distribusi dan kondisi wilayah yang dihuni lebih mudah dilihat, sehingga berapa jumlah aparat yang ditempatkan, hingga berapa jumlah zakat yang dapat ditarik, lebih mudah diperkirakan dengan akurat.
Cabang ketiga, mungkin ilmu kimia. Sejak Jabir ibn Hayyan (715-815 M) memperkenalkan metode ilmiah dalam percobaan material, menjadi semakin mudah bagi para pandai besi untuk menguji kemurnian logam mulia, atau bagi insinyur sipil untuk menguji apakah semen yang dipakai untuk membangun jembatan memang pada kualitas kekuatan yang ditetapkan. Metode analisis dalam ilmu kimia juga berguna untuk mengetahui apakah sebuah makanan memiliki resiko kesehatan, atau apakah sebuah lahan layak ditanami tanaman tertentu, atau cocok untuk dibangun hunian atau bahkan rumah sakit.
Tidak cuma prosesnya. Sumber Daya Manusianyapun diuji untuk menjamin kualitas layanan. Di bidang kesehatan, para tabib di masa khalifah Harun al-Rasyid secara teratur diuji kompetensinya. Dokter khalifah menguji setiap tabib agar mereka hanya mengobati sesuai pendidikan atau keahliannya. Mereka juga harus membuat rekam medis, sehingga setiap ada kejadian yang serius bisa dilacak bagaimana awal mulanya.
Bahkan pada saat peperangan, beberapa panglima muslim mengaudit sendiri kualitas persenjataan serta kesiapan pasukan. Sebelum merebut Konstantinopel, Sultan Mehmet II yang kemudian bergelar al-Fatih bahkan menanyai langsung intensitas dan kualitas ibadah anggota pasukannya, karena Rasulullah telah mengatakan bahwa Allah hanya akan membuka kota itu bagi pasukan yang terbaik – tentu tidak hanya yang terbaik senjata fisiknya, tetapi juga kualitas spiritualnya.
Ilmuwan Kimia mengaudit mutu barang di lab
Setiap orang adalah pemimpin. Setidaknya bagi dirinya sendiri. Lebih besar lagi bagi keluarganya.
Tapi seorang pejabat di suatu organisasi apapun, tidak diragukan lagi – harusnya menyadari – bahwa dia seorang pemimpin, setingkat apapun levelnya. Hanya realitasnya banyak yang tidak menyadari apa saja tugas seorang pemimpin.
Ternyata setidaknya ada lima fungsi mulia di pundak seorang pemimpin itu.
1. Memberi arah (Visi)
Seorang pemimpin mestinya adalah orang yang paling menginternalisasi tujuan dan mimpi-mimpi organisasi. Tetapi aneh, banyak pejabat negeri ini, soal visi-missi-strategi organisasi saja, minta tolong ke consultan untuk membuatkan … Kalau sekedar mengemas dalam kalimat yang sexy, boleh saja, tetapi kalau all-in, terima beres, itu yang aneh … Tetapi gak apa-apa sih, bisa jadi rejeki bagi consultan itu. Sayang consultannya bukan milik saya … 🙂 Yang jelas, sebagai yang paling tercerahkan dengan mimpi, pemimpin harus bisa terus menginspirasi anak buahnya. Kalau di birokrasi yang setiap Senin atau setiap tanggal 17 ada upacara, mestinya para pemimpin itu bisa men-charge anak buahnya dengan inspirasi hebat, sehingga mereka justru akan selalu menunggu-nunggu, kapan upacara lagi … 🙂
2. Memasarkan arah (Share)
Seorang pemimpin mesti mengkomunikasikan apa yang menjadi arah dan kemampuan – atau bahkan keunggulan – organisasinya baik ke dalam maupun ke luar. Ke dalam, agar mendapatkan dukungan maksimal dari stakeholdernya (yaitu karyawan, pemodal/penyandang dana, supplier maupun para tetangga). Mereka akan semakin termotivasi dengan setiap langkah maju ke depan mendekati sasaran. Ke luar, agar produknya laku, setidaknya dipakai oleh konsumen dan berdampak kontributif di masyarakat. Pemimpin boleh saja mendelegasikan soal marketing dan promosi ini ke Juru bicara, Chief Marketing Officer atau Kepala Biro Humas, tetapi dalam pertemuan apapun, seorang pemimpin akan menjadi icon yang paling penting yang mewakili keseluruhan organisasi.
3. Mengoptimasi sumberdaya (Ressources Optimizer)
Seorang pemimpin adalah penentu dalam koordinasi sumberdaya (SDM, finansial, ruang, waktu) organisasi, yang pasti tidak akan sepi dari friksi, kesenjangan, konflik kepentingan, dan sejenisnya, tetapi tetap harus dioptimasi. Kalau SDM bertalenta di bagian teknik dipromosikan ke bagian keuangan, karena orang itu selain cerdas juga integritasnya luar biasa, maka tentu saja bagian teknik akan menjerit, dan bagian keuangan belum tentu berterima kasih mendapat orang “dari luar”. Pokoknya koordinasi atau conflict-solver soal sumberdaya itu puncaknya di pimpinan. Kalau bawahan disuruh “atur-atur sendiri”, atau “tolong saling koordinasi ya”, ya pasti jalannya sempoyongan lah. Dan kalau pimpinan salah memilih anak buahnya yang langsung di bawahnya, salah mengalokasi pembagian kue, menunjuk ruang yang salah untuk orang-orang tertentu, atau mengajak lembur di saat liburan anak sekolah, pasti dia hanya akan menciptakan lebih banyak musuh di organisasinya. Pemimpin harus ada, ketika resources ini terasa menipis. Jangan sampai, ketika anak buahnya berjuang seakan-akan air serasa sampai di leher, sang pemimpin malah sedang pesta pora di pantai dikelilingi dayang-dayang menawan.
4. Memberi bentuk (Shape)
Setelah tujuan, bentuk sebuah organisasi ditentukan oleh proses bisnis yang dipilihnya. Proses bisnis ini tentunya perlu disistemkan dalam bentuk rangkaian Standard Operating Procedure. Apalagi kalau itu menyangkut berbagai hal yang perlu inovasi. Tanpa inovasi suatu organisasi akan tergilas oleh perkembangan zaman. Tentu saja, rincian SOP bisa diserahkan ke profesional. Tetapi beberapa bagian-bagian kritis dari SOP perlu diputuskan sendiri oleh pemimpin. Misalnya, apakah orang yang selalu telat hadir di kantor kumulatif 8 jam dalam 1 minggu perlu diberi sanksi? Kalau ya sanksi apa? Atau apakah staf yang meraih 200% dari target perlu diberi reward khusus? Tentu saja, tugas seorang pemimpin tidak hanya membuat SOP, tetapi dia harus menjadi figur yang pertama-tama mentaati SOP. Anak buah paling sebal melihat pemimpin yang tidak mentaati SOP yang dia buat sendiri.
5. Menjamin hasil (QCD Assurance)
Orang luar pada umumnya tidak akan peduli dengan sesulit apa proses bisnis sebuah organisasi. Mereka hanya peduli bahwa output organisasi itu pada kualitas yang bermanfaat untuk mereka, harganya terjangkau, dan dapat diakses tepat waktu. Quality-Cost-Delivery ini harus bisa dijamin. Oleh siapa? Bukan oleh QC-manajer, tetapi oleh pemimpin! Pemimpin mempertaruhkan jabatan dan reputasinya untuk itu. Kalau dia tidak percaya pada QC-manajer, ya tidak perlu memblame. Masyarakat tidak ambil pusing siapa QC-manajernya. Itu urusan pemimpin. Jadi kalau QC-manajer-nya jelek, ya ganti saja, gitu saja koq repot.
Dalam birokrasi:
tugas no 1 sering didelegasikan ke Widyaiswara (Diklat),
tugas no 2 sering didelegasikan ke Promosi & Pranata Humas (Biro Humas),
tugas no 3 sering didelegasikan ke Perencana (Biro Perencanaan),
tugas no 4 sering didelegasikan ke Peneliti (Litbang),
tugas no 5 sering didelegasikan ke Auditor (Inspektorat).
Karena pentingnya, tugas-tugas ini semestinya dilakukan oleh mereka yang berpengalaman pada core-business organisasi. Artinya, kalau organisasi itu bergerak di bidang teknis, maka widyaiswaranya harus punya pengalaman cukup di bidang teknis (kalau tidak, nanti dia ngajar apa?), humasnya juga mantan orang teknis (agar ngerti benar yang dipasarkan), perencananya juga begitu (otherwise, nanti hanya sekedar kompilator proposal), penelitinya apalagi (kalau nggak, nanti risetnya gak konek) dan last but not least, auditornya juga, bukan sekedar ngerti akuntansi keuangan.
Tapi paling top lagi, kalau pemimpin utama empati dan mau belajar minimal 5 hal-hal ini, agar dia benar-benar dirasakan memimpin, dan anak-buahnya tidak merasa organisasi itu dijalankan oleh “autopilot” 🙂
Dalam dunia swasta, ternyata mirip-mirip juga.
Kalau mau bisnis sukses, ternyata yang paling pertama itu harus ada mimpi dulu, lalu menciptakan jejaring (baik untuk pasar maupun yang lain), lalu bisa mengoptimasi sumberdaya (terutama SDM dan cash-flow!), kemudian selalu ada inovasi, dan terakhir, kontrol – agar produk tidak mengalami penurunan mutu, dan juga agar tidak ada benih-benih perusak dari manapun.
Demikian juga di dunia nirlaba, baik itu organisasi sosial maupun politik.
Intinya, fungsi pemimpin ini di mana-mana mirip ya …
Atau anda ada ide/pendapat yang lain?