Jihad dan Teknologi Militer
Dr. Fahmi Amhar
Peperangan (atau mungkin tepatnya “pembantaian” ?) yang sekarang sedang terjadi di Gaza atau sudah beberapa tahun terjadi di Afghanistan dan Irak, kadang-kadang membersitkan pertanyaan, apakah posisi lemah kaum muslim memang karena faktor teknologi militer atau persenjataan mereka?
Dilihat dari data kuantitatif memang kekuatan militer Israel dibandingkan dengan Hamas seperti langit dan sumur! Demikian juga dengan AS dan mujahidin di Irak dan Afghanistan. Memang perang belum berakhir. AS dan semoga juga Israel belum benar-benar menguasai keadaan di tempat yang didudukinya. Namun ternyata juga tak mudah bagi kaum muslim untuk mengusir para agresor itu. Dan adalah suatu fakta yang objektif bahwa kesulitan itu antara lain karena lemahnya faktor persenjataan kaum muslim, selain juga lemahnya persatuan, buruknya kepemimpinan, dan rendahnya semangat jihad kaum muslim.
Maka muncul pertanyaan berikutnya: apakah di masa keemasan Islam, mereka menguasai teknologi militer persenjataan yang lebih canggih dari bangsa-bangsa lain? Ataukah keunggulannya di masa lalu itu semata-mata dari semangat jihad yang menyala-nyala, kepemimpinan yang efisien, sehingga kaum muslim dapat bersatu dan kuat?
Masih ada pihak di dalam kaum muslim yang berpendapat bahwa teknologi militer kaum muslim di masa lalu tidaklah sepenting semangat, kepemimpinan dan persatuan. Mereka berargumentasi bahwa pada masa Rasulullah dan sahabat teknologi senjata yang dimiliki juga masih sangat sederhana, bahkan di bawah teknologi negara-negara adidaya seperti Romawi dan Persia, namun faktanya tentara Islam berhasil memenangkan peperangan.
Karena itu lantas ada sejumlah muslim yang menolak teknologi militer, apalagi saat ini hampir seluruhnya diimpor dari negara-negara adidaya penjajah seperti Amerika, Inggris, Perancis atau Rusia. Sejumlah orang Islam mencukupkan diri (“qanaah”?) dengan latihan pencak silat dan upaya spiritual. Yang dimaksud adalah upaya menghasilkan kesaktian, seperti kebal, dapat menghilang atau berpindah tempat secara mistik.
Namun kalau kita telaah sejarah, ternyata sejak awal kaum muslim sangat terbuka dalam mempelajari teknologi militer. Pada perang Ahzab, Rasulullah saw menerima usulan untuk membuat parit dari Salman yang berasal dari Persia. Sampai saat itu, bangsa Arab tidak pernah mengenal teknik perang parit.
Rasulullah juga sempat mengirim sejumlah sahabat untuk berburu ilmu ke Cina. Mereka kemudian pulang di antaranya membawa pengetahuan membuat mesiu yang di Cina biasa dipakai untuk membuat kembang api saat perayaan Imlek, dan saat itu belum dikenal di luar Cina.
Kaum muslim kemudian mengembangkan berbagai ilmu dasar yang terkait teknologi militer, yaitu fisika dan kimia. Sekarangpun bila Hamas ingin merakit sebuah roket sederhana untuk mengganggu Israel, mereka harus menguasai fisika dan kimia dasar. Fisika untuk mekanikanya, dan kimia untuk bahan bakar dan peledaknya. Kalau roket itu ingin dapat dikendalikan, maka mereka harus menguasai elektronika, terutama terkait sinyal radio dan navigasi.
Pada tahun 1228, laporan independen dari Perancis menyebutkan bahwa tentara muslim sudah menggunakan bahan peledak untuk mengalahkan tentara Salib yang dipimpin Ludwig IV. Bahan peledak itu dikemas dalam pot-pot tembikar yang dilontarkan dengan ketapel raksasa.
Tahun 1260 pistol pertama telah digunakan oleh tentara Mesir dalam mengalahkan tentara Mongol di Ain Jalut. Menurut Syamsuddin Muhammad (wafat 1327 M) pistol itu berisi bubuk mesiu yang komposisinya idealnya terdiri dari 74% salpeter, 11% sulfur, dan 15% karbon. Mereka juga sudah menggunakan pakaian tahan api untuk melindungi dari dari bubuk mesiu itu.
Tahun 1270 insinyur kimia Hasan al-Rammah dari Suriah menulis dalam kitabnya al-Furusiyya wa al-Manasib al-Harbiyya (Buku tentang formasi perang [dengan pasukan berkuda] dan peralatan perang) hampir 70 resep kimia bahan peledak (seperti kalium nitrat) dan teknik pembuatan roket. Dia menuliskan bahwa banyak dari resep itu telah dikenal generasi kakeknya, yang menunjukkan akhir abad 12 M. Komposisi bahan peledak secanggih ini belum dikenal di Cina atau Eropa sampai abad-14 M. Torpedo juga ditemukan oleh Hasan al-Rammah yang memberi ilustrasi torpedo yang meluncur di air dengan sistem roket yang diisi bahan peledak dengan tiga lubang pengapian.
Ibnu Khaldun menuliskan bahwa pada tahun 1274 penggunaan meriam telah dimulai oleh Abu Yaqub Yusuf dalam menaklukkan kota Sijilmasa. Namun penggunaan “senjata super” yaitu meriam raksasa pertama kali adalah saat penaklukan Konstantinopel pada 1453 oleh tentara Muhammad al Fatih. Dia memiliki meriam dengan diameter 762 mm yang dapat melontarkan peluru batu ataupun mesiu hingga seberat 680 kg.
Pada 1582 Fathullah Shirazy, seorang matematikawan dan ahli mekanik Persia-India yang bekerja untuk dinasti Mughal menemukan senapan mesin. Mesin ini dapat mengoperasikan meriam berikut membersihkan hingga enam belas lubang mesiunya secara otomatis. Mesin ini dioperasikan dengan tenaga sapi.
Teknologi militer di masa khilafah Islam juga mencakup hal-hal yang paling “sederhana” seperti ilmu metalurgi untuk menghasilkan pedang dan tombak yang lebih kuat, metode komunikasi militer untuk menyampaikan pesan-pesan rahasia secara cepat, hingga astronomi navigasi untuk memandu kapal-kapal perang ke tujuan dengan akurat secara cepat.
Di berbagai era kekhilafahan, peran para perekayasa militer terus meningkat. Korps perekayasa yang terdiri dari pandai besi (metalurgist), tukang kayu, ahli keramik, ahli kimia dan sebagainya dibentuk, dan mereka bekerja di bawah komando yang langsung bertanggung jawab kepada Amirul Jihad.
Pada 1683 M, tentara khilafah Utsmani yang persenjataannya masih di atas seluruh persenjataan Eropa bersama-sama, salah strategi, sehingga misi mereka menaklukkan Wina Austria tanpa tetesan darah, gagal total. Jihad kemudian dinyatakan “reses”. Akibatnya korps perekayasa militer ini mengalami stagnasi. Pada akhir abad 18 saat tentara Napoleon memasuki Mesir, teknologi meriam Perancis sudah di atas meriam Mesir – yang praktis sudah berhenti berkembang selama satu abad! Karena itu memang jihad tidak boleh berhenti. Jihad itulah yang akan terus mengobarkan perkembangan teknologi militer kaum muslimin.
Leave a Reply