Dr.-Ing. Fahmi Amhar
Peneliti Utama, Bakosurtanal.
Berniat menyusul “sukses” konferensi PBB tentang perubahan iklim (UNCCC) di Bali akhir 2007 lalu, Indonesia kembali menjadi tuan rumah konferensi serupa, yaitu konferensi PBB tentang anti korupsi ke-2 atau Conference of States Parties to the United Nations Convention Against Corruption 2 (COSP-2 UNCAC), yang juga akan diselenggarakan di Bali pada 28 Januari hingga 1 Februari 2008.
Kalau pada UNCCC salah satu yang mengemuka adalah tuntutan negara-negara berkembang untuk mendapatkan transfer teknologi ramah lingkungan untuk mencegah atau mengurangi gas rumah kaca, maka pada UNCAC ini yang mengemuka adalah teknologi untuk mencegah dan mengurangi korupsi.
Apakah ada teknologi anti korupsi seperti ini? Korupsi adalah suatu bentuk kejahatan luar biasa, yang terkait dengan masalah ahlaq? Mungkinkah ada teknologi yang dapat menggiring agar ahlaq seseorang lebih lurus? Pertanyaan ini memang sangat filosofis, dan perlu dijawab sebelum kita memutuskan apakah teknologi dapat efektif untuk memerangi korupsi atau tidak?
Dari pengamatan kita dapat melihat bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak faktor: motivasi pribadi, kultur/kesempatan yang diberikan lingkungan, dan paksaan sistem. Paksaan sistem dapat berupa peraturan dan dapat pula berupa teknologi.
Contoh: Untuk untuk mencegah agar jalan tidak macet oleh para penyeberang sembarangan, kita bangun jembatan penyeberangan. Untuk menggiring orang agar menyeberang pada jembatan penyeberangan itu, kita dapat kembalikan pada kesadaran individu yang dicoba dibentuk dengan edukasi. Namun realita menunjukkan, kesadaran ini hanya akan muncul pada sedikit orang. Sebagian orang malas untuk naik turun jembatan penyeberangan. Lalu ada pengaruh kultur. Kalau orang kita ada di Luar Negeri yang kultur kepatuhan lalu lintasnya tinggi, mereka juga malu untuk menyeberang jalan bukan di tempatnya. Sebaliknya, orang asing dari negara maju jika datang ke negeri kita, juga lalu tidak malu ikutan melanggar, karena kultur kepatuhan kita rendah. Untuk itu diperlukan pemaksaan oleh sistem. Pada situasi tertentu, sistem ini cukup berupa aturan. Misalnya, mereka yang menyeberang tidak di jembatan akan didenda Rp. 1 juta. Namun efektifkah aturan ini? Yang akan terjadi, kalau ada petugas yang menangkap basah pelanggar, lebih cenderung akan ada cincai. Lebih ringan membayar Rp. 50.000 saja ke petugas, tanpa kwitansi, dan uang masuk kocek pribadi petugas, yang gajinya toh juga kecil. Pemaksaan ini lebih efektif dengan memasang pagar tinggi di tepi atau median jalan, sehingga orang mau tak mau harus lewat jembatan. Pagar tinggi inilah teknologi pemaksa perilaku. Dan inilah yang kita cari untuk mencegah dan mengurangi korupsi.
Transparansi
Adalah fitrah manusia untuk tidak ingin diketahui umum jika perbuatannya dirasa melanggar hukum atau norma/etika/kepatutan yang berlaku. Karena itu wajar jika alat utama pencegah korupsi adalah keterbukaan atau transparansi. Karena itu, teknologi utama pencegah korupsi ada pada teknologi yang mendukung transparansi.
Transparansi ini mulai dari perencanaan, penganggaran, rekrutmen personel, pengadaan barang dan jasa, pelaksanaan pekerjaan, perjalanan, pengawasan hingga penggunaan hasil pekerjaan. Karena tujuannya adalah transparansi, yaitu keterbukaan informasi, maka teknologi informasi dengan beberapa pengembangannya akan sangat menonjol di sini. Berikut ini adalah beberapa contoh inovasi yang sedang dikembangkan:
Cooperative-planning. Ini adalah suatu teknologi, di mana masyarakat via internet dapat memonitor perencanaan tata ruang pemerintah daerahnya sejak awal. Masyarakat jadi tahu di mana saja yang akan dikembangkan, apa dampaknya bagi lingkungan & sosial-ekonomi sekitarnya, termasuk juga perkembangan harga tanah di daerah itu. Gerak mafia tanah dan oknum pemda pembisiknya akan terbatasi. Masyarakat juga dapat memberikan masukan secara langsung atas perencanaan yang sedang dibuat.
Cooperative-Budgetting. Ini teknologi penganggaran rinci dari dengan pelibatan masyarakat bisnis dan calon pengguna secara langsung, sehingga menghindari duplikasi, mark-up maupun penganggaran untuk kegiatan siluman atau kegiatan yang tak ada penggunanya.
e-Recruitment. Ini adalah teknologi untuk merekrut calon personel, di mana para calon cukup mengisi CV melalui website, dan sekaligus mengerjakan suatu test on-line yang akan menentukan apakah yang bersangkutan pantas dipanggil wawancara atau tidak. Pada saat tatap muka, para calon harus dapat membuktikan bahwa semua data dan dokumen yang mereka tulis dalam CV adalah sahih. Teknik ini selain mengurangi KKN dalam rekrutmen juga efisien bagi lembaga untuk mendapatkan orang yang tepat dan bagi sang calon untuk mendapatkan tempat kerja yang tepat. Contoh yang sudah berjalan adalah pada jobs.com.
e-Procurement. Ini adalah teknologi untuk melakukan tender barang dan jasa secara on-line. Syarat dan ketentuan tender dapat dilihat siapapun. Beberapa kriteria kunci (seperti spesifikasi, delivery time, harga, dsb) sudah disiapkan form-nya secara on-line, dan sistem dapat dengan otomatis membatasi calon yang dipanggil tatap muka untuk dilihat otentitas segala dokumen yang dimilikinya atau untuk wawancara. Selain transparan, cara ini juga sangat hemat waktu dan kertas. Saat ini, tender konvensional sangat boros kertas, karena setiap proposal akan dilampiri berton-ton dokumen perusahaan, yang umumnya juga tidak dibaca oleh panitia tender.
Dalam pelaksanaan pekerjaan, sistem akuntansi yang terkoneksi dengan sistem penjadwalan pekerjaan, dapat sangat efektif digunakan untuk pengawasan. Setiap milestone harus dilampiri foto dari objek yang telah selesai. Auditor dan masyarakat dapat memeriksa apakah objek tadi secara real ada di alam nyata?
Untuk perjalanan, seseorang dapat dilengkapi dengan “gelang-GPS”, yang akan merekam koordinat dari rute perjalanannya, atau merekam tempat tujuannya setiba di sana. Sekarang sudah ada gelang GPS yang merekam koordinat ini setiap 10 menit sekali, sehingga baterei tahan berhari-hari. Gelang-GPS ini dapat diatur agar hanya dapat dimatikan dengan sidik jari dari pemberi tugas. Pada level yang lebih sederhana, saat ini ada beberapa taksi yang dilengkapi GPS, sehingga sopir tak bisa seenaknya, sebab posisinya selalu dapat diketahui sentral taksi (call-center). Namun di saat yang sama sopir juga diuntungkan karena dengan sistem itu order langsung diberikan ke taksi terdekat yang kosong.
Pengawasan
Pada umumnya, pengawasan dilakukan dengan melihat neraca obyek yang diawasi. Neraca ini dapat dikembangkan agar tak cuma bersifat tabular, tetapi juga bersifat spasial (keruangan).
Seandainya ada aturan bahwa dalam tiap LPJ kepala daerah atau bahkan presiden wajib dilampiri peta / citra satelit yang menunjukkan kondisi lingkungan sebelum dan sesudah masa jabatan, tentu juga para kepala daerah tidak bisa seenaknya menguras kekayaan daerahnya. Rakyat yang cerdas spasial juga terbantu dalam ikut mengontrol jalannya pemerintahan.
Setiap pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) atau Konsensi Hutan Tanaman Industri (HTI) diwajibkan menyetor foto / citra Landsat setiap tahun. Pemerintah ingin menilai berapa besar hutan yang benar-benar ditebang dan sejauh mana penanaman kembali. Praktek yang terjadi saat ini, foto atau citra itu sering dimanipulasi. Sepintas memang tampak mudah mengambil suatu bagian citra atas lahan yang masih berpohon untuk dicopy di bagian lain yang sudah gundul. Penebangan berlebih jadi tersembunyi. Hanya saja, teknik ini mustahil dilakukan sempurna untuk semua kanal Landsat yang ada 7. Dengan analisis spektrum di semua kanal akan ditemukan discontinuity. Gambar akan tampak aneh di kanal lain. Hanya gambar asli yang tidak menunjukkan efek itu. Korupsi pajak HPH dan pelanggaran konsesi yang amat membahayakan lingkungan dapat terdeteksi.
Sistem perpajakan di Indonesia menganut asas self-assesment. Sayangnya, banyak hal membuat tingkat kejujuran wajib pajak masih rendah, termasuk para pejabat! Bahkan jumlah orang kaya yang punya NPWP masih di bawah 20%. Namun dengan citra resolusi tinggi (misal Quickbird) dapat diidentifikasi dengan cepat asset-asset yang ada di suatu tempat (rumah, kolam renang, lapangan golf) untuk diuji silang dengan status kepemilikan dan perpajakannya. Tentunya akan janggal bila pemilik rumah mewah belum punya NPWP. Janggal pula bila sebuah pabrik besar (tampak di citra), ternyata melaporkan jumlah produksi yang amat kecil – dan tentunya PPN atau PPh yang kecil. Dengan ini, upaya main mata pemeriksa dengan wajib pajak (ini korupsi “sektor hulu” terbesar) dapat lebih awal dicegah!
Investigasi
Bagian terakhir dari teknologi anti korupsi adalah teknik investigasi. Biasanya ini dimulai dari analisis laporan transaksi keuangan, baik yang ada di bank maupun hasil audit akuntansi dan juga audit atas alat komunikasi atau komputer yang sering dipakai (ini disebut ICT-forensic). Korupsi jarang bisa dilakukan sendirian dan sulit tidak meninggalkan bekas, walaupun itu hanya sms. Meski kadang dibuat rekening atas nama orang lain (misalnya pembantu, sopir atau anak asuh), tetapi jika orang-orang ini, yang kesehariannya amat sederhana, tiba-tiba menerima transfer uang yang sangat besar, tentu tampak kejanggalannya. Jika tidak ingin terdeteksi lewat ICT-forensic, maka dia akan minta serah terima uang dilakukan langsung, dan tentu saja tanpa tanda terima. Untuk yang seperti ini perlu dilakukan skenario agar tertangkap basah.
Maka jika indikasinya cukup kuat, dilakukan aksi mata-mata (surveillance), seperti menaruh kamera tersembunyi untuk menangkap basah sang pelaku pada saat melakukan transaksi fisik.
Namun seluruh teknologi ini hanya bisa diterapkan bila perangkat hukumnya mendukung. Beberapa UU hingga Kepres tentang penerimaan CPNS atau pengadaan tentu wajib diubah agar lebih transparan dan dapat mengadopsi teknologi anti korupsi. Saat ini masih banyak aturan yang justru menyuburkan korupsi. Misal aturan bahwa untuk pengadaan harus ada perusahaan penjual di Indonesia. Akibatnya ketika membeli buku atau software dari Luar Negeri, kita tidak bisa membeli via amazon.com dengan cukup menggunakan kartu kredit, tetapi harus melalui proses penawaran yang ribet, dan ujung-ujungnya jauh lebih mahal.
Jadi implementasi seluruh teknologi ini tentu memerlukan keputusan yang berani dari pemimpin masyarakat, termasuk keberanian untuk memperbaiki aturan main. Memang benar, seorang pemimpin harus seseorang yang shaleh, jujur, cerdas dan diterima masyarakat. Tetapi lebih dari itu ia juga harus orang yang berani berhadapan dengan semua tradisi dan hukum yang anti syariat, termasuk terhadap para pelanggar hukum terutama dari kalangan orang-orang kuat. Untuk itu, dia harus takut hanya kepada Allah saja.
GIS untuk Pemetaan Bahasa
Abstrak
Dengan perangkat Sistem Informasi Geografi (GIS), data sebaran bahasa, dialek dan fonem akan lebih mudah untuk disajikan dan dianalisis. Pada tulisan ini akan disampaikan beberapa bentuk analisis serta penyajian data bahasa dengan GIS, dari sekedar presentasi hingga korelasi spasial antar “layer” bahasa, sintesis data sebaran bahasa dengan data statistik, serta simulasi dengan GIS untuk menunjang aktivitas penelitian bahasa, misalnya untuk menentukan area kerja.
GIS adalah sistem berbasis komputer yang didesain untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek serta fenomena, di mana lokasi geografi adalah karakteristik penting atau kritis terhadap hasil analisis (Aronoff, 1989).
Dengan GIS data yang telah diakuisi dari dunia nyata akan lebih mudah ditata sehingga lebih fleksibel diakses, diteliti lebih dalam, dianalisis serta disajikan, untuk kemudian dijadikan alat bantu para pengambil keputusan (decission support system) dalam bertindak di dunia nyata.
Sementara itu data sebaran bahasa, dialek dan fonem dapat dipandang sebagai atribut yang tercode atas suatu lokasi geografi, baik dengan kode wilayah, batas administrasi, atau juga batas-batas budaya baik yang ditentukan dengan perkiraan maupun yang diukur dengan alat seperti Global Positioning System (GPS).
Salah satu software GIS yang banyak dipakai di Indonesia – dan kemudian dijadikan alat eksperimen dalam tulisan ini adalah Arc/View dari ESRI. Arc/View adalah suatu software yang memiliki kemampuan database dan sekaligus penyajian secara spasial. Dalam Arc/View, data geometri dapat dimasukkan (didigitasi langsung); diimpor dari format software lain; diedit; ditambahkan berbagai data attribut; disajikan secara selektif menurut kriteria lokasi atau thema tertentu dengan berbagai variasi bentuk tampilan (jenis simbol, warna atau arsiran); dikombinasikan dengan berbagai data yang berbeda (seperti spatial join, intersection, union, …) dsb. Kemampuan semacam ini hanya ada dalam software-software GIS, dan belum ada dalam software grafika seperti Corel Draw atau software editing seperti AutoCAD.
Selain Arc/View – yang harga resminya relatif mahal – ada juga software GIS yang lebih murah – dengan kemampuan lebih terbatas – misalnya Mapinfo, atau bahkan software GIS yang sama sekali gratis, misalnya GRASS atau TatukGIS.
Gambar 1 – Tampilan software Arc/View (tampilan warna-warni tiap kecamatan)
dan TatukGIS (tampilan desa yang terseleksi oleh lingkaran)
2 Analisis Sebaran Bahasa dengan GIS
Data spasial dan data atribut bahasa dapat digunakan bersama-sama untuk membuat peta tematik (special purpose maps) dan untuk mendapatkan suatu informasi atas area geografi tertentu. Data tersebut juga dapat dipakai untuk analisis yang lebih khusus, di antaranya adalah pengalamatan suatu fenomena yang hanya diketahui dalam dialek tertentu (address matching), pengelompokan komunitas berdasarkan bahasa atau dialek yang dominan (district delineation) hingga seleksi route untuk suatu pekerjaan tertentu yang terkait bahasa (route selection).
Bentuk data yang paling sederhana adalah pencacahan bahasa atau dialek yang digunakan per satuan administrasi. Untuk bahasa daerah yang dominan, barangkali satuan administrasi kabupaten / Kota dapat digunakan. Pusat Bahasa adalah organ di bawah Depdiknas, yang juga memiliki jaringan dinas-dinas di setiap Kabupaten / Kota. Untuk itu tidak terlalu sulit kiranya untuk melakukan inventarisasi – misalnya dengan mengetahui bahasa daerah yang diajarkan sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah di Kabupaten / Kota tersebut. Dengan itu akan didapatkan tabel dengan dua kolom utama: KabKota – Bahasa. Tentunya akan ada sejumlah daerah dengan bahasa yang sama.
Berikut ini adalah contoh simulasi untuk wilayah propinsi.
Tabel-1 Data simulasi sebaran bahasa daerah yang dominan di tiap provinsi
PROVINSI |
Bahasa Daerah yang Dominan |
PROVINSI |
Bahasa Daerah yang Dominan |
NANGGROE ACEH DARUSSALAM |
Aceh |
NUSATENGGARA BARAT |
Sasak |
SUMATERA UTARA |
Melayu |
NUSATENGGARA TIMUR |
Sasak |
RIAU |
Melayu |
KALIMANTAN BARAT |
Dayak |
KEPULAUAN RIAU |
Melayu |
KALIMANTAN TENGAH |
Dayak |
SUMATERA BARAT |
Minang |
KALIMANTAN TIMUR |
Dayak |
JAMBI |
Melayu |
KALIMANTAN SELATAN |
Banjar |
BENGKULU |
Melayu |
SULAWESI UTARA |
Manado |
SUMATERA SELATAN |
Melayu |
GORONTALO |
Gorontalo |
BANGKA-BELITUNG |
Melayu |
SULAWESI TENGAH |
Kaili |
LAMPUNG |
Lampung |
SULAWESI BARAT |
Bugis |
BANTEN |
Banten |
SULAWESI SELATAN |
Makassar |
DKI JAKARTA |
Betawi |
SULAWESI TENGGARA |
Bugis |
JAWA BARAT |
Sunda |
MALUKU |
Ambon |
JAWA TENGAH |
Jawa |
MALUKU UTARA |
Ternate |
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA |
Jawa |
PAPUA |
Papua |
JAWA TIMUR |
Jawa |
IRIANJAYA BARAT |
Papua |
BALI |
Bali |
Gambar 2 – Tampilan peta sebaran bahasa daerah
Geometri Kabupaten berdasarkan data dari Pusat PDRTR Bakosurtanal, 2005
Attribut bahasa daerah yang dominan berdasarkan data simulasi
Sedang untuk dialek, diperlukan satuan administrasi yang lebih rinci, misalnya Kecamatan, atau bahkan Desa. Pembagian ini tidak harus kaku, karena tentunya akan ada data yang hanya dapat / perlu dilacak ke level kecamatan saja, ada juga daerah yang diperlukan pelacakan sampai desa – misalnya di Papua di mana area kecamatan sangat luas dan dihuni oleh berbagai suku yang memiliki dialek berbeda-beda.
Gambar 3 – Tampilan peta sebaran dialek di Kab. Puncak Jaya pada Arc/View
Geometri Desa berdasarkan data dari BPS, 2003
Attribut dialek berdasarkan data simulasi (disamakan dengan Kecamatan)
Selain itu harus disadari adanya sebaran dialek yang bahkan lebih rinci lagi dari area desa, sehingga tidak dapat dipetakan sesuai batas administratifnya. Untuk itu dapat digunakan simbol (point) pada koordinat tempat dialek ditemukan (pada umumnya centroid suatu permukiman), atau grafik tambahan (theme / layer terpisah) bahkan dapat overlap dengan batas administratif.
Secara umum, batas sebaran bahasa memang harus ditaruh pada layer terpisah dari batas administrasi karena memiliki sifat-sifat yang berbeda. Namun di sisi lain dibutuhkan mekanisme untuk menjamin agar dapat dilakukan link dengan berbagai data yang hanya bisa diakses sesuai batas administrasi – misalnya data statistik kependudukan atau ekonomi.
Penggunaannya antara lain untuk mengetahui bahasa apa yang penuturnya paling sedikit, atau ekonominya pada level terrendah – sehingga dikhawatirkan bahasa itu akan punah. Pada sisi lain, peta bahasa ini dapat digunakan untuk agregasi daerah-daerah dengan kultur budaya yang kurang lebih homogen – karena bahasa dapat menunjukkan pola budaya yang mirip.
Pada level yang lain terdapat pemetaan penggunaan fonem untuk objek yang sama, misalnya Air – Ayer – Aik – Cai. Peta fonem ini jauh lebih terbatas, dan tersedia dalam bentuk tabel-tabel dengan dua kolom utama: Fonem – KodeWilayah, di mana daerah ini sering diisi dengan data kode daerah secara sekuensial, misalnya sebagai berikut:
Fonem | Kode daerah tempat ditemukannya |
Fonem-1 | 1, 3, 5-8, 11 |
Fonem-2 | 2,4,10 |
Fonem-3 | 9 |
… |
Bentuk kolom ini harus diubah agar memenuhi syarat sebagai data relasional dengan kunci pada lokasi, sehingga kolom KodeWilayah harus ditaruh di depan.
KodeDaerah | Fonem yang ditemukan |
1 |
Fonem-1 |
2 |
Fonem-2 |
3 |
Fonem-1 |
4 |
Fonem-2 |
5 |
Fonem-1 |
6 |
Fonem-1 |
7 |
Fonem-1 |
8 |
Fonem-1 |
9 |
Fonem-3 |
10 |
Fonem-2 |
11 |
Fonem-1 |
… |
Selain itu ada juga bentuk tabel di Pusat Bahasa yang berisi ratusan kolom (sehingga kertas tabel itu digulung seperti perkamen kuno). Setiap kolom pada baris pertama s.d ketiga berisi informasi wilayah (mungkin Kabupaten-Kecamatan-Desa). Kemudian di bawahnya berisi daftar fonem.
Kab | Kab-A | Kab-A | Kab-A | Kab-B | Kab-B | … | ||
Kec | Kec-a | Kec-a | Kec-b | Kec-a | Kec-b | |||
Desa | Desa-1 | Desa-2 | Desa-1 | Desa-1 | Desa-1 | |||
Fonem-1 | Fonem-Aa1-1 | Fonem-Aa2-1 | Fonem-Ab1-1 | Fonem-Ba1-1 | Fonem-Bb1-1 | |||
Fonem-2 | Fonem-Aa1-2 | Fonem-Aa2-2 | Fonem-Ab1-2 | Fonem-Ba1-2 | Fonem-Bb1-2 | |||
Fonem-3 | Fonem-Aa1-3 | Fonem-Aa2-3 | Fonem-Ab1-3 | Fonem-Ba1-3 | Fonem-Bb1-3 | |||
Fonem-4 | Fonem-Aa1-4 | Fonem-Aa2-4 | Fonem-Ab1-4 | Fonem-Ba1-4 | Fonem-Bb1-4 | |||
Fonem-5 | Fonem-Aa1-5 | Fonem-Aa2-5 | Fonem-Ab1-5 | Fonem-Ba1-5 | Fonem-Bb1-5 | |||
… | … | … | … | … | … | |||
Fonem-n | Fonem-Aa1-n | Fonem-Aa2-n | Fonem-Ab1-n | Fonem-Ba1-n | Fonem-Bb1-n |
Tabel inipun harus ditransposisi. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan Excel (fungsi TRANSPOSE(array)). Yang penting adalah huruf fonetik yang dipakai bisa terus dipakai di Excel dan nantinya di Arc/View.
Kode | Fonem-1 | Fonem-2 | Fonem-3 | Fonem-4 | Fonem-5 | … | … | … | Fonem-n |
Aa1 | Fonem-Aa1-1 | Fonem-Aa1-2 | Fonem-Aa1-3 | Fonem-Aa1-4 | Fonem-Aa1-5 | … | … | … | Fonem-Aa1-n |
Aa2 | Fonem-Aa2-1 | Fonem-Aa2-2 | Fonem-Aa2-3 | Fonem-Aa2-4 | Fonem-Aa2-5 | … | … | … | Fonem-Aa2-n |
Ab1 | Fonem-Ab1-1 | Fonem-Ab1-2 | Fonem-Ab1-3 | Fonem-Ab1-4 | Fonem-Ab1-5 | … | … | … | Fonem-Ab1-n |
Ba1 | Fonem-Ba1-1 | Fonem-Ba1-2 | Fonem-Ba1-3 | Fonem-Ba1-4 | Fonem-Ba1-5 | … | … | … | Fonem-Ba1-n |
Bb1 | Fonem-Bb1-1 | Fonem-Bb1-2 | Fonem-Bb1-3 | Fonem-Bb1-4 | Fonem-Bb1-5 | … | … | … | Fonem-Bb1-n |
… | |||||||||
Penggambarannya adalah dengan langsung memplot fonem yang berfungsi sebagai atribut itu pada posisinya (pada Arc/View fungsi AutoLabel). Idealnya peta fonem ini dibuat setiap lembar untuk satu jenis objek, sehingga bila ada 250 objek maka akan tercipta 250 lembar peta se Indonesia, yang tiap lembarnya berisi varian-varian istilah untuk objek yang sama.
Misalnya untuk objek “sungai”, di Aceh disebut “Alue”, di Sumatera Selatan “Way”, di Jawa Barat “Ci”, di Jawa Tengah “Kali” hingga di Timor “Mota”. Para ahli toponimi biasa mengenali bahwa istilah-istilah tersebut adalah nama generik untuk sungai (lihat Spesifikasi Pemetaan Rupabumi). Tentu saja spesifikasi dari objek air tersebut (misalnya ukuran sungai) di tiap bahasa tetap bisa bervariasi.
Dapat juga yang dipetakan adalah arti dari bunyi / ucapan yang sama di berbagai tempat, sehingga bila suatu kata – misalnya – “atos” memiliki banyak arti (“sudah” di Jawa Barat, “keras” di Jawa Tengah, dan sebagainya), maka yang dijadikan judul peta adalah “atos”.
3. Analisis Lanjut dengan GIS-Bahasa
Teknik Address-Matching memungkinkan berbagai data dari file terpisah digabungkan dengan suatu common georeferenced address, misalnya data sebaran bahasa dengan data populasi, pendapatan perkapita dengan distribusi sekolah. Dengan demikian bisa didapat berapa jumlah penutur suatu bahasa daerah / dialek, dan apakah mereka tergolong komunitas yang sejahtera. Suatu bahasa lokal yang hanya ditututkan oleh kalangan yang secara ekonomi kurang beruntung serta kurang berpendidikan, dapat dipastikan lambat laun akan hilang. Bila ternyata di masa silam pada bahasa itu tersimpan khasanah ilmu pengetahuan (lontar-lontar kuno berisi sejarah, pusaka atau resep obat-obatan), maka ilmu pengetahuan inipun akan terkubur bersamanya.
Gambar 4. Contoh variasi sajian statistik dari penutur bahasa
Bahkan teknik ini memungkinkan melakukan sintesis antara data statistik dengan non-statistik, untuk mengetahui korelasi di antara mereka, dengan syarat, masing-masing data memiliki relevansi geografi. Contoh analisis dengan metode ini adalah untuk mendapatkan korelasi antara kemiskinan di suatu tempat dengan penguasaan / penggunaan bahasa / dialek yang dominan.
Dalam hal data yang dipakai hanya data statistik, sebenarnya bisa diterapkan GIS “non-geometrik”, misalnya hanya menggunakan kode wilayah atau topologi sederhana. Untuk analisis non geometrik, dari peta rupabumi sebenarnya cukup diambil kelas batas administrasi dan kelas nama-nama geografi, atau maksimal kelas jaringan jalan (untuk topologinya).
Teknik District Delineation adalah prosedur untuk mendefinisikan suatu area secara kompak dengan satu atribut atau lebih. Misalnya untuk membagi daerah sosialisasi suatu program pemerintah berdasarkan populasi dengan bahasa lokal yang kurang lebih sama – sehingga diasumsikan memiliki budaya yang mirip. Informasi bahasa didapat dari data atribut sedang informasi untuk mendefinisikan batas diambil dari data spasial.
4 Kesimpulan
GIS mempermudah penyajian data sebaran bahasa, membuka serangkaian analisis baru yang terintegrasi dengan data spasial dari peta dasar digital, serta mempermudah aktivitas survey statistik sendiri. Namun kualitas hasil analisis dengan GIS tidak akan berbeda jauh dengan kualitas data yang merupakan masukkannya, bahkan bisa jadi kualitas analisis ini akan lebih jelek dari kualitas data bila petugas analis tidak memperhatikan tingkat akurasi maupun tingkat kemutakhiran data yang dipakainya.
Referensi
Amhar, F. (1999) GIS untuk Analisis dan Penyajian Data Statistik; presented paper pada Seminar “Statistika Sebagai Solusi Problematika Ilmiah dan Bisnis” BPS, Jakarta 20 April 1999
Aronoff (1989): Geographic Information Systems: A Management Perspective. WDL Publ. Ottawa. 294 pp.
Bakosurtanal (2003): Spesifikasi Pemetaan Rupabumi.
Prahasta, E. (2002): Sistem Informasi Geografis: tutorial-ArcView. Informatika, Bandung.
[1] disampaikan pada workshop “GIS untuk Pemetaan Bahasa”
Pusat Bahasa Depdiknas, Jakarta 24 Maret 2006
[2] Peneliti pada Lab Pemetaan Digital, Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang (PDRTR)
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong
Telp/fax. (021) 87901254, email: famhar@yahoo.com
Dr.-Ing. Fahmi Amhar
Peneliti Utama Bakosurtanal
Tanggal 24 Mei 2008 dini hari harga BBM jadi dinaikkan. Pemerintah berargumentasi ini untuk menyelamatkan APBN (karena asumsi harga minyak mentah sudah bergeser dari 95 menjadi 110 US$/barrel), mengurangi kemiskinan (karena subsidi dialihkan dari subsidi barang ke subsidi orang), dan ini alternatif terakhir setelah harga minyak di tingkat global makin menggila. Banyak pakar mengkritik argumentasi ini. Dalam asumsi APBN-P kedua 2008 disebutkan bahwa meski harga BBM telah dinaikkan, subsidi BBM masih naik dari 125,8 menjadi 132,1 Trilyun Rupiah, defisit APBN hanya turun dari 94,5 menjadi 82,3 Trilyun rupiah, dan inflasi naik dari 6,5% menjadi 11,2%. Inflasi inilah yang akan melibas seluruh rakyat. APBN selamat namun rakyat sekarat, karena APBN sebenarnya hanya memainkan kurang dari 20% ekonomi Indonesia.
Dan tentang alternatif: sebenarnya banyak alternatif yang telah dimunculkan, mulai dari Indonesia membeli minyak dengan harga khusus ke Iran (yang sama-sama anggota OKI) atau Venezuela (yang sama-sama anggota OPEC), pajak progresif untuk sumberdaya alam, negosiasi ulang komitmen ekspor batubara dan LNG untuk diprioritaskan memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dalam negeri, pengembangan energi terbarui pada skala besar, hingga penghapusan dan penjadwalan kembali pembayaran bunga dan cicilan utang yang mencapai Rp. 151 Trilyun per tahun. Namun semua opsi ini seperti tidak ditanggapi serius pemerintah. Pemerintah sepertinya hanya fokus pada konversi minyak tanah ke elpiji (dibuktikan dengan membagi-bagi kompor elpiji ukuran 3 kg) dan – ini yang mengherankan – pada bahan bakar ajaib: “blue energy”.
Adalah Joko Suprapto, orang Nganjuk yang konon menemukan bahan bakar dari bahan baku hidrogen dan karbon, yang sama sekali tidak bersumber dari fossil tetapi dari air (www.presidensby.info diakses 3 Dec 2007). Tanpa diminta presentasi ilmiah dulu di depan panel pakar kimia dan mesin, bahan bakar buatan Joko ini langsung diuji. Pada 25 Nov 2007, rombongan kendaraan berbahan bakar – oleh SBY dinamai “Minyak Indonesia Bersatu” atau “Blue Energy” – langsung diberangkatkan dari kediaman SBY di Cikeas menuju Bali untuk ikut pameran dalam rangka konferensi PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC). Rombongan itu sampai di Bali. Ketua Tim Blue Energy yang juga staf ahli presiden Heru Lelono, menunjukkan bahwa bahan bakar itu sama dengan premium, bahkan emisinya lebih bersih? Waktu itu dijanjikan bahwa blue energy akan siap dipasarkan pada bulan April dengan harga hanya Rp. 3000 per liter.
Banyak ilmuwan skeptis. Bahkan skeptisme itu termasuk sifat dasar yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Penulis sendiri termasuk yang dari awal yakin bahwa itu hanya sejenis “hoax” (tipu-tipu). Namun baiklah, kita beri kesempatan sampai April. Konon di Cikeas juga sudah ada aktivitas untuk membuat pabriknya, walaupun murni swasta. Pemodalnya Heru Lelono cs. Namun ini juga janggal, karena konon bahan bakunya mau ambil dari air laut saja. Padahal Cikeas jauh dari laut. Yang jelas, sejak dipamerkan di Bali, meski ada sampelnya yang diberi kode K-99 sebagai pengganti premium, dan ada juga yang sejenis untuk pengganti avtur, solar, atau minyak tanah, tetap saja misterius. Pasalnya, tidak ada penjelasan ilmiah bagaimana semua itu dibuat, kecuali bahwa itu dengan “teknologi matahati” yang konon bersumber dari ayat al-Qur’an.
Orang Islam banyak yang langsung antusias kalau disebutkan teknologi bersumber dari al-Qur’an. Padahal suatu hukum fisika tidak memerlukan dalil apapun dari suatu kitab suci. Hukum fisika bersifat empiris. Kalau suatu proses itu memang bisa dilakukan secara teknis, maka tak ada dalil yang dapat memustahilkannya. Dan kalau suatu proses itu mustahil secara teknis, maka juga tak ada dalil yang dapat mengesahkannya. Dalil syariah hanya diperlukan untuk soal apakah suatu penelitian itu halal atau haram dilakukan, dan kalau halal diteliti, lalu hasilnya apakah halal atau haram untuk dimanfaatkan.
Bagaimana jika K-99 itu sebenarnya memang hanya pertamax atau sejenisnya, lalu diklaim dibuat dari non fossil tetapi berhasil dibuat sangat mirip? Tidak ada cara membuktikannya kecuali menunjukkan prosesnya!
Lagi pula, kalau memang ini benar, sudah diam-diam saja, langsung produksi massal, pasarkan. Pasti untung besar. Tetapi mungkin mereka mencari pemodal besar dulu untuk bikin pabrik (yang dapat ditipu dulu) …
Kini kita semua menyaksikan, sudah bulan Juni, blue Energy tidak pernah muncul. Yang ada adalah Joko Suprapto sempat diberitakan raib (diculik?), meskipun lalu muncul lagi. Memang pernah ada film Hollywood yang menceritakan seorang professor penemu bahan bakar pengganti minyak, yang diculik komplotan yang tidak ingin dominasi perusahaan minyak dunia goyah. Tapi itu kan fiksi. Rupanya penemuan Joko ini fiksi juga. Kini lebih banyak lagi yang terungkap. Rupanya Joko Suprapto ini pernah datang ke UGM untuk minta pengakuan atas “penemuannya” berupa lemari misterius penghasil listrik. Namun karena tidak mau membuka bagaimana proses listrik itu terjadi, oleh rektor UGM kala itu disindir sebagai “Pembangkit Listrik Tenaga Jin” (www.detik.com).
Banyak orang mulai khawatir: di lingkar pertama SBY ada orang-orang yang gampang ditipu! Bagaimana kalau kebijakan penaikan harga BBM sendiri penuh dengan tipu-tipu? Apalagi analisis ekonomi energi dan APBN jauh lebih rumit daripada soal kimia-fisika blue energy.
Hukum Termodinamika-2
Di fisika dikenal hukum kekekalan massa-energi. Sifat kekal ini bukan seperti kekekalan Allah swt. Ini hanya sifat kekal yang diamati dalam reaksi di suatu sistem (lab). Sebenarnya ada lagi hukum yang sangat penting yang disebut hukum termodinamika 2. Isinya adalah bahwa energi yang dapat dimanfaatkan itu selalu berkurang karena terserap oleh apa yang disebut “entropi” alam. Entropi adalah tingkat ketidakteraturan alam.
Hukum termodinamika-2 sudah teruji. Sebenarnya cukup satu experimen saja – bila valid – untuk menggugurkan hukum ini. Yaitu menghasilkan mesin dengan efisiensi lebih dari 100%! Semua mesin adalah mengkonversi energi. Mesin mobil mengkonversi energi kimia dalam BBM ke energi mekanis. Generator PLN mengkonversi energi kimia (pada PLTU) atau mekanis (pada PLTA) ke energi listrik. Efisiensi mesin-mesin ini hanya berkisar dari 30% – 70%. Banyak energi terbuang oleh gesekan menjadi energi panas yang tidak bisa dimanfaatkan. Energi buangan ini menambah entropi mesin, yakni mesin akan aus dan lambat laun rusak.
Jika ada mesin dengan efisiensi lebih dari 100%, artinya kita mendapatkan energi yang lebih banyak daripada yang dimasukkan. Jika ada mesin dengan efisiensi 200% saja, maka seluruh persoalan energi di dunia selesai. Mesin itu akan berfungsi tanpa henti (perpetuum mobile). Tapi yang seperti ini tidak pernah ada.
Semua riset yang ada saat ini hanyalah meningkatkan efisiensi konversi energi. Popularitas mobil terjadi karena ada bahan bakar minyak yang praktis, mudah dibawa dan kandungan energinya cukup tinggi (pada minyak mentah: 42100 KJoule/kg). Sebagai perbandingan, pada accu mobil canggih yang hanya seberat 10 kg, daya simpan energi (12V/60Ah), hanya setara dengan 260 KJoule/kg.
Andaikata sumber energi primer sudah terselesaikan dengan energi nuklir atau energi terbarukan (panas bumi, surya, angin, atau ombak), maka masalah utama sistem transportasi jalan raya adalah menyimpan energi itu agar dapat mudah dibawa, syukur-syukur tanpa memodifikasi apapun pada mesin.
Substansi air tak akan pernah menjadi sumber energi. Tetapi dari air mungkin dibuat penyimpan energi sangat padat (minimal 120067 KJoule/kg = 3 x minyak). Air dapat dipisahkan kembali (elektrolisis) ke unsur-unsur asalnya yaitu hidrogen dan oksigen. Proses pemisahan ini tentu memasukkan energi (endoterm). Hidrogen dan oksigen ini kemudian dipisahkan dalam suatu tabung tekanan tinggi yang aman. Ketika hidrogen dipertemukan kembali dengan oksigen, tentu akan muncul reaksi yang mengeluarkan energi (eksoterm) dan hasil reaksi itu kembali air. Proses ini biasa dipakai dalam peluncuran roket ke luar angkasa. Namun dalam proses ini, energi endotermis pasti lebih besar dari eksotermisnya. Dengan kata lain tidak mungkin membuat bahan bakar dari air!