Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Shariah Compliance Indicators untuk Restoran

Thursday, July 7th, 2011

Dr. Fahmi Amhar
Kontributor  Lajnah Khusus Pengusaha HTI

Saat ini isu syariah sedang naik daun, walaupun masih terbatas di dunia perbankan dan asuransi. Untuk tataran  praktis,  penting  dikembangkan  suatu  set indikator  seberapa  syariah  (shariah  compliance) sebuah entitas bisnis, terutama yang terkait langsung dengan konsumen publik, seperti perhotelan, restoran atau tempat kerja.  Berbagai organisasi keislaman (seperti MUI, NU, Muhammadiyah, Hizbut Tahrir Indonesia) dapat mendorongnya dengan edukasi publik dan mulai memberikan penghargaan (award) kepada mereka yang telah secara sungguh-sungguh berusaha mensyariahkan entitas bisnisnya di tengah pusaran arus kapitalisme sembari menjadi bagian penegakan kembali syariah secara menyeluruh.

Berikut  ini  adalah  sekelumit  gagasan  untuk  mencoba mencari indikator syariah untuk restoran.

Dalam bisnis restoran, yang dilihat adalah lima aspek yang bersifat mutlak.  Artinya kalau salah satu aspek itu gagal, maka restoran tersebut sama sekali gagal mendapatkan ‘sertifikat’ shariah  compliance.    Di  tiap  aspek  itu  ada  poin-poin  yang semakin dipenuhi maka semakin tinggi nilai yang didapatkan.

1. Bisnis inti
– Semua makanan yang dijual harus memenuhi kategori halal. Yang mendapat nilai tertinggi adalah bila telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Di sinilah, MUI harus menyosialisasikan sertifikasi halal berbiaya rendah atau gratis ke pemilik usaha kecil dan menengah.
– Setiap makanan yang dijajakan harus memiliki spesifikasi yang jelas (seperti bahan baku, daerah asal, kalori) dilengkapi foto dan harga.
– Makanan yang dihidangkan dan cara menyiapkan semuanya memenuhi syarat-syarat higienis.

2. Pelayanan/komunikasi dengan pelanggan
– Ringkasan jenis makanan dan harga sudah dipajang di luar restoran sehingga calon pembeli sudah mengetahuinya sebelum masuk restoran.
– Pemilik dan pelayan restoran mengenakan busana sopan yang menutup aurat.
– Pemilik dan pelayan restoran menunjukkan akhlaqul karimah, seperti salam, senyum, memberikan informasi yang dibutuhkan, dan melayani komplain secara santun.
– Pelayan membacakan ulang pesanan pelanggan untuk konfirmasi ordernya.
– Musik atau tontonan yang mengiringi tidak bertentangan dengan islam; boleh saja musik instrumental klasik atau tradisional yang tidak terasosiasikan dengan maksiat.
– Perabotan yang dipakai untuk menghidangkan tidak mengandung bahan yang diharamkan, seperti emas atau perak.
– Konsumen diberi kesempatan mengecek akurasi tagihan sebelum pembayaran dilakukan.
– Diberikan tanda terima setelah pembayaran.
– Disediakan  media  untuk  memberikan  feedback  atas pelayanan yang diberikan.

3. Lingkungan usaha
– Nyaman, bebas dari asap rokok.
– Lukisan atau foto-foto yang dipajang di restoran tidak mempromosikan maksiat/mengandung pornografi atau bertentangan dengan Islam.
– Memiliki  tempat  duduk  yang  terpisah,  seperti  female-corner, men-corner, dan family corner.
– Memiliki toilet bersih yang dapat mencegah najis menyebar ke mana-mana.
– Memiliki  mushala  atau dekat dengan  mushala  berikut tempat wudhu yang layak.
– Memiliki tempat parkir yang aman dan tidak menyebabkan macet.

4. Hubungan dengan hak-hak publik
– Tidak merampas hak-hak umum (misalnya mencuri/mencantol listrik atau badan jalan).
– Tidak  melakukan  pembukuan  ganda,  dan  menolak membuat struk fiktif.
– Memiliki sarana penetral limbah, sehingga limbahnya (termasuk asap) tidak menggangu sekitarnya.
– Memiliki jam usaha yang jelas yang diridhai tetangga sekitarnya
– Pada siang hari di bulan Ramadhan tetap boleh dibuka secara terbatas, untuk melayani pembeli dari kalangan yang tidak wajib puasa, seperti wanita haid/nifas, orang sakit, musafir atau non muslim.

5. Hubungan pemilik usaha dengan pekerja
– Kontrak kerja dengan karyawan jelas, mencakup hak dan kewajiban,  serta  reward  &  punishment  sesuai  syariat  yang diridhai kedua belah pihak.
– Jam kerja karyawan diatur untuk memenuhi haknya bersama keluarga.
– Setiap karyawan mendapat giliran kesempatan untuk shalat dan istirahat pada waktunya.
– Pada saat shalat Jumat, hanya karyawati atau pegawai non Muslim yang tetap dinas, sedang karyawan Muslim akan shalat Jumat.  Kalau jumlah ini tidak memadai, maka restoran akan ditutup pada saat shalat Jumat.

Demikianlah, gagasan ini.  Mungkin ada poin-poin di sini yang masih harus ditambah atau dipertajam.  Terutama aspek empat dan lima mungkin tidak bisa dilihat langsung, tetapi harus dengan wawancara pada karyawan/pemilik.

Mungkin  ada  yang  akan  mencoba  melakukan  survei percobaan dengan menerapkan shariah compliance indicators di atas? Berapa kira-kira restoran yang lolos?  Dan mana yang mendapatkan nilai tertinggi?

Muslimpreneur, makin jelas Islam menuntun kita untuk berbisnis  penuh  ‘berkat’  dan  berkah  dengan  seperangkat aturan yang mudah dilaksanakan. Jadi tunggu apa lagi?[]

Islam di Negeri Ashabul Kahfi

Tuesday, May 31st, 2011

Setelah  Tunisia  dan  Mesir,  kini  nyaris  seluruh negeri di Timur Tengah bergolak.  Sudah saatnya kita membahas negeri-negeri ini satu-satu, dari sudut  pandang  yang  lain.  Kerajaan  Hasyimiyah Yordania, (bahasa Arab: أردنّ , Urdunn), ialah sebuah negara di Timur Tengah yang berbatasan dengan Suriah  di  sebelah  utara,  Arab Saudi  di  timur  dan selatan, Irak di timur laut, serta Israel dan Tepi Barat di barat (seberang Laut Mati). Yordania menerima arus pengungsi  Palestina  selama  lebih  dari  60  tahun, menjadikannya  sebagai  penampung  pengungsi terbesar dunia. Menurut catatan PBB, ada sekitar 2 juta pengungsi Palestina dan sejak perang di Irak, jumlah ini bertambah sekitar 1 juta pengungsi Irak. Negara yang miskin bahan tambang ini mengimpor minyak dari tetangganya.

Yordania sebelum Perang Dunia I adalah sebuah provinsi  Khilafah  Utsmaniyah,  kemudian  menjadi jajahan  Inggris,  sebelum  akhirnya  diberi “kemerdekaan”  pada  tahun  1946.  Penduduknya sekitar 6,5 juta orang dengan luas wilayah hanya 92.300 km2 (sebesar Provinsi Sumsel).  Wilayah ini sebagian adalah padang pasir sehingga kota-kotanya relatif berpenduduk padat.

Meski demikian, Yordania menikmati GDP US$ 27  milyar  atau  pendapatan  perkapita  US$  4.435. Namun APBN Yordania masih hampir setengahnya
disumbang oleh pemerintah Amerika Serikat. Ini adalah kompensasi Yordania mau berdamai dengan Israel pada konferensi Madrid tahun 1994. Selain itu Amerika Serikat juga membuat pasar bebas untuk barang-barang Yordania, selama sebagian materialnya dibeli dari Israel!

Pendapatan Yordania sebagian besar didapat dari turisme. Yordania memiliki sejumlah besar wisata sejarah, agama dan alam. Ada kota Petra yang dipahat di bebatuan dan telah berusia lebih dari 2000 tahun. Dan  ada  Laut  Mati  yang  kadar  garamnya  sangat tinggi, sehingga orang tidak bisa tenggelam.

Dari  Indonesia  juga  banyak  biro  travel  yang mengadakan  Umrah  + Yordan.  Kadang  ditambah masjid  Al-Aqsa,  kalau  situasi  di  Yerusalem  yang
dikuasai Israel dinyatakan aman. Di Yordan ini mereka akan diajak napak tilas para Nabi, seperti bukit Nebo –bukit  tempat  Nabi  Musa  melihat  tanah  yang dijanjikan (Palestina) dan gua Ashabul Kahfi.

Kesadaran Islam  kembali  ke  masyarakat Yordania sejak 1980-an, bersamaan dengan gelombang “intifadhah”  di  Palestina  akibat  kekecewaan  pada
perdamaian dengan Israel yang diawali oleh Mesir. Ini antara lain ditandai dengan semakin banyaknya perempuan yang berbusana Muslimah.  Dan mereka ini justru kaum terpelajar (seperti di kampus-kampus universitas)  atau  juga  yang  bekerja!  Di  masjid Universitas Yarmuk, ada bagian khusus untuk perempuan yang nyaris setiap hari penuh oleh sejumlah besar perempuan yang sedang mempelajari Islam.

Di Yordania, politik oposisi telah lama dilarang. Sejak 1950-an, nyaris hanya Ikhawanul Muslimin yang legal sebagai partai politik.  Anehnya, ini hanya politik dari Raja Hussein untuk mendukung Syah Iran yang saat itu dihadapkan pada oposisi Ayatullah Khomeini. Politik ini masih berlanjut ketika terjadi perang Irak-Iran, di mana Yordania seperti negeri-negeri sunni lainnya, ada di pihak Irak.  Secara umum, pemerintah melalui  berbagai  jalur  berusaha  mendorong berkembangnya  Islam  moderat.    Namun  melihat gelombang reformasi Timur Tengah akhir-akhir ini, sepertinya  penguasa  Yordania  mulai  serba  salah. Dibiarkan, mereka bisa tergulung; namun jika ditekan justru bisa meledak.  Namun sebagai sebuah negara, mungkin Jordania terlalu kecil untuk bermetamorfosis menjadi cikal bakal Negara Khilafah, sekalipun konon Hizbut Tahrir berpusat di sana.[]

Mencari Muslim di Negeri Samurai

Thursday, March 3rd, 2011

Tahukah Anda bahwa Kekaisaran Jepang adalah sahabat Khilafah di Turki?  Sebetulnya hanya ada sedikit catatan tentang kontak antara Islam dan Jepang sebelum pembukaan negeri itu dari isolasi tahun 1853, meski mungkin ada Muslim yang telah datang ke sana berabad sebelumnya.  Kontak Muslim modern pertama adalah dengan orang-orang Melayu yang melayani kapal-kapal Inggris dan Belanda di akhir abad-19.

Pada 1870, sejarah kehidupan Nabi Muhammad telah diterjemahkan ke bahasa Jepang.  Pada tahun 1890 kontak penting terjadi ketika Turki Utsmani mengirim kapal perang ke Jepang untuk membalas kunjungan persahabatan Pangeran Komatsu Akihito ke Istanbul tujuh tahun sebelumnya.

Orang Jepang pertama yang pergi haji adalah Kotaro Yamaoka.  Dia masuk Islam setelah kontak dengan penulis Turki Abdürreşid İbrahim.  Yamaoka berhasil mendapatkan izin untuk membangun masjid jami’ di Tokyo (selesai 1938) dari Sultan Abdülhamid II sebagai khalifah dan pemimpin seluruh Muslim.  Pada tahun 1998 masjid ini direnovasi total.

Baru pasca Revolusi Rusia, beberapa ratus Turko-Tatar-Muslim dari Rusia datang ke Jepang mencari perlindungan. Mereka membentuk komunitas-komunitas kecil di beberapa kota di Jepang.

Turki tetap komunitas Muslim terbesar Islam sampai sekarang.  Jepang sejak sebelum perang dikenal simpatinya pada Muslim di Asia Tengah, karena mereka dilihat sebagai sekutu melawan Rusia maupun Soviet.  Pada saat itu, intelijen Jepang banyak bekerja sama dengan Muslim, bahkan sebagian terus masuk Islam, dan menyebarkan Islam setelah perang selesai.

Hal menarik terjadi pada serdadu ini saat mereka dikirim ke Asia Tenggara. Pilot-pilot ini diperintahkan untuk mengucapkan kalimat “La ilaha illa Allah” jika mereka tertangkap di daerah ini. Saat ini benar-benar terjadi, begitu mereka mengucapkan kalimat ini, penangkapnya berubah pikiran dan memperlakukan mereka dengan baik.

Pada masa pendudukan sekutu pasca Perang Dunia II, terdapat tokoh Shūmei Ōkawa dan muridnya, Toshihiko Izutsu, yang meski ditahan sebagai penjahat perang kelas-A, tetapi di penjara tetap mempraktekkan Islam dan berusaha menyelesaikan penerjemahan Quran.

Pada 1953 berdiri organisasi Muslim Jepang pertama, Japan Muslim Association, di bawah pimpinan Sadiq Imaizumi. Jumlahnya mencapai 120 pada saat dia wafat enam tahun kemudian.  Presiden kedua adalah Umar Mita. Dia masuk Islam ketika kontak dengan Muslim Cina, saat Jepang menduduki Cina.  Dia lalu naik haji dan menerjemahkan Quran ke bahasa Jepang.  Dia juga membuat dokumenter: “Road to Hajj – Japan”, yang disiarkan oleh Al-Jazeera.  Saat ini yang menjadi presiden Japan Muslim Association adalah Prof Hasan Ko Nakata, dari Fakultas Theologi Universitas Dosisha Kyoto.  Dia pernah menjadi pembicara pada Konferensi Khilafah Internasional di Jakarta tahun 2007.

Pada tahun 1970-an, terjadi “Islamic booming” akibat krisis minyak. Begitu menyadari pentingnya Timur Tengah dan besarnya cadangan minyaknya untuk ekonomi Jepang, media massa Jepang gencar memublikasikan tentang dunia Islam.

Tetapi sulit mendapatkan data seberapa besar jumlah Muslim bertambah.  Keiko Sakurai pada tahun 2000 menaksir jumlah Muslim etnis Jepang sekitar 63.000, dan yang orang asing sekitar 100.000.  Sedang Michael Penn menaksir 90 persen Muslim di Jepang adalah orang asing, dan hanya 10 persen yang etnis.  Semuanya spekulatif, karena pemerintah Jepang yang sangat sekuler sama sekali tidak memasukkan agama sebagai salah satu variabel statistik.  Meski demikian, semua orang tahu bahwa mayoritas rakyat Jepang adalah penganut kepercayaan Shinto yang kadang-kadang dicampur dengan agama Budha atau Kristen.  Ada lebih dari 100.000 kuil Shinto di Jepang.

Menurut situs japanfocus.org, baru ada 30 – 40 bangunan masjid di Jepang, dan sekitar 100 apartemen yang digunakan sebagai mushala.  Jumlah ini tentu saja sangat kecil mengingat populasi Jepang yang 120 juta jiwa.

Semua ini memperlihatkan bahwa pekerjaan dakwah di Jepang masih sangat besar, di tengah suasana yang lebih ramah dan lebih bebas prasangka daripada di Barat misalnya.  Maklum, sekali lagi dulu Kaisar Jepang pernah menjadi teman Khalifah.[]