Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Syari’ah’ Category

Sebuah Puisi tentang Kekerasan

Monday, December 4th, 2006

oleh Fahmi Amhar

Kalian bertanya tentang apa itu kekerasan?
Tanyakan pada televisi yang tayangan smackdownnya berhasil menyedot iklan
Tanyakan pada petugas tramtib yang sehari-hari dengan PKL berkejar-kejaran
Tanyakan pada satpol pamong praja yang harus menggusur kolong jalan tol atau jembatan
Tanyakan pada senior STPDN tentang yuniornya yang perlu tambahan pelajaran
Tanyakan juga pada Mr. Bush tentang pemerintah negara yang tidak menganggapnya majikan: “either you are with us, or you are with terrorist !!!!”

Kalian bertanya tentang seperti apa rasanya kekerasan?
Tanyakan pada anak sekolah, yang gurunya stress karena gaji kecil tapi bejibun kewajiban
Tanyakan pada orang udik yang datang-datang ke Jakarta sudah ditodong atau kecopetan
Tanyakan pada para perempuan, yang suaminya selingkuh, pulang mabuk dan ringan tangan
Tanyakan pada para wartawan, ketika narasumbernya tak rela kasusnya diungkapkan
Tanyakan pada para korban, di Palestina, di Irak atau di Afghanistan: “bagaimana rasanya anakmu hilang, ayahmu dibunuh atau istrimu diperkosa … ”

Kini kalian bertanya tentang hakekat kekerasan?
Kalian tak rela ajaran agama apapun dipersangkutpautkan
Kalian ingin, Islam lebih-lebih, tidak mentolerir apalagi mengajarkan kekerasan
Kalian lebih suka, bila pipi kiri ditampar, berikan pipa kanan tanpa sungkan-sungkan
Kalian setuju, biarlah para pemeluk agama yang taat itu cinta damai dan anti kekerasan
Tapi apakah lantas sepak terjak kapitalis penjajah itu seterusnya kita biarkan?

Ya Allah
Aku menyembahmu tanpa paksaan
Aku belajar menghadapmu lima waktu, tanpa orang tuaku mengancam dengan pukulan
Aku tidak berzina atau mencuri, bukan karena aku takut hukum rajam atau potong tangan
Aku bisa mengendalikan diriku sendiri ya Allah, karena Engkau sinari hatiku dengan iman
Namun Engkau Maha Tahu ya Allah, di luar sana ada orang-orang yang memuja setan
Hawa nafsu syahwat politik atau ekonomi atau budaya mereka tak tertahankan
Mereka injak-injak syari’atmu, meski syari’at itu Kau buat demi rahmat seluruh insan
Untuk itulah aku kira, Engkau turunkan beberapa syariat berbau kekerasan
Tetapi tidak untuk digunakan sembrono, serampangan dan asal-asalan
Melainkan semata-mata untuk menjaga tegaknya mizan keadilan.

Aku percaya keadilanmu ya Allah
Ampunilah dosa-dosaku.

Kemungkinan Empat Lebaran 1427H

Thursday, November 2nd, 2006

oleh Dr.-Ing. H. Fahmi Amhar
Praktisi Astronomi Falakiyah, Peneliti Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta (www.kr.co.id) tgl 19 Oktober 2006

Benarkah tahun ini ummat Islam bakal sholat Iedul Fitri pada dua hari yang berbeda?

Jawabannya: tidak, melainkan pada EMPAT hari yang berbeda?

Apa benar?  Koq bisa?

Jawaban ringkasnya: demikianlah, karena ummat Islam tidak bersatu dan tidak memiliki institusi pemersatu di level global.

Jawaban cerdasnya: ini persoalan yang memerlukan perhatian segenap pihak.  Perbedaan ini bukan sekedar masalah hisab vs rukyat.  Bukan pula sekedar karena perbedaan negara bangsa.  Bahkan sesama mazhab hisab atau rukyatpun sesungguhnya berbeda pendapat.

Organisasi Persis dan Muhammadiyah, sama-sama memakai hisab mutlak.  Namun mereka berbeda pendapat tentang kriteria masuk tanggalnya.  Persis memakai kriteria hilal dua derajat di atas horizon sedang Muhammadiyah mencukupkan diri dengan 0 derajat (“wujudul hilal”), ini menurut kalkulasi bagi suatu tempat tertentu di saat maghrib.  Karena itu, kalkulasi ini sangat tergantung pilihan tempatnya.

Untuk Indonesia Barat, menurut Muhammadiyah, tgl 23 Oktober 2006 ini sudah masuk 1 Syawal.  Namun untuk Indonesia Timur, belum masuk.  Sedang menurut kriteria Persis, semuanya belum masuk, karena hilal tertinggi pada Ahad 22 Oktober 2006 di wilayah Indonesia itu kurang dari satu derajat.

Terus mana yang benar secara ilmu astronomi?

Secara astronomi modern, kalkulasi poin-poin kunci dalam hisab falakiyah itu sudah sangat akurat.  Data ijtima’ (miladul hilal, moon conjunction), umur bulan dan irtifa’ (sudut elevasi hilal di atas horizon) itu dapat dihitung dengan akurat dan para astronom di seluruh dunia tidak berbeda pendapat.

Persoalannya, bagaimana menerjemahkan sabda nabi untuk melihat hilal (rukyatul hilal) itu ke suatu momen astronomis yang terukur dan calculable ?

Sebelum masa Islam, kalender qomariyah sudah ada dan dibuat berdasarkan rumus-rumus urfiyah yang pasti dan konsisten.  Dalam sistem urfi ini, bulan Sya’ban selalu 29 hari sedang Ramadhan 30 hari.  Namun sejak Nabi menyuruh melakukan rukyat, maka yang sering terjadi, Sya’ban teristikmalkan (tergenapkan 30 hari) dan Ramadhan menjadi 29.  Persoalannya, rukyatul hilal menyangkut tiga aspek faktual:, yaitu A (Astronomi), B (Baik-buruknya pengamat dan lingkungan pengamatan) dan C (Cuaca).  Dari tiga hal ini hanya faktor A yang dapat dihitung.  Allah dan RasulNya tentu amat memahami wisdom di balik ketentuan ini.

Hilal awal bulan selalu terlihat di ufuk barat tak lebih dari setengah jam setelah Maghrib.  Setelah itu bulan ikut terbenam.  Sebelum matahari terbenam, cahaya bulan yang masih kurang dari 1% dibanding purnama, akan kalah oleh silau matahari yang puluhan ribu kali lebih cerah.

Para ahli hisab hanya berbeda pendapat tentang momen astronomis yang pantas untuk pergantian bulan kalender Hijri.  Perbedaan ini muncul karena penafsiran berita-berita rukyatul hilal sebelumnya yang diklaim sukses saat dicocokkan dengan data hisab.  Dari segi metodologis, hal ini terjadi karena data rukyatul hilal cenderung mengandalkan klaim kesaksian, tanpa didukung peralatan scientifik seperti alat teleskop dengan fotografi atau perekam citra.  Mereka mempertaruhkan semuanya pada asumsi bahwa para perukyat tidak akan berbohong.  Asumsi ini tentu saja bisa dikritisi, karena orang yang tidak berbohong dapat saja tersalah atau keliru.

Akibatnya mazhab hisab belum pernah sepakat: Muhammadiyah memegang 0 derajat (wujudul hilal) sedang Persis 2 derajat.  Di dunia ada beberapa pendapat lain sepeti Ijtima’ qabla ghurub (moon-conjunction before sunset) atau Ijtima qabla fajr (moon-conjunction before dawn).  Jadi semisal di hari Jum’at malam baru ijtima’ maka Sabtunya sudah tanggal baru, karena terjadi sebelum Sabtu fajar.

Ada juga pendapat yang semata-mata menggunakan umur bulan.  Jadi kalau bulan sudah empat jam setelah ijtima’, dianggap pastilah kelihatan.  Padahal belum tentu juga, karena hal itu sangat tergantung posisi lintang bujur tempat itu, azimut matahari dan azimut bulan.  Pada kondisi yang paling ideal, penelitian yang serius mendapatkan umur termuda bulan bisa dirukyat adalah 8 jam.  Pada kondisi yang tidak ideal bisa lebih dari 20 jam belum terrukyat.

Jadi rumit juga ketika orang sudah memiliki opini “pasti kelihatan”, kemudian dia merukyat, dan menyangka apa yang dilihat matanya pastilah hilal.

Para astronom tidak akan segegabah itu.  Untuk memastikan faktor A memang mudah – tinggal lihat kriterianya.  Namun bagaimana dengan faktor B?  Apakah kita wajib menerima laporan hilal dari orang yang diketahui rabun jauh?  Atau tinggal di tengah kota?  Atau kita tahu pasti sedang diguyur hujan?

Karena itu dalam mazhab rukyatpun ada sejumlah ikhtilaf.  Pandangan terklasik adalah wajib menerima setiap laporan hilal selama si pelapor adalah seorang muslim mukallaf.  Pandangan lain memberi peluang menolak laporan itu kalau faktor A, B atau C tidak masuk akal.  Meski begitu, ini bukan berarti pindah menjadi mazhab hisab, karena hisab hanya untuk menegasikan laporan yang berada di area mustahil.  Hisab tidak untuk menyatakan “ya sekarang masuk tanggal”.  Untuk itu tetap hasil rukyat yang dipakai.  Selain itu juga ada masalah rukyat lokal dan global.

1427 H

Contoh untuk 2006: ijtima’ awal Ramadhan terjadi Jum’at 22 September pukul 11:45 UT (=18.45 WIB).  Pada saat itu ada gerhana matahari sebagian.  Gerhana matahari memang pertanda bulan baru, namun bukan hilal.  Di seluruh Indonesia, Jum’at sore itu hilal masih di bawah ufuk (belum wujud).  Walhasil NU dan Muhamadiyah akan sepakat, Sabtu belum 1 Ramadhan, walau Jum’at sore itu NU tetap merukyat.  Namun di Afrika Selatan, Jum’at sore hilal sudah wujud.  Bagi yang bermazhab hisab wujudul hilal, di Afrika Selatan Sabtu sudah 1 Ramadhan.

Faktanya di Saudi, Jum’at sore lalu sudah ada yang mengklaim melihat hilal dan disahkan oleh negara.  Sejumlah negara Timur Tengah mengikuti Saudi.  Secara teoretis astronomis, rukyat di Saudi mustahil karena umur bulan baru 4 jam dan bulan terbenam sebelum matahari.  Yang lebih mungkin terjadi, para pengamat optimis dengan yang mereka lihat karena terbawa kriteria hisab yang dipakai Libya, yaitu ijtima’ qobla ghurub atau qobla fajr.

Di beberapa negeri seperti Iran, India dan Pakistan, sistem kalender mereka sudah beda, sehingga mereka baru merukyat hari Sabtu – dan belum berhasil, dan karena yang dipakai hanya rukyat lokal maka diistikmal dan puasa dimulai pada hari Senin.  Kalau mereka menggunakan rukyat global, maka akan mendapatkan info keberhasilan rukyat pada Sabtu sore di negara lain (Eropa misalnya) seperti yang dilaporkan di www.icoproject.org, sehingga juga akan memulai puasa pada hari Ahad.

Hal serupa akan terulang untuk Syawal.  Karena ada tiga awal puasa, maka dengan memperhitungkan yang istikmal karena rukyat lokal, bakal ada 4 hari raya.  Ahad 22 Oktober, di beberapa negara Timur Tengah sudah puasa 30 hari, jadi mau tak mau 23 Oktober harus Ied.  Sementara itu di Indonesia baru 29 hari.  NU baru akan merukyat Ahad sore itu.  Sedang Muhammadiyah sudah bisa mematok Senin 23 Oktober Ied, karena hisab menunjukkan bulan sudah di atas ufuk untuk sebagian wilayah Indonesia (bagian barat), atau juga memutuskan istikmal untuk Indonesia timur (jadi Selasa 24 Oktober).  Meskipun ada pandangan untuk memandang Indonesia sebagai satu wilayah hukum, disadari tidak mudah untuk memilih satu pendapat tadi.  Dalil-dalil global yang ada adalah untuk rukyat, bukan untuk hisab.

Bagi yang mulai berpuasa pada Sabtu 23 September, Sabtu 21 Oktober mereka sudah puasa 29 hari, jadi sorenya akan merukyat.  Bisa saja ada klaim hilal telah terlihat sehingga Ied pada Ahad 22 Oktober.  Padahal ijtima’ sendiri baru terjadi Ahad 22 Oktober 2006 pkl 05:13 UT (12:13 WIB), sehingga klaim ru’yat tersebut akan aneh sekali.  Tapi yang seperti ini sudah pernah berkali-kali terjadi.

Bagi yang mulai berpuasa pada Senin 25 September, maka pada 23 Oktober mereka baru puasa 29 hari, sehingga baru Senin sore itu mereka merukyat untuk syawal.  Bila di tempat mereka berawan, sementara mereka bermazhab rukyat lokal, maka mereka akan istikmal, dan baru Ied pada Rabu 25 Oktober.  Andaikata mereka mau beralih ke rukyat global, maka peluang hilal terlihat Senin sore itu di negara lain cukup besar, karena mayoritas sudah di atas 5 derajat, sehingga Ied dapat Selasa 24 Oktober.

Dalam menghadapi keragaman ini, di mana otoritas resmi kurang dipercaya, mau tak mau ummat akan berpegang pada siapa yang mereka percaya, entah ustadz, pimpinan organisasi ataupun kabar dari luar negeri, misalnya Saudi.

Untuk ibadah mahdhoh, sebenarnya tidak diperlukan kepastian yang tinggi, melainkan cukup dugaan kuat (ghulabatud dhon).  Seperti halnya saat orang tidak tahu arah kiblat, maka dia boleh sholat ke arah mana saja yang diperkirakan benar.  Andaipun ternyata keliru, dia tidak harus mengulang sholatnya.  Yang penting satu sama lain tidak saling memvonis salah atau sesat.  Sentimen politis tak perlu dibawa-bawa.  Para astronom juga jangan dilibatkan bila sekedar ingin mencari pembenaran.

Dalam jangka panjang, karena ibadah puasa atau haji memiliki unsur sosial, peran penguasa yang kredibel, yang “keputusannya mampu menghentikan perbedaan” sangat dinantikan.  Dialah yang nanti bertanggungjawab mengadopsi landasan fiqih yang kuat, metode hisab yang akurat, syarat-syarat rukyat yang tepat, hingga penyebaran informasi secara global yang cepat.  Dan untuk mencapai kredibilitas itu, tak ada cara lain selain bahwa para penguasa ini harus mengurus ummat dengan syariat, dan menyatukan dunia di bawah sistem khilafat, agar selamat dunia akherat.

Koreksi atas buku WAMY dan buku derivatnya

Thursday, July 13th, 2006

Allah swt berfirman, artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (al-Hujurat;6).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (al-Hujurat;11).

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (al-Hujurat:12).

Sengaja kami mengutip firman Allah swt di atas untuk mengingatkan, agar kita tidak terjatuh ke dalam kesimpulan-kesimpulan prematur setelah membaca buku terbitan WAMY. Sungguh, setelah kami melakukan kajian mendalam dan jernih terhadap buku WAMY, dan menafikan aspek-aspek emosional dan kepentingan kelompok, buku ini (termasuk derivatnya, misalnya Al-Thariq ila Jamaa’at al-Muslimin) adalah buku yang syarat dengan fitnah dan akan menjatuhkan siapapun yang terlibat dalam “pembuatan, penerbitan dan juga penyebarluasan buku tersebut” ke dalam dosa yang sangat besar. Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa membuat sunnah yang jelek, dia akan mendapat dosanya, dan dosa dari orang yang mengerjakan sunnah yang jelek tersebut hingga hari kiamat, “(lihat dalam Riyadlus Shalihin, Imam al-Nawawiy). Namun demikian, kami sebagai seorang muslim yang selalu ingin memupuk ukhuwah Islamiyyah, sekaligus sebagai refleksi dari amar ma’ruf nahi ‘anil mungkar, tidak akan pernah lelah untuk mengingatkan kaum muslimin terhadap berita-berita sepihak, fitnah, dan syarat dengan kepentingan busuk dan keji itu. Semoga Allah swt meluluhlantakkan musuh-musuhnya, dan memberikan kesadaran kepada kaum muslim yang selama ini terbelenggu dengan informasi sepihak dan beracun itu. Kami menyerukan agar anda melakukan tabayyun. Terutama pihak-pihak yang tidak mengetahui duduk persoalan sebenarnya, dan tidak mengetahui latar belakang lahirnya buku itu, dan sekaligus kesalahan-kesalahan yang terkandung dalam buku tersebut. Tentu, sikap hanya mau menerima informasi sepihak, kemudian memberikan justifikasi secara serampangan terhadap pihak lain –tanpa ada proses tabayyun terlebih dahulu-merupakan sikap gegabah yang tidak sejalan dengan kaedah-kaedah dasar Islam. Alangkah baiknya, jika kita tidak tergesa-gesa memberi justifikasi sebelum kita mendengar keseluruhan informasi dari kedua belah pihak, sikap tabayyun juga akan menghindarkan kita dari berbagai macam fitnah yang justru akan memperlemah kekuatan kaum muslimin itu sendiri.

Kami takut, buku WAMY ini (termasuk pula, buku al-Thariq ila Jaami’ah al-Muslimin, dan juga buku al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyriyyah), justru akan menimbulkan masalah serius bagi hubungan antar gerakan Islam sendiri. Bahkan, kami menyaksikan dan melihat dengan mata kepala sendiri, buku ini telah disebarluaskan, dan dijadikan buku rujukan di beberapa kuliah di Timur Tengah, dan juga menjadi salah satu rujukan yang disarankan untuk dibaca oleh sebagian kelompok Islam, di negeri ini. sedihnya, buku ini tidak pernah menyebutkan argumentasi balik dari pihak yang dinilai dalam buku itu. Lepas dari apa tendensi pihak yang menyebarkan buku-buku semacam ini, kami hanya mengingatakan kepada siapa saja yang membaca buku tersebut, termasuk pihak yang sengaja menyebarkan, dan mencetak buku ini, untuk bisa berfikir jernih dan mau melakukan tabayyun dari pihak-pihak yang dinilai negatif di dalam buku itu. Kami juga menyeru kepada kaum muslimin yang sudah terlanjur menganggap benar informasi-informasi mengenai gerakan-gerakan Islam (selain Ikhwanul Muslimin) yang termuat di dalam buku WAMY itu, untuk menyadari kesalahannya dan mau melakukan tabayyun kepada Hizbut Tahrir, atau kepada gerakan-gerakan yang dinilai buruk oleh tokoh Ikhwanul Muslimin itu (Jama’ah Tabligh, dll).

Kami ingatkan kepada pihak-pihak yang getol menyebarluaskan buku ini, bila kalian melakukan upaya-upaya pencitraan buruk terhadap gerakan Islam lain (termasuk di dalamnya Hizbut Tahrir) dengan cara-cara murahan seperti itu—bukan dengan mengkritik dan mengkritisi ide-idenya–, maka ingat, jika umat sudah mengetahui duduk persoalan sebenarnya, pasti mereka berbondong-bondong akan meninggalkan anda, dan akan melecehkan cara-cara anda itu.

Muslim sejati bukanlah orang bodoh yang mudah di provokasi oleh berita-berita sepihak. Kaum muslim juga tidak akan mudah percaya begitu saja kepada ucapan-ucapan orang yang menganggap dirinya tokoh, tapi lemah dalam argumentasi dan berdalil. Kami sangat yakin bahwa siapapun yang membaca, dan mengkaji buku ini dengan pembacaan yang jernih, intelektual, tidak tendensius, dan non emosional, akan bersikap bijak, dan tidak gegabah membuat kesimpulan atau malah ikut-ikutan menyebarkan berita fitnah yang sepihak itu! Seharusnya, siapapun yang mendapatkan buku itu, mau melakukan proses tabayyun agar mereka mengetahui kebenaran hakikinya, sehingga tidak mendzalimi pihak yang lain.

Kami juga ingatkan kepada siapapun, lebih baik anda mengkritisi pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir, ketengahkan dalil-dalil anda, dan insya Allah, Hizbut Tahrir sebagai organisasi politik—yang hanya menjadikan Islam sebagai satu-satunya mabda’nya, dan selalu berjuang di jalan Allah tanpa kenal menyerah – akan sangat terbuka dan senang hati menerima dan mengkajinya. Jika ada pendapat yang lebih kuat dan jernih, pasti Hizbut Tahrir akan mengadopsi pendapat itu, dan akan meninggalkan pendapatnya yang lemah. Hizbut Tahrir bukanlah organisasi yang dogmatis. Hizbut Tahrir juga bukan organisasi Politik yang pendapatnya sering mencla-mencle. Hizbut Tahrir bukanlah organisasi politik yang gemar mengutuk dan mendiskreditkankelompok-kelompok Islam lain.

Di salah satu forum yang diadakan di Jakarta, kami pernah membahas buku al-Thariq ila Jamaa’ah al-Muslimin, dan kami telah menjelaskan kesalahan metodologis buku itu. Bahkan kami juga telah mengingatkan agar buku itu tidak disebarluaskan. Sebab, buku itu telah menimbulkan fitnah dan penuh dengan kebohongan. Kami hanya ingin agar ikhwan-ikhwan kami tidak terjatuh kepada dosa dan terjatuh dari tindakan menghalalkan segala cara. Namun, ghafarallahu lana! Buku itu tetap saja masih disebarkan!.

Namun demikian, kami tidak akan memusuhi kelompok Islam lain. Sekiranya kritik HT kepada kelompok lain itu sangat keras, bukan berarti HT memusuhi kelompok itu. Akan tetapi, kritik itu dilakukan agar mereka kembali ke jalan yang benar. Oleh karena itu, Hizbut Tahrir bukanlah organisasi politik dogmatis yang hanya mau menerima berita sepihak. Sungguh, apa yang dinyatakan dalam buku WAMY itu sangat jauh dari kenyataan, dan merupakan FITNAH yang membahayakan bagi pembuat dan penyebar bukunya, dan orang-orang yang termakan provokasinya. Buku itu sama sekali tidak membahayakan Hizbut Tahrir. Bagi Hizbut Tahrir, buku WAMY tidak lebih sekedar ujian dan cobaan yang menimpa HT. Hizbut Tahrir akan selalu bersabar atas celaan dan penghinaan. Hizbut Tahrir hanya mengharapkan keridloan Allah swt. Hizbut Tahrir –sebagai sebuah organisasi politik-tidak akan menyibukkan dirinya untuk menanggapi fitnah-fitnah murahan dan picik itu. Betapa Hizbut Tahrir –semoga Allah memberkahi anda dan kaum muslim-telah distigma dengan berbagai tulisan, semisal, tulisan yang dikeluarkan oleh WAMY, buku al-Thariq ila Jama’at al-Muslimin, dll. Namun, apa pernah Hizb sebagai sebuah organisasi, mengeluarkan bantahan atas fitnah-fitnah dan stigma-stigma itu? Hizb akan menjelaskan bagi mereka yang ingin tabayyun! Sebab, Hizbut Tahrir tidak ingin disibukkan dengan persoalan-persoalan yang sebenarnya malah akan menyelewengkan kaum muslimin dari perjuangannya menegakkan hukum-hukum Allah.

Wahai kum muslimin! Umat sudah terlalu lama menderita akibat diterapkannya aturan-aturan kufur. Lalu, mengapa kita masih saja disibukkan dengan persoalan-persoalan semacam ini? Mengapa kita tidak segera bersatu menegakkan aturan-aturan Allah dengan jalan menegakkan Khilafah Islamiyyah ‘Ala Minhaj al-Nubuwwah?.

Demikianlah, buku itu tidak membahayakan Hizbut Tahrir, akan tetapi justru akan membahayakan orang yang menulis dan pihak yang mau terprovokasi dengan tulisan-tulisan yang termuat dalam buku itu! Sungguh “Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan”. Siapapun yang melakukan hal itu, kelak wajahnya akan dibakar oleh apai neraka!.

KOREKSI METODOLOGIS ATAS BUKU WAMY
Buku WAMY itu banyak merujuk pada karangan Shadiq Amin, yang berjudul al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah. Penyusun buku WAMY itu sangat jarang merujuk kepada buku-buku primer yang dileluarkan oleh HT. Jikalau ada, kutipan-kutipan tersebut cenderung dipreteli, tidak lengkap, dikutip sebagian-sebagian, dan distigma sehingga makna utuhnya menjadi kabur bahkan menyimpang dari makna sebenarnya (makna yang dipahami HT).

Sungguh, buku yang dijadikan rujukan oleh penyusun buku WAMY itu—yakni buku al Da’wah al Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah, karangan Shadiq Amin—adalah buku yang secara ilmiah diragukan, bahkan terjadi kekacuan metodologis yang sangat parah. Mulai dari kesalahan pengutipan, pendustaan yang di sandarkan kepada Hizbut Tahrir, dan pengutipan kalimat yang tidak sempurna sehingga makna yang terkandung menjadi kacau dan salah. Bahkan kutipan-kutipan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan makna yang dikehendaki oleh HIZB. Layaknya orang membaca “Celakalah orang-orang yang mengerjakan Sholat”, namun kalimatnya tidak diteruskan, sehingga maknanya menyimpang sangat jauh. Walhasil kami menyimpulkan bahwa buku WAMY beserta derivat-derivatnya telah gugur secara ilmiah. Sebab sumber rujukannya, yakni buku al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah, telah hancur secara akademis.

Agar kaum muslim mengetahui duduk persoalan sebenarnya, sekaligus memahami kesalahan metodologis buku WAMY itu, maka kami akan mengetengahkan fakta-fakta kesalahan, pendustaan serta pemelintiran yang terdapat dalam buku al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah, karya Shadiq Amin. Kami ingatkan kembali, bahwa buku karya Shadiq Amin adalah sumber rujukan utama bagi buku WAMY, dan juga al-Thariq ila Jama’at al-Muslimin. Anda bisa membayangkan sendiri, bila rujukannya saja ngacau, lantas betapa lebih ngacaunya buku yang menginduk kepadanya, yakni buku WAMY dan al-Thariq ila Jama’at al-Muslimin itu. Fakta kesalahan metodologis itu tampak pada kenyataan-kenyataan berikut ini:

1. Pendustaan atas nama pendapat Hizb Tahrir. Dr. Shadiq Amin dalam bukunya al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah, hal.101 menyatakan, “ Anda akan dapatkan diantara pengemban dakwah mereka (HT red.), orang-orang yang suka meninggalkan dan mengentengkan urusan Sholat. “ Ia juga menyatakan, “HT telah mengabaikan ibadah nawafil dan dzikir… Oleh karena itu. Kita akan dapatkan betapa lemah dan rendahnya ruhiyyah para anggota HT, lemahnya hubungan mereka dengan al-Quran dan Sunnah, dan ketidakterikatan mereka dengan hukum-hukum Syara’.’

Jelas, statement ini sangat bertentangan dengan ide-ide, dan pemikiran-pemikiran HT yang selalu menekankan untuk selalu terikat dengan hukum syara’. Ini juga sangat bertentangan dengan instruksi HT kepada para anggotanya untuk selalu meningkatkan aspek ruhiyyah, dan juga giat dengan ibadah nawafil. Statement ini juga bertolak belakang dengan fakta keanggotaan Hizb Tahrir. Hizb telah menetapkan, muslim yang tidak sholat tidak boleh menjadi anggota HT, wanita yang tidak mengenakan Jilbab tidak boleh menjadi anggota Hizb. Berdasarkan kenyataan ini, lalu apa mungkin ada anggota Hizb yang tidak mengerjakan sholat, sementara HT telah menetapkan bahwa orang yang tidak sholat tidak boleh menjadi anggota HT. Silahkan renungkan sendiri.  (Untuk itu anda bisa membaca buku-buku HT, semisal Mafaahim Hizb al-Tahrir, Nidzam al-Islaam,dll ). Dan juga banyak pendustaan-pendustaan lain yang tidak perlu kami ketengahkan semuanya dalam tulisan ini. (Jika anda ingin membaca bantahan dari syabab Hizb, agar anda tidak dibohongi dan disesatkan oleh buku penuh tipuan ini, bacalah risalah karya Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Radd ‘Ala Kitaab, al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah karangan Dr. Shadiq Amin,. “Bantahan atas buku al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah karangan Dr. Shadiq Amin).

Ini saja sudah cukup untuk membuktikan betapa Dr. Shadiq Amin telah melakukan pendustaan. Anehnya, buku ini malah dijadikan rujukan oleh buku WAMY. lalu, layakkah secara ilmiah buku yang penuh dengan pendustaan ini dijadikan rujukan? Bila rujukannya lemah, maka betapa lemahnya buku yang merujuknya.

2. Pendustaan pengutipan. Pada halaman 105 buku karangan Shadiq Amin itu disebutkan, “Dalam Kitab al-‘Uqubaat, karangan ‘Abdurrahman al-Malikiy disebutkan, “Siapapun yang berzina (man zany) dengan salah seorang mahram yang abadi, seperti ibu, dan saudara perempuan dipenjara 10 tahun.” Bahkan tidak cukup dengan itu, Shadiq Amin juga menyatakan beberapa statement yang ia klaim berasal dari kitab Nidzam al-‘Uqubaat edisi akhir karya ‘Abdurrahman al-Malikiy semoga dirahmati Allah. Perlu anda ketahui, Kitab Nidzam a—‘Uqubaat adalah buku karya salah seorang anggota Hizb yang terkenal fakih, dan cerdas, bernama Dr. ‘Abdurrahman al-Malikiy. Buku ini membahas tentang sistem persanksian di dalam Islam. Statement Shadiq Amin dalam bukunya yang berjudul al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah, “Siapapun yang berzina (man zany) dengan salah seorang mahram yang abadi, seperti ibu, dan saudara perempuan dipenjara 10 tahun”, ia (Shadiq Amin) klaim, dikutip dari edisi awal kitab Nidzam al’Uqubaat. Padahal, kitab Nidzam al-‘Uqubaat hanya diterbitkan sekali, sejak tahun 1965, dan tidak ada cetak ulang. Lalu, dari mana ia bisa menyatakan ada edisi awal dan akhir Kitab Nidzam al-‘Uqubat? Jelas ini hanya pendustaan saja. Selain itu, bila anda melihat dalam buku asli karangan ‘Abdurrahman al-Malikiy, anda akan dapatkan bahwa teks aslinya berbunyi, “(Man tazawwaja) Siapapun yang menikah dengan salah seorang mahram yang abadi, seperti ibu dan saudara perempuan, dipenjara 10 tahun” Bukan, “man zany” sebagaimana klaim Shadiq Amin. Lalu, pernyataan yang salah kutip ini ia jadikan senjata untuk menikam Hizbut Tahrir. Shadiq Amin (yang juga dikutip oleh WAMY) menyatakan, bahwa hukuman orang berzina sudah sangat jelas, yakni dirajam, atau dijilid. Oleh karena itu, kasus zina harus dimasukkan dalam bab hudud, bukan ta’zir. Selanjutnya ia berkomentar, apa yang dilakukan oleh HT dengan cukup memenjara 10 tahun bagi orang yang melakukan perzinaan dengan mahram abadi termasuk penyimpangan terhadap hukum syara’.

Sebelumnya perlu kami sampaikan, bahwa kitab Nidzam al-Uqubat meskipun merupakan kitab yang dikeluarkan oleh HT, namun kitab tersebut bukanlah kitab mutabannat (kitab yang diadopsi oleh HT). Sehingga tidak bisa mewakili pemikiran HT dalam masalah ‘Uqubat (persanksian).

Statement yang benar terdapat dalam kitab Nidzam al-‘Uqubat adalah, “Siapapun yang menikah (bukan berzina) dengan salah seorang mahram yang abadi, seperti ibu dan saudara perempuan, dipenjara 10 tahun.” Ada perbedaan mendasar antara “siapa yang berzina” dengan “siapa yang menikahi”. Siapapun yang melakukan perzinaan dengan mahram yang abadi akan dikenai had zina. Oleh karena itu, perzinaan termasuk dalam bab hudud, bukan ta’zir. Akan tetapi untuk kasus orang yang melakukan pernikahan dengan mahramnya yang abadi, berbeda dengan fakta orang yang melakukan perzinaan dengan mahramnya yang abadi. Kasus orang yang melakukan pernikahan dengan mahramnya yang abadi, termasuk dalam akad nikah yang fasid. Al-Mukarram ‘Abdurrahman al-Malikiy berpendapat bahwa orang yang menikahi mahramnya yang abadi tidak boleh dikenai had zina, sebab masih ada syubhat akad yang menghalalkan farji seseorang, meskipun akad itu fasid. Pendapat yang dipegang oleh ‘Abdurrahman al-Malikiy ini senada dengan pendapat ulama Hanafiyyah. ‘Abdul Qadir al-Audah dalam kitabnya (al-Tasyrii’ al-Janaaiy, jus II, hal.363), menyatakan”, Akan tetapi Abu Hanifah sendiri berpendapat, orang yang menikahi ibunya, anak perempuannya, bibi, (mahram abadi), kemudian menyetubuhinya, maka untuk kasus ini tidak dikenai had zina, meskipun mereka mengaku, bahwa mereka mengetahui hal itu adalah tindakan haram. Untuk kasus semacam ini cukup dikenai hukuman ta’zir.” Ia melanjutkan, “Imam Abu Hanifah tidak menjatuhkan had untuk kasus semacam ini karena ada syubhat.” Tampaknya, pendapat Abu Hanifah ini diadopsi oleh Dr. ‘Abdurrahman al-Malikiy dalam kitab Nidzam al-Uqubat. Oleh karena itu, apa yang dinyatakan oleh Dr. ‘Abdurrahman al-Malikiy dalam kitab Nidzam al-Uqubat itu, bukanlah pendapat yang menyimpang. Bahkan penadapat ini merupakan pendapat tangguh yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah. Walhasil, pendapat ‘Abdurrahman al-Malikiy tersebut merupakan pendapat yang Islamiy, dan tidak perlu dijadikan bahan untuk menikam saudaranya sendiri.

Juga tentang ciuman. Hizb dikatakan membolehkan mencium wanita asing. Jelas ini merupakan fitnah keji yag ditikamkan kepada HT. Sungguh jika anda membaca buku primer HT yang berjudul al-Nidzaam al-Ijtimaa’iy fi al-Islaam, edisi III, hal.58, anda akan segera sadar, bahwa isi yang terdapat dalam buku WAMY sekaligus buku rujukannya itu (karya Shadiq Amin di atas), penuh dengan kedustaan dan fitnah.di dalam kitab al-Nidzaam al-Ijtimaa’iy fi al-Islaam yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir disebutkan, “Ini berbeda dengan ciuman, ciuman seorang laki-laki terhadap wanita asing yang diinginkannya, atau sebaliknya, adalah ciuman yang diharamkan. Sebab ciuman semacam ini termasuk pembukaan dari zina. Sebab ciuman pada umumnya adalah pembukaan menuju aktivitas zina, meskipun dilakukan tanpa syahwat.” Walhasil, jelaslah, bahwa Hizb sendiri telah mengharamkan seorang laki-laki mencium wanita asing yang bukan mahramnya. Kami bertanya, anda lebih percaya kepada rujukan asli dari Hizbut Tahrir atau buku yang penuh dengan kedustaan itu?.

Walhasil, tidak ada keraguan sedikitpun, buku yang dijadikan rujukan oleh buku terbitan WAMY itu, adalah buku yang penuh dengan tipuan dan pendustaan. Jika rujukannya saja sudah gugur secara metodologis, tentu gugur juga semua buku yang menginduk kepadanya. Walhasil, buku terbitan WAMY tidak ilmiah dan tidak layak dijadikan acuan dan sumber rujukan, dikarenakan rujukannya telah batal secara akademis.

Kami tegaskan kembali, jika buku Shadiq Amin, yang berjudul al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah itu dipertanggungjawabkan di depan kajian ilmiah, maka buku itu tidak bernilai ilmiah sama sekali, bahkan batal demi kebenaran ilmiah. Oleh karena itu, untuk menilai apakah buku WAMY bisa dijadikan sebagai rujukan atau tidak, maka tolok ukurnya adalah apakah buku yang dijadikan rujukan dasar buku WAMY itu (buku al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah, karya Shadiq Amin) ilmiah atau tidak. Jika tidak, maka gugugrlah keilmiahan buku WAMY tersebut.

Kami mengingatkan dan mengajak kepada pihak-pihak yang selama ini terlanjur mempercayai kebenaran isi buku WAMY itu dan sudah terlanjur menjadikannya sebagai rujukan untuk menilai Hizbut Tahrir, agar mau bersikap obyektif dan mau menerima koreksi dan pembenaran. Sungguh penerimaan anda dengan penuh keikhlasan akan menuntun anda kejalan kebenaran. Kami juga menyarankan kembalilah kepada Islam yang benar, kepada yang sudah terlanjur menyebarkan buku itu, maka tarik dan bekukan buku itu. Jika tidak sungguh adzab Allah sangatlah pedih! Ingatlah sabda Rasulullah saw, tatkala beliau mengingatkan tentang kedustaan, “Barangsiapa yang berdusta maka mereka bukanlah golongan kami. Pembuat makar dan pengkhianat akan dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Tirmidzi dan Abu Na’im dalam al-Haliyah dari Ibnu Mas’ud).

Kami perlu memberitahukan juga bahwa pengarang al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah (yang dijadikan sumber rujukan oleh WAMY). Dr. Shadiq Amin, mengarang buku ini dibawah tekanan bangsa Yordania saat itu. Bahkan, penguasa Yordania telah menetapkan buku ini sebagai buku yang harus dipelajari oleh mahasiswa dan dosen pada kuliah Syari’ah di Universitas Yordania. Hal yang perlu dikritisi adalah, (1) Mengapa Pemerintah Yordania sampai menetapkan agar buku ini dipelajari di perguruan tinggi di sana? Sedangkan pada saat yang sama, pengarangnya mengaku sebagai anggota dari gerakan Islam yang meruntuhkan rejim kufur ala pemerintahan Yordan? Betapa kontradiksinya! Kita semua memaklumi bahwa pemerintahan Yordan sangat benci terhadap gerakan Islam yang ingin menerapkan aturan-aturan Allah swt dengan cara menegakkan Khilafah Islamiyyah. Bahkan, setelah Hiizbut Tahrir sering mendapatkan dukungan untuk meraih kekuasaan, pemerintahan Yordania tidak tinggal diam. Lalu, dibuatlah makar untuk menyerang dan menjelek-jelekkan Hizbut Tahrir di hadapan rakyat. Mereka menyuruh orang untuk mengarang buku yang menjelk-jelekkan dan mendiskriditkan HT. Kita mengerti, pemerintahan Yordan sangat anti dengan penerapan Islam yang utuh. Bila pemerintahan Yordan berbaik hati menjadikan buku karangan Shadiq Amin itu sebagai bahan kuliah di Universitas Yordania, tentu maksudnya bulkan untuk menyadarkan kaum muslim dari kelompok dan perjuangan yang benar.

Kita bisa menyimpulkan, pemerintah Yordan menetapkan buku ini sebagai bahan ajar di perguruan tinggi Yordan bukan untuk menyebarkan Islam yang benar, tetapi untuk menikam gerakan-gerakan Islam yang ingin meruntuhkan rejim kufur di sana-yakni HT? Mana mungkin pemerintahan Yordan yang kufur itu mau bersekongkol dengan gerakan yang ingin menghancurkan eksistensi mereka? Bahkan, menjadikan “buku itu” sebagai bahan ajar? Semoga Allah melindungi dan menyadarkan kelompok itu, (2) Setelah ditelusuri dengan jernih dan mendalam, Dr. Shadiq Amin, bukanlah nama sebenarnya. Ia adalah nama samaran dari Dr. ‘Abdullah ‘Azzam, salah seorang pengajar di kuliah Syari’ah di Universitas Yordania, sekaligus seorang mursyid Ikhwan al-Muslimin di Yordania. Pertanyaan selanjutnya adalah, “Kalau buku ini memang ditujukan untuk mengajak kaum muslim menghancurkan rejim kufur, lalu mengapa pada saat yang sama rejim kufur (Yordan) malah menetapkan buku ini sebagai buku rujukan pada kuliah syari’ah di Universitas Yordania? Dan juga kenapa teman-teman Ikhwan di sini juga getol menyebarkan buku yang di absahkan oleh penguasa Yordan yang fasiq dan dzalim itu? Apakah mereka benar-banar bertujuan untuk menyelamatkan umat? Ataukah mereka ingin mengelabui umat agar umat tidak bergabung dengan jama’ah yang benar-benar ikhlas berjuang di jalan Allah, dan ingin meruntuhkan sistem setan? Wahai renungkanlah?
Selesai dengan pertolongan Allah