Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Spasial’ Category

Pembuatan Footstep Geospatial

Friday, December 1st, 2006

proceeding Geomatics Research Forum

Elyta Widyaningrum, Fahmi Amhar, Dodi Sukmayadi, Harry Ferdiansyah

Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi & Tata Ruang
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
contact: elyta_widya@yahoo.com

 

Abstrak:

Dalam rangka ‘1st Geospatial Technology Exhibition’ di Jakarta Convention Center pada 23-27 Agustus 2006, Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang membuat pijakan kaki atau footstep bagi para pengunjung sepanjang kurang lebih 30 meter.  Layaknya “karpet merah” pada pagelaran-pagelaran bergengsi, footstep bertema geospasial ini dibuat untuk memberi perkenalan singkat proses perjalanan data geospasial dari citra menjadi peta, sekaligus memberi gambaran tak terputus tentang data spasial dari bagian barat pulau Jawa hingga sebelah timur Madura.  Tulisan singkat ini akan menceritakan proses pembuatan footstep tersebut.

 

 

Pendahuluan:

Tuntutan yang diberikan atas tim footstep cukup berat: menyiapkan suatu set variasi data spasial yang sekaligus meliputi suatu daerah memanjang sehingga cukup untuk dicetak dalam suatu lembaran dengan ukuran kurang lebih 1 meter x 30 meter.

Data spasial yang tersedia di Pusat PDRTR dan dipakai dalam berbagai proses pembuatan peta cukup banyak, dari foto udara yang dapat discan, data IFSAR (ORI & DSM), Landsat, SPOT, Aster, Ikonos, Quickbird, Radarsat, DEM dari SRTM, hingga peta-peta rupabumi digital, peta RBI cetak berbagai skala dan sebagainya.

Namun untuk mendapatkan berbagai data itu dalam satu kesinambungan (seamless) area yang membentang tanpa terputus, agak sulit.  Keadaan Indonesia yang berpulau-pulau serta letak pulau-pulau yang tak tepat membentang dari barat ke timur atau dari utara ke selatan, membuat pilihan yang ada tidak terlalu banyak.

Andai seluruh data yang ada sudah tersimpan dalam sistem basis data spasial yang seamless, mestinya tidak terlalu sulit untuk menarik data yang terletak miring misalnya dari Aceh hingga Lampung, atau dari Anyer hingga Banyuwangi serta langsung ditransformasikan sehingga menjadi bentuk memanjang yang diinginkan.

Namun ketika sebagian besar data masih tersimpan secara sheetwise, mau tidak mau hanya data yang terletak dalam satu garis yang dapat diproses lebih lanjut.  Dari itu didapatkan bahwa data yang paling memenuhi syarat adalah data 1:25.000 dari Pelabuhan Ratu di Jawa Barat memanjang lurus ke timur hingga pantai timur pulau Madura.

Pada kawasan terpilih ini, berbagai variasi medan akan terwakili, dari pantai, gunung, hutan, desa maupun kota, baik di tengah seperti Bandung maupun di tepi seperti Semarang dan Surabaya.

Jenis data spasial yang tersedia di kawasan ini sebenarnya sangat beragam.  Hampir seluruh peta di kawasan ini dibuat dari foto udara 1:30.000 atau 1:50.000.  Sebagian juga sudah diupdate dengan citra IFSAR, SPOT, Aster atau Quickbird. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya hanya dipilih empat jenis data, yaitu: citra komposit Landsat 7 ETM+ band 543 resolusi 15m, DEM dari SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) resolusi 90 m, data vector peta rupabumi digital 1:25.000 dan data scan peta RBI cetak skala yang sama.

Ukuran footstep didasarkan pada muka peta RBI 1:25.000 yaitu sekitar 56 x 56 centimeter tiap lembarnya. Karena kawasan terpilih terdiri dari 2 x 63 nlp, maka panjang footstep menjadi sekitar 35 m dan lebar sekitar 1 m.

Agar cerita proses kreatif “perjalanan dari citra menjadi peta” mudah dipahami, diputuskan untuk merangkai data tersebut dari barat ke timur dalam urutan sebagai berikut:

  1. Citra Landsat
  2. DEM dari SRTM dalam 2 jenis warna
  3. Vector peta Rupabumi dimulai dari kontur, kemudian secara akumulatif berangsur-angsur ditambah dengan hidrografi, jaringan perhubungan, penutup lahan, gedung dan bangunan, nama geografis lalu terakhir batas administrasi.
  4. Peta RBI cetak.

 

 

Gambar 1: Kawasan terpilih yang dibuat footstep

 


Proses Pembuatan

  1. Data Landsat

Sebelum citra Landsat dipotong, dilakukan perhitungan posisi potongan dengan mengacu pada index Nomor Lembar Peta RBI 1:25.000. Batas pemotongan disimpan dalam vector file (misal shp atau dxf).

Pemotongan dilakukan dari citra yang telah dimozaik berdasarkan batas yang telah dibuat. Untuk proses ini digunakan software GlobalMapper™ yang mampu mengolah data vector dan raster secara bersamaan.

Setelah dipotong, data disimpan dalam file yang bergeoreferensi (misal GeoTiff). Ukuran citra yang akan ditampilkan kurang lebih 7 meter (13 NLP).

 

  1. Data DEM SRTM

Proses pemotongan pada bagian ini harus memperhatikan posisi akhir citra Landsat. Data DEM SRTM ditampilkan dalam dua warna yaitu: multicolor (rainbow) dan hillshading.  Warna rainbow dapat memberi efek 3D bila dilihat dengan kaca mata khusus.  Sedang warna hillshading dipakai selanjutnya sebagai latar belakang vektor peta RBI digital.  Proses ini juga menggunakan software GlobalMapper™.

  1. Data vektor Peta RBI 1:25.000

Pada mulanya, data vektor peta RBI ada dalam koordinat UTM dan untuk kawasan terpilih ini ada 2 zone (48 dan 49).  Untuk dapat digabung dengan data Landsat dan SRTM, maka seluruh data harus ditransformasi ke koordinat geografis.    Proses ini juga dengan mudah dapat dilakukan dalam software GlobalMapper™.

Data vektor peta RBI dibagi dalam tujuh bagian tema utamanya. Masing-masing bagian berisikan 2 x 5 NLP (atau 1 x 2,5 m) sehingga total panjang data adalah 2 x 35 NLP (1 x 17,5m).  Adapun tampilan dari masing-masing bagian adalah:

Bagian pertama menampilkan kontur saja.

Bagian kedua menampilkan kontur dan hidrografi (danau, sungai, pantai).

Bagian ketiga: kontur, hidrografi dan jaringan perhubungan (jalan, rel kereta api, transmisi tegangan tinggi).

Bagian keempat: kontur, hidrografi, jaringan perhubungan dan batas penutup lahan (vegetasi, permukiman).

Bagian kelima: kontur, hidrografi, jaringan perhubungan, batas penutup lahan serta objek-objek gedung dan bangunan.

Bagian keenam: kontur, hidrografi, jaringan perhubungan, batas penutup lahan, objek-objek gedung dan bangunan dan nama geografis (toponimi).

Bagian ketujuh: kontur, hidrografi, jaringan perhubungan, batas penutup lahan, objek-objek gedung dan bangunan, nama geografis dan batas administrasi.

Penentuan nomor-nomor lembar peta yang terlibat dilakukan dalam software ArcView™ dengan mengoverlay indeks peta RBI 1:25.000 di atas peta garis pantai pulau Jawa.  Data pada kawasan terpilih diaktifkan kemudian dilihat pada tabel.  Tabel ini kemudian diekspor ke MS-Excel™ untuk dibuat batch-script untuk mengcopy file-file yang dibutuhkan.

 

  1. Data scan Peta RBI cetak skala 1:25.000

Data scan peta RBI cetak yang digunakan hanya 2 x 2 NLP (atau sekitar 1 x 1 meter). Data scan peta terkadang memiliki warna yang kurang homogen antara satu dengan lainnya, tergantung pada kualitas scanning dan kondisi kertas. Data scan ini harus diregistrasi agar memiliki referensi yang sama dengan data lainnya, lalu disimpan pada format yang sesuai (GeoTiff file).

Dengan demikian, secara keseluruhan terdapat 10 bagian data dengan jenis yang berbeda.

 

Penggabungan

Seluruh data raster tersimpan dalam format GeoTiff, sedang data vektor pada umumnya tersimpan dalam format DXF.  Setelah penggabungkan secara geometris, langkah terpenting selanjutnya adalah “melebur” data vektor itu ke dalam raster.  Pada software GlobalMapper™ hal ini dilakukan dengan menu GeoTiffExport.  Yang perlu diperhatikan adalah “sample spacing”-nya.  Resolusi yang sesuai dengan skala peta 1:25.000 mestinya adalah 2,5 meter.  Namun karena footstep ini akan dibaca orang sambil berdiri (4-5x jarak baca), maka demi menghemat ukuran file, diputuskan untuk memakai ukuran resampling 10 meter.  Pada ukuran ini yang akan mengalami penuruan kualitas terutama adalah teks, baik pada data vektor peta RBI maupun pada data scan peta RBI cetak.  Idealnya memang untuk teks ada perlakukan khusus.

Agar data yang sangat besar ini dapat diolah lebih lanjut dengan software pracetak, yakni AdobePhotoshop™ dengan daya tampung file yang terbatas (maksimal cetak 10 meter), maka terpaksa data gabungan inipun masih dipotong-potong lagi menjadi beberapa bagian siap cetak.  Dalam berbagai kasus, sepertinya AdobePhotoshop™ juga mengalami masalah bila vektor yang dirasterisasi terlalu kompleks. 

Dengan dipotong-potong, timbul masalah pada saat printing, sebab tiap selesai mencetak satu bagian, printer otomatis akan membuat jarak sebelum memulai mencetak bagian yang baru.  Tanpa software yang memadai untuk cetak, diperlukan pengaturan manual yang presisi, agar atas data yang berkesinambungan ini, tidak muncul gap-gap semacam itu.

 

 

Gambar 2: Foto footstep dalam penggunaan di pameran IGTE di arena JCC

 

Referensi

Adobe System (2002): Photoshop 7 Manual

Bakosurtanal (2003): Spesifikasi Pemetaan Rupabumi Indonesia.

Global Mapper (2005): On-line Manual

 

Acknowledgement

Ucapan terimakasih kepada PT Datascripp yang memfasilitasi cetak footstep sehingga dapat menjadi milestone kemampuan kedua pihak – Bakosurtanal untuk data spasial, dan Datascripp untuk percetakan.

Laboratorium Geospasial

Thursday, November 16th, 2006

Oleh : Dr Ing Fahmi Amhar
Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, Jumat, 17 November 2006

PARANGTRITIS bakal kian menarik. Even yang dilakukan, jangka panjangnya bakal menjadi sebuah ‘kekayaan’ baru DIY. Tentu tidak terkait dengan peristiwa (demo) akhir-akhir ini. Namun Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) bekerjasama dengan Badan Pariwisata DIY menggelar Festival Ekowisata Pesisir Parangtritis 2006. Festival yang digelar 18-19 November ini sekaligus menandai peresmian Laboratorium Geospasial Parangtritis.

Lab ini akan menjadi suatu lab yang unik. Seunik fenomena gumuk pasir di sana. Gumuk pasir ini adalah buah perkawinan ekosistem Gunung Merapi, Sungai Opak dan Laut Selatan. Indonesia – dan terutama DIY – mendapat karunia yang luar biasa berupa fenomena yang sulit dicari padanannya di dunia.

Indonesia adalah negara dengan pesisir tropis terpanjang di dunia. Di pulau Jawa bagian selatan saja, kabupaten-kabupaten pesisir membentang dari Pandeglang hingga Banyuwangi. Namun pustaka tentang kepesisiran masih cukup langka. Maka di lab itu pertama-tama akan dibangun perpustakaan pesisir yang terlengkap di dunia – Insya Allah, beserta peta-petanya dari masa ke masa, serta teknologi geospasial pendukungnya, yaitu Global Positioning System (GPS), Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografi. Berbagai peralatan peraga iptek geospasial ini akan disediakan oleh Bakosurtanal, BPPT dan LAPAN dan mungkin juga Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Lab – dan juga festival ini – memang dimaksudkan untuk mendekatkan sains informasi spasial pesisir ke masyarakat.

Lab ini idealnya memang diintegrasikan dalam suatu taman wisata bertema pesisir (Coastal-Themapark). Agar pengunjung mudah memahami fenomena gumuk pasir yang bisa berpindah-pindah ini, ada baiknya dibangun simulator peraga. Mungkin mirip simulator gunung berapi di suatu tempat wisata di Malang Jawa Timur. Atau setidaknya setiap pengunjung akan disuguhi peragaan multimedia terbentuknya gumuk pasir.

Yang sudah pasti, di depan lab yang dibangun Bakosurtanal akan dipasang pilar dengan angka koordinat GPS dan dilengkapi dengan penunjuk arah meridian, jam matahari, dan informasi batas-batas laut dari pilar tadi sebagai garis pangkal (garis pasang tertinggi Highest Astronomical Tide, garis rata-rata Mean Sea Level, garis surut terrendah Lowest Astronomical Tide, batas teritorial, batas ZEE, Landas Kontinen).

Kepedulian akan pesisir juga mencakup informasi kelautan, dari potensi hayati, mineral sampai potensi energi (Pasang Surut, gelombang dan perbedaan suhu air laut ocean thermal energy conversion). Menurut Prof Rokhmin Dahuri, potensi ekonomi kelautan Indonesia kalau diolah dengan benar dapat mencapai Rp 256 Triliun pertahun, serta menyerap 10 juta tenaga kerja.

Selanjutnya lab alam Parangtritis ini mestinya menjadi tempat bertemu para peneliti kearifan lokal. Saya yakin banyak sekali kearifan lokal dari Ujung Kulon sampai Blambangan yang perlu dipertemukan, didokumentasikan dan direkomendasikan untuk diterapkan. Kearifan ini bisa berupa budi daya ikan di laut hingga, pengolahan ikan pasca panen tanpa formalin, dan budaya menghadapi bencana laut mulai dari abrasi hingga tsunami dan sebagainya.

Badan Pariwisata DIY konon bahkan telah membuat suatu landasan kecil untuk didarati oleh pesawat layang bermesin (trike). Kalau begitu festival tersebut dapat sekalian dijadikan festival trike, atau kalau belum sanggup ya cukup festival layang-layang saja, sebagaimana saat ini sudah dilakukan secara teratur di Bali.

Para pecinta olahraga juga dapat memanfaatkan lab alam itu untuk ‘sensing’ yang lain. Saya teringat pada perguruan beladiri tangan kosong Merpati Putih yang melatih kepekaan batin sehingga orang bisa bernavigas dengan mata tertutup. Saya rasa ‘another sensing’ ini akan banyak menarik perhatian para ahli remote sensing dari seluruh dunia.

Dan bicara ‘kesaktian’ semacam ini, lab alam ini dapat juga dipakai untuk penelitian hantu (!). Konon teman-teman peneliti yang telah berada di lab itu sering melihat penampakan. Ya paling tidak – kata mereka – nanti bisa muncul di acara ‘Dunia Lain’ atau ‘Uji Nyali’.

Festival ini dimaksudkan untuk memperkenalkan lab alam tersebut, sekaligus menarik perhatian masyarakat pada dunia ilmu kepesisiran dan geospasial. Untuk itu, idealnya festival pesisir ini diadakan tidak cukup sekali ini, namun dapat dijadikan agenda tahunan. Dalam festival tahunan ini, dapat diadakan acara populer seperti Lomba Membuat Peta bagi Non Spesialis (Peta berbasis masyarakat), acara camp training kecerdasan spasial anak-anak (‘Geospatial Kids’) hingga acara yang serius semacam Forum Ilmiah atau Seminar.

Yang jelas, keberadaan gumuk pasir harus kita syukuri. Kalau kita syukuri secara proaktif, kreatif dan produktif, Insya Allah nikmat itu ditambah ke berbagai dimensi nikmat yang lain.

(Penulis adalah Peneliti Utama Bakosurtanal)-

Menumbuhkan Kecerdasan Spasial

Thursday, September 7th, 2006

Dr.-Ing. Fahmi Amhar

Harian Kedaulatan Rakyat, 7 September 2006

DALAM dunia psikologi, kecerdasan spasial (spatial quotient) termasuk salah satu jenis kecerdasan yang sering turut diukur dalam test IQ bersama-sama dengan kecerdasan verbal dan logikal. Biasanya, dalam mengukur kecerdasan ini kita diminta memilih pasangan yang tepat dari suatu gambar 2 dimensi ataupun 3 dimensi

Namun dalam praktik, kecerdasan spasial semestinya jauh lebih dari itu. Kecerdasan spasial adalah bagaimana seseorang dapat menempatkan aspek keruangan secara tepat dalam berbagai pengambilan keputusannya, baik dalam bekerja mapun berekreasi.

Seorang pebisnis yang memiliki kecerdasan spasial cukup, akan relatif peka terhadap tempat-tempat strategis yang diharapkan potensial mendatangkan keuntungan, misalnya untuk didirikan warung Padang, mini market ataupun tempat kos-kosan. Dalam level yang lebih canggih, hal ini bisa didapatkan oleh operator telepon seluler (misal untuk optimasi lokasi menara seluler yang sangat mahal itu), perusahaan armada transportasi (untuk optimasi route yang dilalui), atau juga oleh investor yang tahu memilih daerah yang tepat untuk menanam modal di sektor real. Pebisnis ini dapat dikatakan telah melakukan spasial investing – investasi yang dipandu oleh kecerdasan spasial.

Seorang wisatawan yang memiliki kecerdasan spasial akan relatif peka dalam memilih tempat yang berharga untuk dikunjungi, termasuk rute perjalanannya yang paling efisien, juga bagaimana memilih hotel yang nyaman, murah dan strategis, bahkan hingga bagaimana mengatur bagasinya hingga ringkas dan tidak kena denda kelebihan muatan. Dalam hal ini, kecerdasan spasial dapat pula disebut kecerdasan berwisata (traveling quotient).

Dalam bidang olahraga, ternyata sebagian besar jenis olahraga pertandingan adalah terkait aspek spasial. Bagaimana strategi memenangkan piala dunia sepakbola, hampir 50% ditentukan oleh posisi pemain kawan, posisi pemain lawan, posisi bola dan posisi gawang musuh. Jadi ternyata ada bagian dari kecerdasan kinestetik (yang terkait gerak) dengan kecerdasan spasial. Dalam bidang penyelamatan, seperti pada saat ada musibah bencana, ataupun ada perang, kecerdasan spasial dapat memainkan peran antara hidup dan mati. Orang perlu tahu rute evakuasi yang aman, atau perilaku sebenarnya banjir, awan panas atau tsunami. Adapun kemampuan menyelamatkan diri pada saat kritis, adalah bagian dari kecerdasan bertahan hidup survival quotient).

Dalam pemerintahan, seorang kepala daerah yang cerdas spasial akan mengetahui dengan tepat posisi dan kondisi kantong-kantong kemiskinan sehingga dapat menaruh kawasan prioritas pembangunannya dengan optimal. Dia juga cepat memahami titk-titik munculnya masalah (misal wabah flu burung) sehingga dapat sigap mengantisipasinya.

Bahkan dalam pemberantasannya korupsi, cerdas spasial diperlukan baik untuk mencegah (preventif) maupun memberantas korupsi yang telah terjadi. Secara preventif misalnya, pemasangan alat GPS di tiap kendaraan suatu armada taksi, akan membuat sopir taksi tidak bisa seenaknya, karena pusat taksi jadi tahu persis posisi tiap taksi. Namun pada saat yang sama sopir taksi juga diuntungkan karena dengan sistem itu order langsung diberikan ke taksi terdekat yang sedang kosong. Seandainya ada aturan bahwa dalam tiap LPJ kepala daerah harus dilampiri peta yang menunjukkan kondisi lingkungan dan distribusi kemakmuran sebelum dan sesudah masa jabatan, tentu juga para kepala daerah tidak bisa seenaknya menguras kekayaan daerahnya. Sedang dalam memberantas korupsi, kecerdasan spasial perlu untuk mengembangkan teknik-teknik intelijen atau penyelidikan.

Kecerdasan spasial bisa ditumbuhkembangkan secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Secara kognitif misalnya dengan mengenalkan seorang anak dengan material spasial, misal dengan sketsa, denah, foto, peta, maket, film bertema petualangan dan sebagainya.

Secara afektif atau untuk membangun sikap, apresiasi seorang anak terhadap dunia spasial bisa terbangun dengan membiasakan diri membaca peta, baik saat bermain di dalam rumah (misalnya dalam permainan monopoli atau quartet spasial) maupun saat bergerak di alam bebas (misalnya dengan peta wisata). Film “Dora” juga dapat dipandang turut berkontribusi di sini. Namun memang perlu disesali bahwa peta untuk awam yang tersedia bebas masih sangat sedikit. Padahal ini — kalau mau — bisa dibiayai melalui iklan.

Dan secara psikomotorik, life skill spasial akan tumbuh ketika seseorang jadi terbiasa dalam mendokumentasi aspek-aspek spasial meski hanya untuk catatan pribadi. Misalnya ketika membuat album foto yang bercerita tentang liburannya, dia juga membuat deskripsi yang cukup rinci, atau bahkan dilengkapi dengan sketsa atau denah tempat liburan tersebut.

Meski demikian, sudah ada start yang bagus, walaupun sederhana: sekarang ini makin banyak undangan pernikahan yang sudah dilengkapi denah lokasi tempat pesta. q – s