Dr. Fahmi Amhar
Bila ada soal, “sebutkan contoh produk pertanian Islam!”, dapat diduga jawaban mayoritasnya adalah kurma. Sama seperti pertanyaan tentang “pengobatan ala Nabi” atau “Thibbun Nabawy” yang diasosiasikan dengan madu, habatussaudah dan bekam. Padahal Nabi datang ke dunia tidak untuk mengajarkan ilmu pertanian ataupun teknik pengobatan. Semua ini masuk dalam ilmu-ilmu yang menurut Nabi “kalian lebih tahu urusan dunia kalian”. Hanya saja, masih banyak kaum muslimin yang belum memahami perbedaan antara “sistem” dan “ilmu”. Namun ini bukan semata-mata kesalahan mereka. Dunia kapitalisme telah mencampur-adukkan antara sistem yang dipengaruhi pandangan hidup (“hadharah”) dan cara-cara teknis hasil eksperimen ilmiah (“madaniyah”).
Dunia ilmu ekonomi mungkin termasuk bidang yang “tingkat ketercampuradukannya” tinggi, sedang ilmu kedokteran dan pertanian relatif netral. Bila Ibnu Sina meletakkan tujuh aturan dasar uji klinis atau Ishaq bin Ali Rahawi menulis kode etik kedokteran, maka di dunia pertanian ada Al-Asma’i (740-828 M) yang mengabadikan namanya sebagai ahli hewan (zoologist) dengan bukunya, seperti Kitab tentang Hewan Liar, Kitab tentang Kuda, kitab tentang Domba, dan Ābu Ḥanīfah Āḥmad ibn Dawūd Dīnawarī(828-896), sang pendiri ilmu tumbuh-tumbuhan (botani), yang menulis Kitâb al-nabâtdan mendeskripsikan sedikitnya 637 tanaman sejak dari “lahir” hingga matinya. Dia juga mengkaji aplikasi astronomi dan meteorologi untuk pertanian, seperti soal posisi matahari, angin, hujan, petir, sungai, mata air. Dia juga mengkaji geografi dalam konteks pertanian, seperti tentang batuan, pasir dan tipe-tipe tanah yang lebih cocok untuk tanaman tertentu.
Pada abad 9/10 M, Abu Bakr Ahmed ibn ‘Ali ibn Qays al-Wahsyiyah (sekitar tahun 904 M) menulis Kitab al-falaha al-nabatiya. Kitab ini mengandung 8 juz yang kelak merevolusi pertanian di dunia, antara lain tentang teknik mencari sumber air, menggalinya, menaikkannya ke atas hinga meningkatkan kualitasnya. Di Barat teknik ibn al-Wahsyiyah ini disebut “Nabatean Agriculture”.
Para insinyur muslim merintis berbagai teknologi terkait dengan air, baik untuk menaikkannya ke sistem irigasi, atau menggunakannya untuk menjalankan mesin giling. Dengan mesin ini, setiap penggilingan di Baghdad abad 10 sudah mampu menghasilkan 10 ton gandum setiap hari. Pada 1206 al-Jazari menemukan berbagai variasi mesin air yang bekerja otomatis. Berbagai elemen mesin buatannya ini tetap aktual hingga sekarang, ketika mesin digerakkan dengan uap atau listrik.
Di Andalusia, pada abad-12, Ibn Al-‘Awwam al Ishbili menulis Kitab al-Filaha yang merupakan sintesa semua ilmu pertanian hingga zamannya, termasuk 585 kultur mikrobiologi, 55 di antaranya tentang pohon buah. Buku ini sangat berpengaruh di Eropa hingga abad-19.
Pada awal abad 13, Abu al-Abbas al-Nabati dari Andalusia mengembangkan metode ilmiah untuk botani, mengantar metode eksperimental dalam menguji, mendeskripsikan, dan mengidentifikasi berbagai materi hidup dan memisahkan laporan observasi yang tidak bisa diverifikasi.
Muridnya Ibnu al-Baitar (wafat 1248) mempublikasikan Kitab al-Jami fi al-Adwiya al-Mufrada, yang merupakan kompilasi botani terbesar selama berabad-abad. Kitab itu memuat sedikitnya 1400 tanaman yang berbeda, makanan, dan obat, yang 300 di antaranya penemuannya sendiri. Ibnu al-Baitar juga meneliti anatomi hewan dan merupakan bapak ilmu kedokteran hewan, sampai-sampai istilah Arab untuk ilmu ini menggunakan namanya.
Kemajuan pemikiran Islam tergambar pada realitas bahwa mereka sudah memikirkan ekologi dan rantai makanan. Al-Jāḥiẓ atau nama aslinya Abu Utsman Amr ibn Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Basri (781-869) dalam bukunya Kitab al-Hayawansudah berteori akan adanya perubahan berangsur pada mahluk hidup akibat seleksi alam dan lingkungan. Meski ada perbedaan, pemikiran ini 1000 tahun mendahului Alfred Wallace atau Charles Darwin.
Ini adalah fakta-fakta yang terkait langsung dengan ilmu pertanian dalam arti sempit. Namun revolusi pertanian yang sesungguhnya terjadi dengan berbagai penemuan lain. Alat-alat untuk memprediksi cuaca, peralatan untuk mempersiapkan lahan, teknologi irigasi, pemumpukan, pengendalian hama, teknologi pengolahan pasca panen, hingga manajemen perusahaan pertanian. Kombinasi sinergik dari semua teknologi ini selalu menghasilkan akselerasi dan pada moment tertentu cukup besar untuk disebut “revolusi pertanian muslim”.
Revolusi ini menaikkan panenan hingga 100% pada tanah yang sama. Kaum muslim mengembangkan pendekatan ilmiah yang berbasis tiga unsur: sistem rotasi tanaman, irigasi yang canggih, dan kajian jenis-jenis tanaman yang cocok dengan tipe tanah, musim, serta jumlah air yang tersedia. Ini adalah cikal bakal “precission agriculture”.
Revolusi ini ditunjang juga dengan berbagai hukum pertanahan Islam, sehingga orang yang memproduktifkan tanah mendapat insentif. Tanah tidak lagi dimonopoli kaum feodal dan tak ada lagi petani yang merasa dizalimi sehingga malas-malasan mengolah tanah. Negara juga menyebarkan informasi teknologi pertanian sampai ke para petani di pelosok-pelosok.
Mungkin ada pertanyaan: kalau kita pernah merevolusi pertanian, mengapa kita tidak ikut merevolusi industri? Penjelasannya adalah: siapapun yang tetap melakukan riset hingga abad-19 akan memiliki peluang lebih besar untuk mengkombinasikan lebih banyak teknologi dasar.
Kalau kita punya 2 benda, dengan kreativitas kita 2 benda itu dapat dikombinasikan menjadi satu benda yang baru. Misalnya kita punya teknologi ponsel dan camera, maka kita lalu terpikir ponsel berkamera. Kalau ada satu benda dasar lagi, misalnya GPS (alat navigasi global), maka dapat dibuat 3 benda baru lagi: ponsel ber-GPS, camera ber-GPS, dan ponsel camera dan ber-GPS.
Inilah kombinatorik, yang di matematika memiliki rumus n!/(k! * (n-k)!) atau kombinasi kelas k dari n benda dasar akan menghasilkan n faktorial dibagi perkalian dari k faktorial dan (n-k) faktorial. Kalau kita punya 2 benda (a,b), maka kombinatoriknya ada 1 (ab). Sedang kalau 3 benda (a,b,c), maka kombinatorik kelas 2-nya ada 3 (ab, ac, bc), dan kelas 3-nya ada 1 (abc), atau semuanya 4 benda baru. Dan kalau kita punya 4 benda, bisa dibuat 11 benda baru, dan kalau kita punya 10 benda, maka total dapat dibuat 1013 benda baru.
Itulah mengapa teknologi selalu makin lama makin cepat berkembang dan meletupkan revolusi demi revolusi. Ini karena bahan dasar yang bisa dikombinasikan semakin banyak. Tinggal pada sistem seperti apa para ilmuwan masih sempat bekerja secara ilmiah sehingga dapat mengembangkan penemuan baru bahkan revolusi baru.
Dr. Fahmi Amhar
Apa yang terbayang bila ada berita bahwa ada saudara kita menjadi artis atau hidup sebagai seniman? Hidup mewah sebagai selebriti? Atau sebaliknya tidak punya pekerjaan yang jelas dan awet serta jauh dari komunitas orang-orang beriman? Semua ini adalah stereotip para seniman. Apapun jenisnya.
Adalah menarik untuk mendapatkan realitas bahwa pada zaman keemasannya, negara Islam bukanlah sebuah negeri yang dingin dan kaku. Di sana, selain terdapat banyak ulama mujtahid yang membuat hidup jadi terarah, lalu para ilmuwan dan insinyur yang membuat hidup lebih mudah, juga bertebaran para seniman yang membuat hidup lebih indah. Dan eloknya lagi, para seniman ini adalah orang-orang yang beriman, yang menjadikan iman sebagai poros hidupnya, bukan sebaliknya!
Secara umum, dunia seni dapat dibagi dalam 5 macam: (1) seni rupa; (2) seni sastra; (3) seni suara – termasuk musik; (4) seni gerak – termasuk balet atau akrobat; (5) seni gabungan, misalnya theater.
Ketika aliran naturalis yang menggambar atau membuat patung hewan atau manusia diharamkan, para perupa muslim dapat tetap menuangkan kreativitasnya dalam bentuk-bentuk abstrak yang memerlukan jiwa seni dan kemampuan matematis yang lebih tinggi, misalnya dalam bentuk kaligrafi yang rumit yang juga tertuang pada karpet atau keramik, arsitektur masjid yang canggih, atau taman kota yang simetri. Bentuk seni rupa yang membawa pemirsanya serasa mi’raj ke dimensi spiritual, dimensi ilahiyah.
Lafaz Basmallah untuk membentuk burung bangau |
Kaligrafi pada dinding masjid Alhambra, Spanyol |
Dunia sastra juga menggelora dengan karya-karya yang menggugah. Berbagai hikayat dari zaman pra Islam dimodifikasi dan diberi semangat iman. Karya sastra yang paling legendaris tentu saja adalah “Kisah 1001 malam”, dengan tokoh ratu Persia Syahrazad yang setiap malam tak lelah mendongeng kisah-kisah fantastis seperti Aladin, Ali Baba atau Sinbad ke suaminya Raja Syahriar, dan baru berhenti saat adzan Shubuh pada titik yang membuat orang penasaran. Setelah 1001 malam, ada perubahan sikap yang signifikan dari Raja Syahriar, yang semula dikenal sebagai raja yang paranoid, yang karena takut dikhianati, selalu menyingkirkan istrinya pada hari kedua pernikahannya. Namun Syahrazad berhasil mengubah kebiasaannya itu dengan sebuah dongeng yang indah.
Karya sastra juga sering dirangkai untuk memberikan pelajaran. Ibnu Malik membuat puisi 1000 bait yang dikenal dengan “Alfiah Ibnu Malik” untuk memberikan pelajaran bahasa Arab secara komprehensif. Barangsiapa hafal 1000 bait tersebut, dia telah belajar dan menguasai nahwu, sharaf dan balaghah sekaligus.
Seni suara dapat digunakan untuk terapi mental. Bacaan al-Qur’an dapat dilantunkan dengan suara yang indah untuk suasana apapun, sedih ataupun gembira. Rasulullah membolehkan lagu dan musik dimainkan untuk mengiring acara gembira seperti walimah nikah. Semula yang berkembang adalah nasyid, konsert vokal tanpa instrumen – atau di Barat dikenal dengan “Accapella”. Berbagai lirik nasyid yang penuh makna diciptakan untuk berbagai peringatan, misalnya Maulid Nabi. Konon Salahuddin al-Ayyubi mengadakan sayembara untuk itu, agar masyarakat ingat kembali pada Sirah Nabawiyah dengan cara yang indah dan menyenangkan. Kiat ini dilakukan untuk memperkuat kembali kaum muslim dalam menghadapi tentara Salib.
Namun dalam instrumen musik, umat Islam tak hanya mengenal rebana sebagai satu-satunya alat musik yang sudah dikenal di zaman Nabi. Khilafah Islam mewarisi berbagai alat musik bangsa-bangsa yang ditaklukannya sekaligus memperkayanya dengan alat-alat musik baru. Sekalipun ada ikhtilaf di antara para fuqoha dari yang menghalalkan dan mengharamkan musik, tokoh Al-Farabi tetap meneliti dan menciptakan berbagai alat musik yang sebelumnya tidak dikenal, seperti piano. Dia juga menemukan hubungan matematis antara tinggi tiap nada dan hubungan ritme dengan kejiwaan seseorang.
Dalam hal seni gerak, seni akrobat sudah diterima oleh Rasulullah, bahkan beliau telah menyaksikan pertunjukan suatu tim dari Habasyah bersama Ummul Mukminin Aisyah di masjid. Seni gerak ini kemudian berkembang pesat di kalangan shufi, seperti halnya kaum Darwish di Turki, yang mendapatkan semacam perasaan “ectasse” ketika berputar-putar ratusan kali sambil berzikir.
Sedang seni teater dikenal baik yang dimainkan oleh orang maupun dalam bentuk boneka – yang di Indonesia kemudian berkembang dalam bentuk wayang. Seni ini sudah dikenal di masa Abbasiyah kira-kira 1000 tahun yang lalu dengan mengambil episode dari sejarah Islam. Para khalifah Utsmaniyah, termasuk Sulaiman al-Qanuni juga dikenal sangat antusias menonton sandiwara boneka.
Yang menarik dari semua ini adalah sebuah fakta, bahwa kaum muslim mempelajari dan menerjemahkan buku-buku seni dari berbagai penjuru, memodifikasinya dan mengembangkannya. Namun mereka tak pernah merasa perlu mempelajari dan menerjemahkan buku-buku hukum, meski dengan alasan akan dimodifikasi. Ini karena mereka paham, bahwa sebagai sumber hukum, Qur’an dan Sunnah sudah sempurna, dan tak mungkin orang tersesat selama berpegang pada keduanya.
Dr. Fahmi Amhar
Sebutkan salah satu contoh teknologi tinggi! Kalau pertanyaan ini dilontarkan ke Prof. Dr.-Ing. BJ Habibie yang pernah memimpin PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), tentu jawabnya: aeronautik atau ilmu membuat pesawat terbang. Di bidang aeronautik berkumpul sejumlah teknologi canggih, yakni teknologi material, elektronika, komputer, mesin, kimia, navigasi dan sebagainya. Namun tentu semua sepakat, bahwa dasar dari aeronautika adalah ilmu bagaimana membuat sebuah benda yang lebih berat dari udara dapat terbang atau disebut dengan aviasi.
Dan apakah umat Islam punya kontribusi di bidang ini? Cukupkah dengan mengatakan bahwa Rasulullah pernah terbang dengan sesuatu yang lebih hebat dari pesawat terbang, yakni dengan kendaraan Buraq selama Isra’ Mi’raj, yang sekali langkahnya menempuh jarak sejauh mata memandang? Walaupun benar, jawaban ini tentu jauh dari memuaskan, karena Buraq hanyalah khusus untuk Nabi. Tidak ada manusia lain sesudahnya pernah melihatnya, apalagi menaikinya.
Bagaimana dengan naik karpet ajaib sebagaimana para sultan dalam kisah 1001 malam? Kisah 1001 malam memang dongeng yang sangat populer dari masa Khilafah Islam, sehingga bahkan ibu kota khilafah, yaitu Baghdad, digelari “Kota 1001 malam”. Kisah tentang Ratu Syeherazade yang mendongeng kisah-kisah fantastis (Aladdin, Ali Baba, Sinbad dsb) untuk melunakkan hati suaminya, Raja Syahriar ini sesungguhnya digali dan dimodifikasi dari khazanah sastra kuno masa pra-Islam. Semuanya tentu saja fiksi, baik yang berbau magis maupun bentuk awal dari science-fiction. Apapun juga, terbang dengan karpet-ajaib atau dengan naik jin, tetaplah khayalan belaka. Menyenangkan sebagai dongeng anak-anak menjelang tidur, namun tidak ada aplikasi praktisnya.
Alhamdulillah, ternyata ada orang Islam yang tidak puas dengan kisah Buraq maupun karpet ajaib. Dialah Abbas Ibnu Firnas (810-887) dari Andalusia (sekarang Spanyol) yang melakukan serangkaian percobaan ilmiah untuk dapat terbang, seribu tahun lebih awal sebelum Oliver & Wilbur Wright melakukan percobaan untuk membuat pesawat terbang.
Sebagaimana banyak ilmuwan muslim di zamannya, Ibnu Firnas adalah seorang polymath, yaitu menekuni berbagai ilmu sekaligus: kimia, fisika, kedokteran, astronomi, dan dia juga sastra. Dia menemukan berbagai teknologi seperti jam air (jam yang dikendalikan oleh aliran air yang stabil), gelas tak berwarna, lensa baca, alat pemotong batu kristal hingga peralatan simulasi cuaca yang konon juga mampu menghasilkan petir buatan, meski masih teka-teki bagaimana Ibnu Firnas menghasilkan listriknya. Namun di antara semua penemuannya, yang paling spektakuler dan dianggap salah satu tonggak sejarah adalah alat terbang buatannya.
Alat terbang Ibnu Firnas adalah sejenis ornithopter, yakni alat terbang yang menggunakan prinsip kepakan sayap seperti pada burung, kelelawar atau serangga. Dia mencoba alatnya ini dari pertama-tama dari sebuah menara masjid di Cordoba pada tahun 852. Dia terbang dengan dua sayap. Ibnu Firnas sempat terjatuh. Untung dia melengkapi diri dengan baju khusus yang dapat menahan laju jatuhnya. Baju khusus ini adalah cikal bakal parasut.
Tahun 875, pada usianya yang sudah 65 tahun dia melakukan percobaan terbangnya yang terakhir, menggunakan pesawat layang yang merupakan cikal bakal gantole. Percobaan kali itu dilakukan dari menara di gunung Jabal al-‘Arus dekat Cordoba dan disaksikan banyak orang yang antusias dengan percobaan-percobaan Ibnu Firnas selama itu, meski sebagian menyangka Ibnu Firnas gila dan mengkhawatirkan keselamatannya.
Saksi mata menyebutkan bahwa dia berhasil terbang, melakukan manuver, dan menempuh jarak terbang yang cukup signifikan. Namun sayang dia gagal mendarat ke tempatnya dengan mulus sehingga mengalami cedera parah di punggungnya. Ibnu Firnas meninggal 12 tahun kemudian yakni pada tahun 887.
Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”
Sebagai penghormatan pada Ibnu Firnas, sebuah lapangan terbang di Baghdad Utara dinamai Ibnu Firnas Airport. Spanyol memberi nama sebuah jembatan besar di Sevilla Abbas ibnu Firnas Bridge. Dan NASA menamai sebuah kawah di bulan dengan nama Ibnu Firnas Crater.
Namun usaha Ibnu Firnas bukanlah usaha ilmuwan muslim yang terakhir. Pada tahun 1630-1632, Hezarfen Ahmad Celebi di Turki berhasil menyeberangi selat Bosporus di Istanbul. Ahmad melompat dari menara Galata yang tingginya 55 meter dan berhasil terbang dengan pesawat layangnya sejauh kira-kira 3 kilometer serta mendarat dengan selamat.
Usaha meraih teknologi aeronautika ini sejalan dengan tantangan Allah di surat Ar-Rahman, “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”. (Qs. 55:33)
Dan surat al-Anfaal, ”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya”. (Qs. 8:60)
Teknologi penerbangan beserta seluruh turunannya seperti teknologi roket untuk membawa manusia hingga ke ruang angkasa wajib dikembangkan karena ini dapat merupakan faktor penentu dalam jihad fi sabilillah.
Dengan motivasi ideologis yang kuat, teknologi aeronautika pasti dapat dengan cepat dikuasai kembali oleh kaum muslimin. Motif ideologis harus menjadi motif utama, baru setelahnya motif ekonomis dan sains. Tanpa motif ideologis, teknologi bahkan industri pesawat terbang yang telah dimiliki dapat dengan mudah digadaikan atau dijual ke asing demi membayar Utang Luar Negeri yang tidak seberapa. Dan karena ketiadaan negara Islam yang ideologis, kini ribuan ahli-ahli aeronautika muslim terpaksa berkarier di negara-negara kafir penjajah, dan secara tak langsung ikut menciptakan mesin-mesin terbang yang membunuhi anak-anak kaum muslimin di Palestina, Iraq atau Afghanistan.