Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Islam’ Category

Empat Lebaran Haji

Tuesday, January 2nd, 2007

Dr. Fahmi Amhar
Peneliti Utama Bakosurtanal

Di Indonesia lebaran haji tahun ini semula sudah disyukuri, karena jatuh pada hari yang sama – berbeda dengan Iedul Fitri lalu.  Kini NU dan Muhammadiyah sepakat, para perukyat yang melapor ke Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama juga sepakat, sehingga Pemerintah tanpa ragu memutuskan berlebaran haji Ahad 31 Desember 2006.

Namun ternyata Saudi menetapkan hari wukuf Jum’at 29 Desember 2006.  Dulu berabad-abad, kalau hal ini terjadi tak ada yang tahu.  Juga tak ada bukti dulu datang kurir ke wilayah-wilayah yang jauh dan mengabarkan keputusan amir Makkah dan meminta agar wilayah-wilayah itu mensinkronkan hari rayanya dengan Makkah.  Namun kini, dengan telekomunikasi global, jadi ada sebagian umat Islam yang memutuskan untuk Iedul Adha sehari setelah wukuf, yakni hari Sabtu 30 Desember 2006.

Memang, penyebutan nama hari, itu tergantung dari pada posisi kita terhadap garis tanggal internasional (International Date Line, IDL) yang terbentang di Pasifik.  Dengan IDL ini, kita selalu masuk hari lebih dulu dari Makkah.  Andaikata IDL membentang melewati India, maka kita akan paling belakang memasuki hari.  Jadi kalau hari ini Jumat dan wukuf, kita karena “masih Kamis”, baru puasa Arafah “besok”.

Ada yang berargumentasi, karena bumi itu bulat, dan Indonesia jauh dari Saudi, ya masuk akal.  Maksudnya supaya yang di Indonesia nyaman Ied hari Ahad, dan yang haji juga nyaman wukuf hari Jum’at.  Tidak ada yang salah. Cuma argumentasi ini tak mempan, karena di negara yang dekat dengan Saudi, Iran dan Turki juga berhari raya Ahad.  Jadi gimana nih?

Apakah rukyat di Saudi salah?  Memang, di Saudi sempat heboh juga, namun terbatas di kalangan astronomnya.  Pasalnya, hasil hisab Ummul Qura University di Makkah juga menyimpulkan wukuf hari Sabtu.  Tetapi bukankah untuk penentuan hari ibadah ini harus pakai rukyat sebagaimana madzhab yang diyakini mayoritas ummat Islam?

Benar, namun bagaimana bila rukyat itu sendiri menyimpan musykilah.  Kita dengar di Gowa Sulsel ada jamaah yang telah sholat Ied hari Jum’at, konon karena hilal telah terrukyat pada Selasa 19 Desember.  Sedang Pakistan sholat Ied hari Senin, karena rukyat lokal di Pakistan Kamis 21 desember terhalang awan sehingga istikmal.  Tetapi jadi di dunia Islam total ada empat hari yang berbeda Iednya.

Hisab ada juga ikhtilaf, bukan di teknik hitung astronomi modernnya, namun pada masalah kriteria.  Muhammadiyah dan Persis yang sama-sama pakai hisab saja, Iedul Fitri kemarin beda, karena Muhammadiyah pakai 0 derajat, Persis 2 derajat.  Ada yang lebih ekstrem lagi: pokoknya bila ijtima’ terjadi sebelum maghrib (ijtima’ qabla ghurub) ya masuk tanggal.  Rabu 20 Desember lalu, di Saudi ijtima’ terjadi kurang sejam sebelum maghrib, dan saat matahari terbenam, bulan sudah terbenam.  Jadi tinggi bulan masih negatif.  Tetapi kalau pakai ijtima’ qabla ghurub ya Kamis sudah masuk tanggal satu.

Kalau rukyat yang jadi masalah adalah bagaimana memfilter rukyat yang salah.  Kesalahan bisa terjadi karena ilusi mata, atau karena persepsi “harus sudah terlihat”.  Orang yang berpersepsi bahwa hilal pasti terlihat bila sore itu ijtima’ terjadi sebelum maghrib akan merasa melihat hilal, walaupun yang ada sebenarnya hanya goresan awan.  Sayang tak ada bukti otentik seperti foto atau sejenisnya yang bisa diverifikasi.

Secara hukum (syar’i), selama saksi-saksi mau bersumpah, semua sah.  Bila ada yang keberatan, berlaku kaidah “Amrul Imam yarfa’ul khilaf” (keputusan pemimpin menghentikan perselisihan).  Dalam masalah haji, imamnya adalah penguasa Makkah, atau di zaman sekarang Mahkamah Agung Saudi.  Jadi walaupun salah, ya harus ikut.  Ikut secara amal, bukan secara keyakinan.  Masak mau wukuf sendirian hari Sabtu atau hari Kamis (mengikut rukyatnya orang Gowa itu).  Kalau salah, jelas jamaah haji tidak salah, yang salah dan harus mempertanggungjawabkan di akherat nanti ya yang ru’yat dan yang menetapkannya.

Namun jelas para jamaah haji ikut merasakan dampaknya.  Saya pernah tahun 1990 dulu, gara-gara Saudi mempercepat wukuf 1 hari, maka closing date di Jeddah juga sehari lebih awal.  Akibatnya saya yang mau ke sana dari Vienna, ditolak masuk pesawat oleh pramugarinya, meski waktu saya minta visa haji di kedutaan Saudi, semua baik-baik saja.  Jangan-jangan kisruhnya catering jamaah haji Indonesia tahun ini juga disebabkan itu.  Para pegawainya (yang mukimin) banyak yang ikutan berhaji, karena wukuf hari Jum’at menjadi haji akbar, konon pahalanya 70 kali haji biasa!  Meski ada iming-iming upah dua kali lipat kalau haji akbar, tetap saja pesona dapat pahala 70 kali mengalahkan segalanya..

Terus yang di sini gimana?  Yang jelas tidak salah: puasa hari Jum’atnya, menyembelih qurban hari Ahadnya.  Sholatnya?  Kalau bingung ya tak usah sholat, kan hukumnya sunat.  Memang ada fuqoha yang membolehkan sholat Ied di hari kedua, walaupun ini ikhtilaf.  Ada yang membolehkannya sepanjang motifnya karena info rukyat yang telat.  Tetapi sekarang bukan itu, melainkan karena ada dua kesimpulan itsbat.

Kalau pengurus DKM atau para khatib jelas lebih pusing.  Mau ikut yang sesuai keyakinan atau empati pada aspirasi warga?  Fiqh prioritas mau tak mau harus dipakai.  Yang terasa aneh kalau ada khatib mau khutbah dua kali …  Kalau dua-duanya dapat honor, kayaknya rakus gitu ya …

Keadaaan ini tentu akan terhenti kalau ada otoritas Islam global (khalifah) yang memutus dengan bijak dan tepat baik aspek syar’i maupun teknisnya.  Karena kini belum ada, bisa jadi tahun-tahun mendatang kebingungan kita akan terulang lagi.

Politik Teknologi & Kekayaan Intelektual

Monday, December 4th, 2006

Dr.-Ing. Fahmi Amhar, Peneliti Utama, Bakosurtanal

(Tabloid Suara Islam, minggu 1-2 Desember 2007)

 

Bagi suatu bangsa, teknologi adalah suatu agen ekonomi yang paling signifikan, di samping politik, hukum serta perubahan sosio-kultural.  Karena itu, untuk membangkitkan ekonomi, perlu kebangkitan teknologi.  Apapun ideologi yang dianut suatu bangsa, kebangkitan ekonomi tanpa teknologi sulit dibayangkan. 

Namun politik pengembangan teknologi bagi banyak negara berkembang saat ini dikeluhkan terhambat oleh rezim “hak kekayaan intelektual” (HKI).  Mereka menganggap, hak-hak itu adalah rekayasa negara-negara maju untuk membatasi akses teknologi bagi negara berkembang.  Karena itu ada “perlawanan” pada sebagian mereka dengan membiarkan pembajakan karya berhak-cipta, misalnya buku atau software.  Di sisi lain, negara-negara maju mengklaim, maraknya pelanggaran HKI itu justru akan mematikan potensi teknologi suatu bangsa. 

Karena itu perlu ditelusuri lebih dalam, bagaimana sesungguhnya rezim HKI ini dalam teori dan realita.

 

Teori

HKI adalah pengakuan hukum oleh negara yang memberikan pencipta atau penemu hak mengatur secara eksklusif penggunaan gagasan yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu sebagai kompensasi dari pengumumannya kepada publik (publikasi).  Istilah ‘kekayaan intelektual’ bermakna bahwa hasil pikiran dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik fisik lainnya.

Hak eksklusif ini secara umum ada dua kategori: pertama: hak eksklusif memperbanyak ciptaan untuk tujuan komersial, tanpa melarang orang lain mengekspresikan ide yang sama dalam bentuk yang berbeda; kedua: hak melarang orang lain mengerjakan sesuatu yang telah didaftarkan, meski mereka belum pernah mendengar atau melihat apa yang diklaim sebagai kekayaan intelektual itu.

Dalam realita, pemilik paten suatu obat misalnya, dapat menghalangi orang lain membuat atau menjual obat itu tanpa seizinnya, namun di sisi lain, sang pemilik itu juga tidak bisa melakukannya sendiri tanpa lisensi khusus dari otoritas pengatur.

Hal ini karena hukum yang mengatur HKI biasanya bersifat teritorial; sehingga dapat berbeda-beda di tiap negara.  Di Indonesia UU HKI mencakup Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri, yang terdiri atas Paten, Merek, Desain Industri, Desain Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman

Hak cipta (copyright) ada pada karya kreatif atau seni (buku, film, musik, lukisan, foto dan software) dan pemegangnya diberi hak eksklusif untuk jangka waktu tertentu mengontrol reproduksi (mengcopy) atau adaptasinya (penerjemahan, pengangkatan buku menjadi film, dsb). 

Paten diberikan untuk penemuan baru yang berguna bagi industri.  Pemiliknya diberi hak eksklusif untuk mengkomersilkan penemuannya untuk 20 tahun sejak tanggal pendaftarannya.

Desain industri memproteksi suatu bentuk alat atau desain (misal spareparts, mebel atau motif tekstil) dari penjiplakan.  Hal sejenis ada pada desain sirkuit terpadu yang dipakai memproduksi chip elektronik.

Varietas tanaman memproteksi dalam jangka waktu tertentu suatu jenis tanaman unggul yang telah didapatkan dari riset yang lama dan mahal.

Merek dagang adalah tanda unik yang diberikan untuk membedakan suatu barang atau jasa dari produsen atau pedagang lainnya.

Rahasia dagang (terkadang disebut pula “confidential information”) adalah suatu rahasia bisnis yang tidak dipublikasikan, namun diketahui orang-orang tertentu di perusahaan itu, dan membocorkannya adalah melanggar hukum, sekalipun orang-orang yang mengetahui itu sudah tidak bekerja di sana.  Rezim HKI memberi kesempatan untuk mencatatkan pada negara apa yang termasuk rahasia dagang itu.

Perlindungan hak cipta biasanya diberikan selama 70 tahun, paten 20 tahun, desain industri, sirkuit terpadu atau varietas tanaman bervariasi – umumnya juga maksimum 20 tahun, sedang merek dagang dan rahasia dagang tidak terbatas.

Dengan mempublikasikan karya-karya intelektual ini – meski dengan membatasi pemanfaatannya – diharapkan para peneliti di seluruh dunia dapat meningkatkan kreatifitasnya, sehingga terus menghasilkan karya-karya baru.  Database paten yang memang terbuka (semacam www.uspto.gov) adalah sumber informasi teknologi terlengkap yang ada di dunia.  Di sana tersedia lebih dari 6 juta deskripsi rinci teknologi – bahkan sebagian besar belum pernah masuk ke pasar, mungkin karena tidak menemukan investornya.

 

Kritik & Kontroversi

Kontroversi terjadi ketika undang-undang HKI mendorong untuk membuat inovasi agar diketahui umum, namun pada saat yang sama memberi pencipta atau penemu hak eksklusif pemanfaatan karya mereka itu untuk jangka waktu tertentu.

Para ekonom kapitalis biasanya meyakinkan bahwa pasar bebas tanpa hak eksklusif akan membawa produksi intelektual yang lebih rendah.  Hal ini karena para pencipta atau penemu itu umumnya bukan pemilik modal besar.  Tanpa perlindungan hukum yang memadai, mereka akan khawatir bila karya ciptaan atau penemuan mereka justru dikomersilkan oleh perusahaan besar, dan perusahaan itulah yang untung besar sedang para pencipta dan penemu hanya mendapat hasil yang pas-pasan.  Dengan menaikkan balasan bagi para penulis, penemu dan penghasil karya intelektual, melalui royalti yang dijamin rezim HKI, maka efisiensi diharapkan akan naik. 

Namun di sisi lain, membatasi penggunaan bebas dari ide dan informasi akan juga menimbulkan biaya, ketika penggunaan teknik terbaik untuk suatu tugas tertentu jadi terhalang.

Masalah ini mencuat karena memang tidak mudah menilai baik biaya menghasilkan maupun manfaat yang didapat dari karya intelektual.  Semua hitung-hitungan selalu didasarkan pada banyak asumsi – yang mungkin benar di lingkungan mikro, namun sulit digeneralisasi secara makro.

Memang ada karya intelektual yang dihasilkan dalam riset yang mahal dan lama (riset obat, bibit unggul atau mesin hemat energi).  Namun ada pula yang ide itu muncul begitu saja, atau didasarkan temuah ilmiah lain yang tidak dilindungi rezim HKI atau telah ditemukan sebelum rezim HKI ada.  Sebagaimana diketahui, penemuan fisika, kimia atau matematika yang tidak secara langsung dapat dimanfaatkan oleh industri, tidak dilindungi HKI, dan hanya konsumsi akademis saja.  Fakta juga, nilai ekonomis karya intelektual sering tidak tergantung biaya pembuatannya.  Penciptaan lagu atau software, terkadang hanya berbiaya kecil, namun memberi penghasilan sangat tinggi.  Margin profitnya jauh lebih tinggi dari margin pada industri manufaktur barang-barang fisik pada umumnya.

Karena itu, bagaimana nilai investasi yang harus dishare oleh pengguna atau investor dalam bentuk royalty itu harus ditentukan?  Di sisi lain investor juga ingin nilai yang diinvestasikan itu kembali.  Dalam lingkup kecil, investor dapat menghitung penghematan yang dia dapatkan dengan karya intelektual itu.  Namun dalam skala besar, hal itu sulit, karena benefit suatu perusahaan juga terkait iklan, persaingan usaha, perkembangan teknologi (yang dapat membuat daluarsa penemuan teknologi sebelumnya) dan kondisi makro ekonomi lainnya.  Bahkan sekedar dalam akuntansi saja, pembukuan asset dari karya intelektual itu tidak mudah.

Di beberapa jenis produk memang ada hubungan antara peningkatan jumlah penemuan dengan introduksi rezim HKI.  Namun pendapat ini digugat orang dengan alasan bahwa wajar bila makin hari makin banyak penemuan teknologi, karena memang elemen yang dapat dikombinasikan semakin banyak.

Yang jelas, di bawah rezim HKI, publik dicegah dari mengambil manfaat dari penggunaan informasi yang dipublikasikan tanpa khawatir melanggar syarat-syarat pemegang HKI.  Biaya yang ditanggung publik juga sulit dikuantifikasi.  Sebaliknya, biaya yang “ditanggung pemegang HKI” sering dipublikasikan.  Bussiness Software Alliance (BSA) yang gencar menyisir pembajakan software mengklaim bahwa di seluruh dunia pembajakan software telah merugikan para penciptanya senilai 29 Milyar Dollar.  Namun tidak pernah dihitung kerugian pengguna akibat software yang dibeli legal namun tidak optimal.

Di dunia, hanya Amerika Serikat dan Inggris yang secara terus menerus menerima laba netto dari HKI dan juga pendukung utama sistem HKI.  Ini yang dicoba diubah oleh negara-negara seperti China, India dan negara berkembang.  Namun “aksi perlawanan” bukan hanya tindakan di negara-negara berkembang.  Banyak kalangan dari negara maju sendiri yang akhirnya melihat ketimpangan rezim HKI, dan lalu berinisiatif membuat jalur alternatif. 

Orang seperti Wilhelm Conrad Roentgen, penemu sinar tembus dari Jerman, menolak usulan agar mempatenkan penemuannya, karena dia ingin mesin itu menjadi wakaf bagi kemanusiaan.

Dalam bidang software, muncul Open Source Society dan Free Software Foundation.  Software bebas copy seperti Linux dengan segala aplikasinya sudah mengkhawatirkan Microsoft, sampai Microsoft di Rusia, Cina, India dan Thailand menawarkan harga khusus super murah kepada instansi pemerintah.

Bahkan World Intelectual Property Organizaiton (WIPO) sendiri telah mengkritik dirinya. Pada 2004 dalam deklarasi Geneva WIPO dianjurkan untuk fokus lebih banyak pada kebutuhan negara bekembang dan untuk melihat HKI sebagai salah satu dari banyak alat untuk pembangunan, dan bukan berhenti pada dirinya sendiri.

Masalahnya, bagi negeri-negeri muslim, lepas dari soal pro atau kontra rezim HKI, sudahkah politik teknologi mereka efektif?  Sudahkan ilmuwan mereka dihargai lebih dari artis, olahragawan atau politisi?  Sudahkah teknolog mereka berkarya untuk memiliki kemerdekaan teknologi, dan bukan sekedar corong produk ber-HKI dari negara-negara maju? 

Sebuah Puisi tentang Kekerasan

Monday, December 4th, 2006

oleh Fahmi Amhar

Kalian bertanya tentang apa itu kekerasan?
Tanyakan pada televisi yang tayangan smackdownnya berhasil menyedot iklan
Tanyakan pada petugas tramtib yang sehari-hari dengan PKL berkejar-kejaran
Tanyakan pada satpol pamong praja yang harus menggusur kolong jalan tol atau jembatan
Tanyakan pada senior STPDN tentang yuniornya yang perlu tambahan pelajaran
Tanyakan juga pada Mr. Bush tentang pemerintah negara yang tidak menganggapnya majikan: “either you are with us, or you are with terrorist !!!!”

Kalian bertanya tentang seperti apa rasanya kekerasan?
Tanyakan pada anak sekolah, yang gurunya stress karena gaji kecil tapi bejibun kewajiban
Tanyakan pada orang udik yang datang-datang ke Jakarta sudah ditodong atau kecopetan
Tanyakan pada para perempuan, yang suaminya selingkuh, pulang mabuk dan ringan tangan
Tanyakan pada para wartawan, ketika narasumbernya tak rela kasusnya diungkapkan
Tanyakan pada para korban, di Palestina, di Irak atau di Afghanistan: “bagaimana rasanya anakmu hilang, ayahmu dibunuh atau istrimu diperkosa … ”

Kini kalian bertanya tentang hakekat kekerasan?
Kalian tak rela ajaran agama apapun dipersangkutpautkan
Kalian ingin, Islam lebih-lebih, tidak mentolerir apalagi mengajarkan kekerasan
Kalian lebih suka, bila pipi kiri ditampar, berikan pipa kanan tanpa sungkan-sungkan
Kalian setuju, biarlah para pemeluk agama yang taat itu cinta damai dan anti kekerasan
Tapi apakah lantas sepak terjak kapitalis penjajah itu seterusnya kita biarkan?

Ya Allah
Aku menyembahmu tanpa paksaan
Aku belajar menghadapmu lima waktu, tanpa orang tuaku mengancam dengan pukulan
Aku tidak berzina atau mencuri, bukan karena aku takut hukum rajam atau potong tangan
Aku bisa mengendalikan diriku sendiri ya Allah, karena Engkau sinari hatiku dengan iman
Namun Engkau Maha Tahu ya Allah, di luar sana ada orang-orang yang memuja setan
Hawa nafsu syahwat politik atau ekonomi atau budaya mereka tak tertahankan
Mereka injak-injak syari’atmu, meski syari’at itu Kau buat demi rahmat seluruh insan
Untuk itulah aku kira, Engkau turunkan beberapa syariat berbau kekerasan
Tetapi tidak untuk digunakan sembrono, serampangan dan asal-asalan
Melainkan semata-mata untuk menjaga tegaknya mizan keadilan.

Aku percaya keadilanmu ya Allah
Ampunilah dosa-dosaku.