Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Islam’ Category

Menjadi Cerdas dengan Kertas

Friday, March 5th, 2010

Dr. Fahmi Amhar

Pameran buku (Book Fair) adalah ajang yang ditunggu-tunggu baik oleh para penerbit, distributor maupun penggemar buku.  Meski demikian konsumsi buku per orang di Indonesia masih tergolong sangat rendah.  Bagi sebagian besar masyarakat kita, harga buku masih tergolong tinggi dibanding tingkat penghasilan.  Jadilah masyarakat kita bukan masyarakat pembaca.  Minat baca mereka rendah dibanding menonton televisi.  Sebenarnya tidak jadi soal bila siaran televisinya bermutu.  Namun semua orang tahu bahwa siaran televisi kita belum cukup edukatif, apalagi inspiratif.  Televisi kita sarat dengan tayangan gossip, pornografi, kekerasan ataupun mistik.  Bisa dinikmati bebas tanpa membayar.  Yang jelas hasilnya tidak membuat penonton bertambah cerdas.

Lain dengan buku.  Mahalnya buku antara lain disebabkan oleh tingginya harga kertas.  Kebutuhan kertas kita masih harus dipenuhi dengan kertas impor.  Meski kita memiliki sumber daya alam yang cukup untuk menghasilkan kertas, namun realitanya kita lebih suka mengekspor bahan mentah seperti kayu dan membeli hasil olahannya berupa kertas, dengan harga berlipat-lipat.  Padahal generasi awal kaum muslim telah bersusah payah pergi ke Cina untuk dapat merebut teknologi pembuatan kertas.

Tidak ada yang menyangkal bahwa kertas ditemukan dan lalu diproduksi massal pertama kali di Cina pada tahun 105 M, ketika kertas dibuat dari semak murbei.  Juga diriwayatkan bahwa tentara Cina sering menghancurkan pusat-pusat pembuatan kertas non Cina untuk tetap memegang monopoli pabrikasi kertas di dunia.  Namun akhirnya pabrik kertas muncul di dunia Islam yakni di kota Samarkand pada abad ke-2 H (ke 8 M).  Meski rahasia pembuatan kertas secara manual telah diketahui di era sahabat sejak sejumlah orang nekad mencarinya ke Cina, namun dalam skala industri, pabrik kertas itu baru dimulai setelah ada sejumlah orang Cina yang menjadi tawanan perang di Sungai Talas tahun 750 M.  Al-Qazwini mengabarkan bahwa sejak itu terjadilah revolusi pengetahuan di dunia Islam.  Bahan-bahan tulis-menulis bebas dari monopoli dan kertas menjadi barang yang sangat murah.

Di Baghdad saja di akhir abad-3 H (abad-9 M) terdapat lebih dari seratus kompleks tempat pembuatan buku.  Perpustakaan pribadi berlimpah, sementara perpustakaan umum tersedia di mana-mana.  Baghdad memiliki tak kurang dari tigapuluh enam perpustakaan umum pada waktu penghancuran oleh Tartar Mongol tahun 1258.

Sejarahwan George Sarton mengutarakan bahwa asal kata paper  kemungkinan besar dari bahasa Arab.  Dalam bahasa Arab tidak ada kata tunggal untuk kertas, termasuk antara lain ‘papyrus’.  Jejak lain bahasa Arab dalam industri kertas adalah kata ream  (dalam bahasa Inggris) atau risma  (dalam bahasa Italia) yang dipastikan berasal dari bahasa Arab rismah, yang artinya setumpuk atau sebundel kertas, biasanya terdiri dari 500 lembar.

Ibnu Badis di Kitab ‘Umdat al-Kuttab (Buku Penunjang untuk para Penulis) menjelaskan metode pembuatan kertas dari rami dengan proses perendaman di air kapur selama beberapa hari, diselang dengan peremasan dan penjemuran.  Rami yang telah memutih lalu dipotong-potong, direndam di air tawar lalu digerus dengan mortar.  Hasilnya llau dicetak, diratakan, lalu dibiarkan kering. Kertas yang telah setengah jadi dilewatkan dalam larutan tepung kemudian digosok dengan bambu.

Tentu saja proses ini bukan satu-satunya cara, namun Ibnu Badis sepertinya ingin mengajarkan teknik membuat kertas yang bisa dikerjakan sendiri di rumah.  Bukunya juga memuat cara membuat tinta sampai cara menjilid buku.  Untuk skala industri tentu saja dibutuhkan perlengkapan yang lebih besar dan mekanik.

Sejarahwan Dard Hunter mengatakan bahwa inovasi utama orang Islam dalam teknologi kertas dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Penemukan cetakan bambu di mana lembaran kertas basah ditempatkan untuk dikeringkan.  Metode ini masih digunakan hingga sekarang, tentu saja tidak lagi dengan bambu namun dengan silinder logam atau karet yang sangat besar.
  2. Penggunaan bahan rami, katun serta perca linen dalam pembuatan kertas.  Ini adalah penemuan yang amat penting, karena orang Cina membuat kerrtas dari kulit batang pohon murbei yang tidak terdapat di daerah muslim.
  3. Untuk pembuatan beberapa jenis kertas, orang-orang Islam mengurai perca linen dengan menempatkannya dalam tumpukan, menjenuhkannya dengan air lalu membiarkan fermentasi terjadi.  Ini alternatif dari proses air kapur yang dijelaskan Ibnu Badis.
  4. Orang-orang Islam mencoba meniru kertas perkamen yang kuat (namun mahal) dengan menajin (mengkanji) kertas menggunakan tepung terigu, suatu inovasi yang menyebabkan permukaan kertas lebih menyenangkan untuk ditulis dengan tinta.
  5. Penggunaan roda martil untuk menghancurkan kertas sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih sedikit daripada proses yang dipakai di Cina.
  6. Pemakaian kincir air untuk menjalankan roda pabrik kertas.  Sejarahwan Robert Forbes menyebutkan bahwa pada abad-10 M pabrik kertas terapung banyak dijumpai di Sungai Tigris di Baghdad.  Kincir memang telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi hanya digunakan menggiling makanan.  Orang Islamlah yang pertama kali memakai kincir untuk membuat kertas.

Berbagai jenis kertas dibuat.  Ada yang untuk dokumen dan surat-surat resmi, untuk buku, bahkan untuk bungkus.  Al-Qalqasyandi mengatakan bahwa kerrtas Baghdad (al-Baghdadi) merupakan yang terbaik mutunya dan digunakan untuk menulis risalah kekhalifahan.  Syami (kertas Syria) juga tersedia dalam berbagai tingkatan mutu, salah satanya Hamwi dari kata Hama (kota di Syria) yang lazim digunakan di lembaga pemerintahan.  Ada juga kerta yang amat ringan, dipakai untuk mengirim surat yang diantar burung merpati pos, sehingga disebut ‘Kertas Burung’.

Kertas dibuat dalam berbagai warna.  Pada suatu manuskrip dapat dibaca berbagai ramuan tentang cara membuat warna seperti merah, hijau, tosca, dan bahkan petunjuk bagaimana membuat kertas terlihat usang.

Adalah hal yang ironis bahwa saat ini kaum muslim tak lagi berada di jajaran terdepan dalam teknologi kertas.  Kertas untuk mencetak kitab suci al-Qur’an dan kertas untuk mencetak uang negara-negara muslim pun banyak diimpor dari negara kafir, lengkap dengan mesin cetak dan tintanya.  Tanpa kertas, bagaimana mau cerdas?

 

 

Relik mesin pabrik kertas zaman dulu

 

 

Mesin-mesin di pabrik kertas modern

Teknologi untuk Menutup Aurat

Friday, March 5th, 2010

Dr. Fahmi Amhar

 

Pernahkah anda mendengar istilah “industri kreatif”?  Di era perdagangan bebas sekarang ini, konon industri yang akan bertahan terhadap “serangan” produk massal dari Cina adalah “industri yang tidak massal”, karena dibuat dengan melibatkan intelektualitas SDM yang dimiliki.  Di Departemen Perdagangan RI, yang dicatat sebagai industri kreatif ada 15, yakni (1) jasa periklanan; (2) arsitektur; (3) seni rupa; (4) kerajinan; (5) desain; (6) mode (feisyen); (7) film; (8) musik; (9) seni pertunjukan; (10) penerbitan; (11) riset dan pengembangan; (12) piranti lunak; (13) televisi dan radio; (14) mainan; dan (15) video game.  Dari 15 macam ini yang kontribusinya pada PDB paling besar adalah fesyen (43,71 %), diikuti oleh kerajinan (25,51%), dan sisanya masing-masing lebih kecil dari 10%, bahkan untuk riset dan pengembangan kurang dari 1%,

Kalau kita bicara feisyen maka kita bicara tentang dua hal: pertama tentang bahan baku feisyen, yaitu tekstil; dan kedua tentang tujuan feisyen yaitu berpakaian, yang menurut pandangan Islam adalah menutup aurat.  Karena itu teknologi feisyen yang islami adalah teknologi untuk menutup aurat.

Industri tekstil termasuk industri pelopor pada masa Islam.  Ini wajar karena menutup aurat adalah kewajiban sekaligus kebutuhan dasar masyarakat.  Pengaruh industri tekstil di masa Islam tampak dari kata-kata Arab untuk tekstil yang ada pada bahasa-bahasa Eropa, misalnya kata damask, muslin dan mohair  dalam bahasa Inggris.

Serat tertua yang digunakan dalam tekstil Muslim adalah wol.  Lapisan bulu bagian dalam domba Angora yang disebut mohair (dari bahasa Arab mukhayyar) digunakan untuk syal yang halus dan bagian yang lembut pada jas, sedang bulu onta digunakan untuk bahan-bahan lain.

Domba dicukur dengan sebuah gunting besar dan sebelum dipintal, wol mentah ini terlebih dulu disortir berdasarkan kualitas, kemudian dibersihkan, dihilangkan lemaknya dan disisir.

Dari zaman Fir’aun, Mesir terkenal dengan linennya, tetapi di zaman Islam pembuatan linen menyebar ke Iran dan negeri Islam lain.  Rami dari Mesir diekspor ke berbagai negara, termasuk Eropa, mendominasi pasar sampai tahun 1300 M.  Rami diproses untuk diambil seratnya.

Kapas dikenal di India dan Mesir kuno, tetapi baru setelah kedatangan Islam kapas menjadi bahan baku tekstil yang penting.  Salah satu hasil revolusi pertanian Muslim adalah penyebaran tanaman kapas ke seluruh wilayah Islam, ke Timur maupun Barat.  Umat Islam jugalah yang memperkenalkan industri tekstil kapas ke Spanyol di abad-2 M (abad-8 H).  Di sini tanaman kapas tumbuh subur sebelum menyebar ke Perancis abad-12 M, ke Belgia abad-13 M, ke Jerman abad-14 M dan ke Inggris seabad kemudian.  Dia juga menjadi faktor utama revolusi industri tiga abad belakangan.

Di pabrik, buah kapas diproses sebelum dipintal.  Serat dipisahkan dari bijinya, kemudian dibersihkan dari pengotor.  Petunjuk untuk memperkirakan kualitas kapas yang telah dipisahkan dan bebas dari biji serta kulit diberikan dalam sebuah manual (alhisba) yang disiapkan sebagai panduan bagi para muhtasib.

Selain wol, serat rami dan kapas, sutera juga menjadi bahan baku tekstil.  Bahan baku sutera diperoleh dari kokon ulat sutera yang dijemur di terik matahari atau direndam air mendidih hingga larva di dalamnya mati.  Kemudian filamen dari kokon itu digulung atau dipintal seperti wol atau kapas.

Industri sutera dibawa dari Cina sebelum zaman Islam.  Namun di masa Islamlah pabrikasi sutera menjadi hal penting sehingga akhirnya “sutera Islam” menggantikan sutera Byzantium di pasaran Eropa dan mendominasi hingga abad-13 M.  Sutera tetap menjadi komoditas ekspor terpenting masyarakat Islam ke Barat hingga abad-19 M.  Sutera-sutera ini bertuliskan Arab setidaknya untuk menunjukkan tempat dan tahun pembuatan.  Tak heran, hingga kini, masih ada kain penutup dari sutera di berbagai gereja di Barat yang bertemakan penggalan kalimat syahadat Islam.

Mesin pintal untuk membuat benang dari berbagai bahan tadi mengalami evolusi sejak zaman Cina kuno hingga bentuknya yang sempurna di zaman Revolusi Industri.  Ibnu Miskawayh (wafat 1030 M) dalam Kitab Tajari al-Umam (Pengalaman Bangsa-bangsa) memberikan deskripsi tentang mesin pemintal sutera di masanya yang sudah terdiri dari banyak gelondong.  Dalam kitab Maqamat  karya al-Hariri (1237 M) terdapat ilustrasi tentang seorang gadis yang bekerja pada roda pemintal.

Setelah pemintalan dilakukan serangkauan persiapan sebelum penenunan (untuk membuat kain dari benang).  Prinsip dasarnya adalah menganyam seberkas benang.  Meski perkakas tenun sudah ada sejak zaman pra Islam, para insinyur muslim menambahkan beberapa komponen yang signifikan, misal pedal untuk menaik-turunkan benang.  Jika salah satu pedal ditekan, kumparan dilontarkan dari satu tangan ke tangan lain melalui sela di antara benang-benang, lalu ditimpa dengan sisir benang, kemudian pedal yang lain ditekan untuk membuka bukaan yang berlawanan, kumparan kembali melintas dan benang kembali ke tempat semula.  Demikianlah seterusnya, dan semua ini terjadi dengan sangat cepat.

Proses tenun ini bahkan bisa didesain dengan berbagai jenis dan warna benang sehingga membentuk pola atau motif tertentu.  Deskripsi menarik tentang perkakas tenun gambar ini dilaporkan oleh al-Nuwairi (wafat 1376 M).

Ibn al-Mubarrid (abad-16 M) menulis dalam Kitab al-Hisba tentang 100 tipe penenun!  Dia memberikan daftar tentang sepuluh jenis penenun katun, lebih dari dua puluh penenun linen, lebih dari empat puluh untuk sutera, lebih dari sepuluh untuk permadani dan karpet, dan lebih dari lima untuk kanvas dan karung goni.

Banyak profesi terkait dengan industri tekstil.  Mulai dari saudagar penjual pakaian baru, pedagang pakaian bekas dan kain lap, pedagang sutera dan benang, pengelantang, pengempa, pencelup, pemintal dan berbagai pengrajin lain.  Seorang muhtasib bertugas mengawasi mutu dan pelaksanaan peraturan-peraturan pemerintah, sehingga seluruh profesi ini berhasil menyediakan penutup aurat yang bermutu tinggi dan sesuai selera konsumen.

Pada zaman sekarang, ketika tekstil yang tahan lama telah dapat diproduksi dengan murah, dunia feisyen lalu didorong agar produk industri tekstil tetap dapat diserap pasar.  Feisyen menjadi industri kreatif nomor satu.  Pertanyaannya, apakah tujuan semula untuk menutup aurat telah tercapai?  Mungkin diperlukan kembali institusi hisbah untuk mengawasinya.

 

 

Alat Tenun Bukan Mesin

 

 

Mesin Pintal Modern

Kota Terrencana Kota Islami

Wednesday, January 20th, 2010

Dr. Fahmi Amhar

Apa yang terpikir oleh orang akan kota Jakarta?  Survei membuktikan bahwa jawaban terbanyak adalah: macet!

Macet adalah dampak dari sebuah kota yang kurang terrencana.  Setiap hari, tiga juta orang harus bergerak dari luar Jakarta untuk bekerja di Jakarta.  Mereka harus tinggal di luar Jakarta, karena di Jakarta tidak lagi tersedia permukiman yang layak dan terjangkau oleh mereka.  Sementara itu, penciptaan lapangan kerja masih tetap berpusat di Jakarta.  Akibatnya timbul pergerakan massal.  Celakanya, untuk pergerakan massal ini tidak tersedia sarana transportasi massal yang memadai.  Jalur kereta api kita sangat terbatas, kumuh dan tidak aman.  Konsentrasi penduduk yang sangat tinggi ini juga kurang ditopang dengan sarana dan prasarana yang memadai, seperti air bersih, pengolahan sampah, taman bermain apalagi fasilitas penanggulangan bencana.  Kata Gubernur DKI Fauzi Bowo, Ruang Terbuka Hijau di DKI tinggal 9,1 persen, padahal menurut Undang-Undang no 26/2007 tentang Penataan Ruang mestinya 30 persen.  Makanya setelah macet, Jakarta juga langganan banjir.  Kalau dikatakan itu karena letak geografisnya yang lebih rendah dari muka air laut pasang, maka Amsterdam di Belanda sebenarnya lebih rendah lagi, yakni rata-rata tujuh meter di bawah muka laut), tetapi kota itu sudah sekian puluh tahun tidak pernah kebanjiran.   Sedang kalau dikatakan bahwa Jakarta seperti itu karena populasi yang sangat tinggi, maka sebenarnya populasi Jakarta dan sekitarnya belum ada setengahnya Tokyo Jepang yang saat ini berpenduduk 39 juta jiwa.  Saat ini Tokyo adalah kota terbesar dan terpadat di dunia, yang juga menghadapi ancaman bencana seperti gempa dan taifun.  Namun siapapun yang pernah ke Tokyo tidak mendapati masalah seperti yang dihadapi Jakarta kecuali masalah itu teratasi.

Kuncinya adalah usaha tak pernah henti untuk merencanakan kota dengan baik, melaksanakan rencana dan mengawasinya supaya tidak ada pelanggaran.  Ada banyak teknologi yang dapat dilibatkan agar penataan kota itu berjalan optimal.  Dan ini pernah dilakukan di kota-kota besar Khilafah Islam seribu tahun yang lalu!

Seribu tahun yang lalu, tidak banyak kota besar di dunia dengan penduduk di atas 100.000 jiwa.  Menurut para sejarahwan perkotaan Modelski maupun Chandler, Baghdad di Iraq memegang rekor kota terbesar di dunia dari abad-8 M sampai abad-13 M.  Penduduk Baghdad pada tahun 1000 M ditaksir sudah 1.500.000 jiwa.  Peringkat kedua diduduki oleh Cordoba di Spanyol yang saat itu juga wilayah Islam dengan 500.000 jiwa dan baru Konstantinopel yang saat itu masih ibu kota Romawi-Byzantium dengan 300.000 jiwa.

Namun sebagaimana laporan para pengelana Barat, baik Baghdad maupun Cordoba adalah kota-kota yang tertata rapi, dengan saluran sanitasi pembuang najis di bawah tanah serta jalan-jalan luas yang bersih dan diberi penerangan pada malam hari.  Ini kontras dengan kota-kota di Eropa pada masa itu, yang kumuh, kotor dan di malam hari gelap gulita, sehingga rawan kejahatan.

Pada 30 Juli 762 M Khalifah al-Mansur mendirikan kota Baghdad.  Al-Mansur percaya bahwa Baghdad adalah kota yang akan sempurna untuk menjadi ibu kota Khilafah.  Al-Mansur sangat mencintai lokasi itu sehingga konon dia berucap, “Kota yang akan kudirikan ini adalah tempat aku tinggal dan para penerusku akan memerintah”.

Modal dasar kota ini adalah lokasinya yang strategis dan memberikan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia.  Tersedianya air sepanjang tahun dan iklimnya yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibu kota khilafah sebelumnya yakni Madinah atau Damaskus.

Namun modal dasar tadi tentu tak akan efektif tanpa perencanaan yang luar biasa.  Empat tahun sebelum dibangun, tahun 758 M al-Mansur mengumpulkan para surveyor, insinyur dan arsitek dari seluruh dunia untuk datang dan membuat perencanaan kota.  Lebih dari 100.000 pekerja konstruksi datang untuk mensurvei rencana-rencana, banyak dari mereka disebar dan diberi gaji untuk langsung memulai pembangunan kota.  Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 Kilometer.  Bulan Juli dipilih sebagai waktu mulai karena dua astronom, Naubakht Ahvaz dan Masyallah percaya bahwa itu saat yang tepat, karena air Tigris sedang tinggi, sehingga kota dijamin aman dari banjir.  Memang ada sedikit astrologi di situ, tetapi itu bukan pertimbangan utama.  Batu bata yang dipakai untuk membangun berukuran sekitar 45 centimeter pada seluruh seginya.  Abu Hanifah adalah penghitung batu bata dan dia mengembangkan sistem kanalisasi untuk membawa air baik untuk pembuatan batu bata maupun untuk kebutuhan manusia.

Setiap bagian kota yang direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.  Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan.  Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.  Negara dengan tegas mengatur kepemilikan tanah berdasarkan syariat Islam. Tanah pribadi yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun akan ditarik kembali oleh negara, sehingga selalu tersedia dengan cukup tanah-tanah yang dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum.

Namun perencanaan kota juga memperhatikan aspek pertahanan terhadap ancaman serangan.  Ada empat benteng yang mengelilingi Baghad, masing-masing diberi nama Kufah, Basrah, Khurasan dan Damaskus, sesuai dengan arah gerbang untuk perjalanan menuju kota-kota tersebut.  Setiap gerbang memiliki pintu rangkap yang terbuat dari besi tebal, yang memerlukan beberapa lelaki dewasa untuk membukanya.

Tak heran bahwa kemudian Baghdad dengan cepat menutupi kemegahan Ctesiphon, ibu kota Kekaisaran Persia yang terletak 30 Kilometer di tenggara Baghdad, yang telah dikalahkan pada perang al-Qadisiyah pada tahun 637.  Baghdad meraih zaman keemasannya saat era Harun al Rasyid pada awal abad 9 M.

Kejayaan Baghdad baru surut pasca serangan tentara Tartar pada tahun 1258 M, yang terjadi setelah ada pengkhianatan di antara pejabat Khilafah.  Serangan ini berakibat terbantainya sekitar 1,6 juta penduduk Baghdad dan musnahnya khazanah ilmu yang luar biasa setelah buku-buku di perpustakaan Baghdad dibuang ke sungai Tigris, sampai airnya menghitam.