Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Analisis’ Category

Musik yang tidak melalaikan

Sunday, November 7th, 2010

Dr. Fahmi Amhar

Dewasa ini nyaris tidak ada orang yang tidak mengenal musik dalam berbagai bentuknya.  Musik hadir tidak cuma di acara seni, budaya atau pesta, namun juga di upacara kenegaraan, olahraga, berita televisi, hingga acara-acara keagamaan.  Kalau di agama Nasrani atau Hindu, musik memang dari dulu bagian integral dari ritual.  Namun meski tidak menjadi rukun ibadah, makin banyak acara keislaman yang diiringi dengan musik.  Alhamdulillah, belum perlu ada sholat atau khutbah yang diiringi musik.  Kalau seperti itu jelas bid’ah.  Namun cobalah tengok berbagai majelis dzikir, tabligh akbar atau istighotsah.  Makin banyak suara musik yang menjadi latar agar persiapan lebih syahdu, agar pergantian acara lebih segar, atau agar suasana do’a lebih berkesan.

Sebagian orang menyangka bahwa musik memang terkait hadharah, dan orang Islam tidak pantas ikut-ikutan.  Sebagian ulama bahkan dengan tegas mengharamkan musik.  Namun kalau kita merujuk kepada nash, akan ditemukan sejumlah dalil di mana Rasul membolehkan bahkan menganjurkan memainkan musik, seperti saat hari raya, atau saat ada pesta pernikahan.  Tentu saja, kehalalan ini bersyarat, yakni tidak ada isi lagu atau syair yang bertentangan dengan Islam, tidak ada aurat yang dipamerkan, tidak ada ikhtilat (campur aduk antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram) dan tidak menghabiskan waktu dengan musik sampai melalaikan berbagai kewajiban syar’i.  Kalau syarat ini tidak dipenuhi, niscaya musik itu akan melalaikan manusia dari cahaya iman, dari dakwah, dari jihad, bahkan dari memenuhi kewajiban fardhiyahnya.  Musik jadi isi hidupnya.  Musik bermetamorfosis menjadi agamanya.  Dan para musisi menjadi para Nabi atau bahkan Tuhan yang disembahnya.  Inilah yang terjadi di dunia Barat sekarang ini.

Ketika Khilafah Islam jaya, musik tidak pernah menjadi sesuatu yang melalaikan.  Bahkan kaum muslimin pernah ikut berkontribusi dalam teknologi musik.

Sejumlah besar alat musik yang dipakai di musik klasik Barat dipercaya berasal dari alat musik Arab.  Lute  berasal dari “al-‘ud”, rebec (pendahulu dari violin) dari “rabab”, guitar  dari “qitara”, naker  dari “naqareh”, adufe  dari “al-duff”, alboka  dari “al-buq”, anafil  dari “al-nafir”, exabeba (flute)  dari “al-syabbaba”, atabal (bass drum)  dari “al-tabl”, atambal  dari “al-tinbal”, sonajas de azofar  dari “sunuj al-sufr”, dan masih puluhan alat musik lainnya yang ternyata berakar dari alat musik Arab.

Mengapa bisa demikian?  Apakah karena memang orang Arab dulu senang dengan musik?  Ternyata kalau cuma itu halnya, pastilah musik mereka tidak akan mendunia.

Penyebabnya ada dua: Pertama, adalah kenyataan bahwa musik Arab itu dimainkan oleh masyarakat dari negeri yang luar biasa.  Negeri Daulah Khilafah saat itu kenyataannya adalah negara paling kuat, paling adil, dan paling makmur di muka bumi.  Maka orang-orang asing, termasuk orang-orang Barat sangat ingin meniru apa saja yang mereka lihat di negeri itu.  Karena aqidah tidak kasat mata, yang kasat mata antara lain adalah alat musik, maka mereka meniru musik ini.  Fenomena ini mirip saat ini banyak orang-orang dari negeri muslim yang ingin meniru musik apa saja dari Amerika, yang diyakininya masih sebagai negara paling kuat, paling demokratis dan paling makmur di muka bumi.

Kedua, adalah kenyataan bahwa teori musik banyak ditemukan oleh orang Islam.  Meninski dalam bukunya Thesaurus Linguarum Orientalum (1680)  dan Laborde dalam tulisannya Essai sur la Musique Ancienne et Moderne (1780)  sepakat bahwa asal-muasal notasi musik Solfège  (do, re, mi, fa, sol, la, si) diturunkan dari huruf-huruf Arab sistem “solmization” Durar-Mufassalat (dāl, rā’, mīm, fā’, ṣād, lām, tā’) yang bermakna “mutiara yang terpisah”.  Setiap huruf memiliki frekuensi getar dalam perbandingan logaritmis dengan huruf sebelumnya.  Maka tak heran bahwa di zaman peradaban Islam, para penemu teori musik ini umumnya juga matematikawan.

Kehebatan musik dari negara Khilafah bertahan sampai abad-18 M, yakni ketika militer Utsmaniyah sebagai militer terkuat di dunia memiliki marching band yang hebat, bahkan ini dianggap marching-band militer tertua di dunia.  Orang Barat menyangka, bahwa semangat jihad yang menyala-nyala dari tentara Utsmaniyah ini ditunjang atau bahkan dilahirkan oleh musik militernya.  Padahal sejatinya, aqidah Islam dan semangat mencari syahidlah yang membuat militer ini jadi hebat.  Ketika belakangan aqidah dan semangat mencari syahid ini mengendur, militer ini tinggal marching-band-nya saja yang hebat L.

Marching-band ini dijuluki dengan istilah Persia “Mehler”.  Instrument yang digunakan oleh Mehler adalah Bass-drum (timpani), Kettledrum (nakare), Frame-drum (davul), Cumbals (zil), Oboes, Flutes, Zuma, “Boru” (semacam terompet), Triangle dan “Cevgen” (semacam tongkat kecil yang membawa bel).  Marching-band militer ini menginspirasi banyak bangsa Barat, bahkan juga menginspirasi para komponis orkestra Barat seperti Wolfgang Amedeus Mozart (1756-1791) dan Ludwig van Beethoven (1770-1827).

Bakal ada 3 hari sholat Iedul Fitri 1431 ini …

Wednesday, September 8th, 2010

Prof. Dr. Fahmi Amhar
Praktisi Astronomi Islam, Bakosurtanal

Di Indonesia orang umumnya optimis, lebaran tahun 2010 (1431 H) ini bakal seragam, yaitu hari Jum’at 10 September 2010 lusa.  Ini tentu saja di luar Jama’ah an-Nadzir, yang sudah sholat Ied Rabu 8 September 2010 pagi tadi.
Mengapa saya katakan 3 hari?
Begini:
Meski kita mulai puasa pada Rabu 11 Agustus 2010, karena konon pada Selasa sore 10 Agustus 2010 itu hilal terlihat di wilayah Indonesia, namun hilal ini baru HILAL SYAR’IE.
Hilal syar’ie adalah hilal karena pengakuan / kesaksian seseorang atau beberapa orang
  (tentu saja muslim dan aqil baligh) yang telah disumpah dan disahkan oleh pengadilan agama (di Indonesia disahkan oleh sidang Itsbat Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama).  Sebagai alat bukti hukum, sumpah adalah cukup dan sah.  Dan di Indonesia ada ketentuan, selama kesaksian itu terjadi pada saat tinggi hilal menurut ahli hisab sudah lebih dari 2 derajat, maka kesaksian ini wajib diterima.
Apakah ada hilal yang lain?  Ada, yaitu HILAL ASTRONOMI.  Ini adalah hilal yang memang teruji secara ilmiah keabsahannya oleh ilmu astronomi.  Uji ilmiah itu yang paling otentik adalah foto secara langsung, tentu saja tanpa rekayasa.  Dari pengamatan astronomi selama ini, belum pernah ada hilal dapat difoto saat tingginya kurang dari 5 derajat atau umur bulan kurang dari 17 jam setelah moon conjunction (ijtima’).
Jadi yang dilihat kemarin di Indonesia itu apa?  Wallahu a’lam.  Jelas dia hilal syar’ie, sah untuk dasar hukum menetapkan puasa, dan mengikat bagi orang yang berada di wilayah hukum Indonesia.  Namun kalau orang yang tidak merasa terikat dengan itu, dia boleh mengikuti boleh tidak.  Tergantung sejauh mana keyakinannya ….  Kalau dia menganggap para perukyat yang telah bersumpah itu keliru, ya sudahlah …  Dia tidak menganggap perukyat itu berdusta.  Tetapi kekeliruan adalah sesuatu yang wajar, karena hilal itu sangat tipis, sehingga perlu ada latihan (bila perlu ada sertifikasi) untuk mendapatkan kemahiran tersebut.  Boleh saja seseorang mengaku telah berpengalaman 20 tahun, tapi boleh jadi selama 20 tahun itu ia mengamati fenomena yang salah.  Siapa tahu, karena tidak ada foto?
Pada level global, para pengamat hilal yang punya latar belakang astronomi dan bergabung di ICOP (Islamic Crescent Observation Project), ternyata tak satupun melaporkan melihat hilal pada Selasa 10 Agustus 2010 lalu itu.  Di Indonesia juga para perukyat yang dilengkapi teleskop rukyat yang ada CCD-kameranya, juga tidak mendeteksi hilal.  Padahal CCD kamera biasanya lebih awas dari mata manusia biasa.
Karena itulah, dunia kemudian terbelah.  Banyak negara, termasuk Indonesia memulai puasa pada hari Rabu 11 Agustus 2010 itu, sebagian dengan dasar hilal syar’i, sebagian – seperti Muhammadiyah – dengan dasar hisab wujudul hilal.
Namun sebagian negara lain seperti Pakistan, Bangladesh, Oman dan Iran, telah mengistikmalkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari, sehingga mereka memulai puasa pada hari Kamis 12 Agustus 2010.
Walhasil kalau yang kelompok pertama Rabu sore 8 September 2010 ini sudah akan melakukan ibadah Rukyatul Hilal – karena merasa sudah tanggal 29 Ramadhan, maka di kelompok kedua, baru akan melakukan hal yang sama Kamis besok, tanggal 9 September 2010.
Maka akan muncul 3 kemungkinan:
Pertama, mereka yang rukyat pada Rabu sore ini, yang sebenarnya dari Maroko sampai Merauke hilal masih negatif atau di bawah ufuk, mestinya tidak akan melihat hilal.  Namun boleh jadi akan ada yang mengaku melihat dan berani bersumpah.  Hilal Syar’ie juga jadinya. Maka mereka ini akan sholat Ied pada besok pagi, Kamis 9 September 2010.
Kedua, mereka yang rukyat pada Rabu sore ini, namun mengakui bahwa hilal tidak terlihat, dan bila ada yang mengaku melihat, kesaksian itu mereka tolak karena dimustahilkan secara ilmiah.  Sama mustahilnya seperti seorang perawi hadits yang mengaku mendengar dari Ibnu Abbas ra., padahal dia baru lahir setelah Ibnu Abbas ra. wafat.  Jadi kelompok ini akan istikmal, sehingga baru akan sholat Ied pada hari Jum’at pagi, 10 September 2010.
Di sisi lain, di negeri seperti Pakistan, Bangladesh, Oman atau Iran, mereka baru akan rukyatul hilal pada hari Kamis sore 9 September 2010.  Kalau mereka melihat hilal – dan ini secara astronomis cukup optimis – mereka juga akan sholat Ied pada hari Jum’at yang sama.
Jadi pada hari Jum’at itu orang sholat Ied dengan alasan yang berbeda-beda, satu karena istikmal, satu karena rukyatul hilal pada Kamis sore, dan satu karena hisab.
Ketiga, mereka yang rukyat pada hari Kamis sore, namun karena cuaca mendung tidak melihat hilal, boleh jadi mereka akan istikmal, sehingga Jum’at masih puasa, dan sholat Ied baru pada hari Sabtu pagi 11 September 2010.
Tetapi kelompok yang ketiga ini sebenarnya masih bisa tertolong kalau mereka mengikuti pendapat wihdatul matla (rukyat global), bukan ikhtilaful matla (rukyat lokal).  Yakni, kalau mereka mau mengikuti hasil rukyat (yang juga dilakukan Kamis sore) di negeri lain dan tidak tertutup mendung, sehingga hilal terlihat.  Walhasil perbedaan yang terjadi tidak sampai tiga hari, tetapi cukup 2 hari saja.  Dari 4 imam madzhab, hanya Imam Syafii yang mendukung pendapat ikhtilaful matla, di mana matlanya hanya radius sekitar 120 Km.
Jadi semuanya punya dasar, tidak perlu saling menjelekkan, apalagi menganggap yang lain telah melakukan keharaman, baik karena masih berpuasa di hari yang dianggap telah Iedul Fitri, ataupun telah makan minum di hari yang dianggap masih bulan Ramadhan.
Perbedaan ini akan ada terus, selama orang tidak berpegang pada kriteria hisab yang sama (yang menjadi dasar pembuatan kalender), minimal untuk menentukan hari rukyat awal Ramadhan pada tanggal 29 Sya’ban, serta kriteria kesaksian hilal yang dapat dipercaya, sehingga hilal syar’ie akan bertemu dengan hilal astronomi.
Namun sepertinya, kesatuan ini juga tergantung Imam yang dipercaya kaum muslimin secara global, yang akan mengadopsi kriteria hisab maupun rukyat yang terbaik, karena ada ijma shahabat “Amrul Imam Yarfa’ul Khilaf” (Keputusan Imam menghentikan perselisihan).  Sayangnya di dunia saat ini masih ada ratusan imam, baik yang imam jama’ah / ormas, imam partai, maupun kepala negara – kepala negara muslim.

Adjie Suradji dapat Lailatul Qadar?

Tuesday, September 7th, 2010
Yang dapat Lailatul Qadar itu tidak harus i’tikaf 10 hari di masjid,
karena Surat al-Qadar adalah suatu hal,
sedang tuntunan i’tikaf adalah hal yang lain.
Boleh jadi mereka adalah para penjaga palang perlintasan kereta api,
Yang berjasa menyelamatkan puluhan ribu orang setiap siang dan malam,
meski gajinya hanya bisa bikin meringis ….
Boleh jadi mereka adalah ibu-ibu yang rela tak tidur semalaman,
demi merawat anak-anaknya yang sakit atau kurang gizi,
sementara suaminya mengais rizki halal yang tak seberapa ….
Boleh jadi mereka adalah para prajurit yang ditempatkan di pulau-pulau terluar kita,
disuruh menjaga kedaulatan negeri ini dari para maling ikan,
dengan fasilitas minim dan belum boleh cuti ….
Boleh jadi mereka adalah para pemimpin yang cerdas, jujur dan berani,
yang semalaman tidak tidur karena menekuni sebuah RUU atau Draft Kontrak,
yang akan berdampak luas bagi rakyatnya  ….
karena Rasulullah bersabda,
“Adilnya seorang pemimpin, itu lebih utama daripada qiyamul lail 70 tahun”
Dan boleh jadi dia adalah Adjie Suradji,
bila dia lebih takut kepada Allah, sehingga berani menasehati panglima tertingginya,
daripada takut kepada hierarki komando, sehingga tak berbuat apa-apa …

http://www.maiwanews.com/berita/tulisan-lengkap-adjie-suradji-di-harian-kompas/