Mensinergikan Tulisan Ilmiah Dengan Tulisan Inspiratif
Sebuah tulisan, agar dia menjadi produktif, bermanfaat bagi kehidupan, tidak harus ilmiah!
Mungkin tidak semua ilmuwan setuju pernyataan ini. Bahkan anak-anak yang baru lulus sarjana, ketika membaca buku saya tentang “Kisah Penelitian dan Pengembangan Sains dan Teknologi di Masa Peradaban Islam (TSQ-Stories)” memprotes, bahwa buku itu tidak memuat catatan kaki maupun daftar pustaka sebagai lazimnya karya ilmiah. Padahal di Sekapur Sirih (Pendahuluan) buku itu memang ditegaskan bahwa buku itu tidak dimaksudkan sebagai karya ilmiah!
Namun sebaliknya, ada beberapa mahasiswa S2 dan S3 yang ghirah Islamnya sangat tinggi, justru meminta judul tesis atau disertasi terkait syariah atau Studi Islam, bahkan beberapa terang-terangan meminta saya kalau bisa menjadi salah satu pembimbing mereka. Ada yang temanya terkait “Pembangunan Infrastruktur dalam Daulah Islam”, “Penataan Kota di masa Khilafah”, “Geostrategi Perspektif Islam”, “Islamic-Economics”, “APBN Syari’ah”, “Audit Syariah”, “Pajak dalam Islam”, “Fisika Qur’ani” dan sebagainya. Mereka berasal dari fakultas yang berbeda-beda, ada yang Magister Studi Islam, Magister Ekonomi, Fisipol, bahkan FMIPA dan Fakultas Teknik.
Tentu saja, dunia ilmiah modern – yang diawali oleh kaum muslimin – memiliki tradisinya sendiri. Anda sama sekali tidak layak menjadi pembimbing skripsi, tesis apalagi disertasi, kalau anda belum menunjukkan prestasi ilmiah di bidang itu. Dan prestasi ilmiah diukur dari pendidikan atau penelitian yang dibuktikan dari publikasi ilmiah. Sekali lagi publikasi ilmiah!
Publikasi ilmiah tampak dari dua hal:
1. Tulisan itu dibuat dalam style ilmiah, yakni setiap pernyataan dilengkapi dengan kutipan yang bisa ditelusuri dari buku apa karangan siapa terbitan mana tahun kapan dan halaman berapa, atau didapat sendiri dari data yang diolah sendiri. Boleh saja itu merupakan topik tentang agama, tetapi dari awal langsung kelihatan bahwa itu tulisan ilmiah, ketika setiap pernyataan disebutkan bahwa itu misalnya dari Qur’an ayat berapa, atau Hadits Riwayat Bukhari nomor berapa, atau ijtihad Imam Syafi’i di kitab apa halaman berapa.
2. Tulisan itu dimuat di sebuah jurnal ilmiah atau prosiding konferensi ilmiah yang spesifik, tidak terlalu lebar. Jadi kalau menyangkut pendapat di bidang ekonomi syariah, tentunya harus di konferensi ilmiah para ahli ekonomi syariah, bukan di konferensi para ahli hukum, atau di rembug nasional yang audiensnya nano-nano.
Dari sini jelas, bahwa meski di sebuah publikasi ilmiah bisa menyitir sebuah dalil dari al-Qur’an, tetapi al-Qur’an sendiri bukan buku ilmiah ! Ingat itu ! Bukan berarti al-Qur’an isinya tidak ilmiah yang berkonotasi banyak salahnya, tetapi al-Qur’an tidak ditulis dalam style publikasi ilmiah.
Jadi kebenaran sebuah bacaan tidak tergantung dengan apakah ia ditulis dalam style ilmiah atau bukan. Hanya saja, bacaan yang ditulis dalam style ilmiah lebih mudah ditelusuri tingkat kebenarannya. Sebaliknya, kebenaran al-Qur’an hanya dapat didekati ketika orang sudah beriman. Orang bisa beriman, ketika melihat bahwa al-Qur’an memiliki kualitas bahasa yang supranatural, yang tidak mungkin manusia bisa membuatnya. Orang yang tidak beriman dan mengingkari kemukjizatan al-Qur’an, tidak akan mendapatkan sedikitpun manfaat dari al-Qur’an.
Kalau al-Qur’an saja bukan buku ilmiah, maka demikian pula dengan sederet buku yang inspiratif. Baik itu buku-buku motivasional, buku-buku yang mendorong kita menjadi enterpreneur sukses ataupun buku-buku perjuangan. Tulisan Bill Gates (Microsoft) tentang masa depan IT di News Week tahun 1991 ataupun orasi Steve Jobs (Apple) di Stanford University bukanlah tulisan ilmiah, sekalipun super-inspiratif, dan faktanya telah membentuk IT menjadi seperti sekarang ini.
Demikian juga tulisan perjuangan ideologis di manapun, entah itu karya Abraham Lincoln, Nelson Mandela, Bung Hatta, Hasan al-Bana, Taqiyyuddin an-Nabhani dll, bukanlah buku ilmiah, dan mereka memang tidak ingin tulisannya hanya sekedar berakhir di suatu perpustakaan ilmiah. Mereka ingin tulisan-tulisan mereka menggerakkan sebuah masyarakat untuk bertransformasi sesuai dengan cita-cita yang mereka perjuangkan.
Karena itu, kalau Anda ingin menselaraskan perjuangan ideologis dengan kehidupan akademis, dan Anda serius ingin meng-ilmiah-kan pendapat yang sudah Anda yakini dari buku-buku yang inspiratif tadi, maka Anda harus berjuang lebih keras. Anda tidak cukup hanya mengutip satu dua buku inspiratif yang sudah “taken-for-granted” itu, kecuali kalau riset Anda sekedar studi komparasi pendapat antara beberapa tokoh inspiratif.
Tetapi kalau Anda serius ingin menunjukkan sisi-sisi ilmiah dari -misalnya- ekonomi Islam, maka Anda harus mencari banyak kutipan dari publikasi ilmiah terkait, serta data berbagai hal dari sumber yang otoritatif.
Kalau Anda beruntung, mungkin cukup membuka scholar.google.com Anda akan ketemu banyak jurnal yang tersedia online yang membahas salah satu aspek dalam ekonomi Islam. Namun mungkin mayoritas berbahasa asing. Mungkin bahkan kata kunci yang harus Anda masukkan harus dalam bahasa Arab, Urdu, Persia atau Turki. Untung sekarang juga sudah ada translate.google.com.
Demikian juga, kalau bicara angka statistik misalnya perbandingan jumlah pria : wanita, maka Anda harus mengacu kepada data Statistik Nasional yang resmi, sekalipun mungkin Anda menuduh bahwa mereka sudah berkonspirasi memalsukan angka-angka itu untuk sebuah kepentingan politik tertentu. Boleh saja Anda menuduh, kalau Anda juga memiliki angka lain dari sumber lain yang kurang lebih sama atau lebih baik reputasinya di bidang statistik.
Tetapi kalau ternyata Anda memang tak sanggup untuk menghadirkan karya ilmiah, tidak usah berkecil hati. Mungkin bakat Anda memang tidak di situ. Mungkin Anda lebih berbakat menjadi pejuang atau motivator kelas dunia yang menginspirasi jutaan orang. Banyak di antara mereka itu yang bahkan tidak pernah kuliah atau bahkan hanya punya ijazah SD. Tetapi kalau mau seperti mereka, Anda harus membuktikan punya prestasi di bidang itu, misalnya:
– meski cuma lulusan SD, terbukti mampu membuat perusahaan dengan laba Rp 1 juta/jam, atau
– meski bukan anak orang kaya, terbukti mampu menjadi multi-milyarder pada usia 24 tahun, atau
– meski bukan Ustadz, terbukti berhasil merekrut 1000 kader dakwah dalam tempo 1 tahun, dsb.
Jadi memang tidak ada yang mudah di dunia ini …Selamat Bekerja!
Leave a Reply