Ketika Kimiawan tak lagi Tukang Sihir
Dr. Fahmi Amhar
Sekarangpun, seni sulap yang mengubah bunga yang dilempar ke dalam topi menjadi kelinci, atau air di dalam kelapa menjadi berasa jeruk tetaplah sesuatu yang menakjubkan. Pada masa lalu, ada orang-orang yang melakukan hal-hal seperti itu sebagai profesi sehari-hari. Merekalah para tukang sihir pembuat ramuan.
Mereka biasanya digambarkan sehari-harinya bergelut dengan kuali berisi air di atas api, yang ke dalamnya dimasukkan segala benda yang dianggap memiliki kekuatan magis. Benda berkekuatan magis ini mulai dari cula badak, telur ular kobra, sampai batu meteor. Hasilnya adalah ramuan atau benda-benda yang juga dianggap berkhasiat. Ramuan paling diminati orang tentunya berbagai jenis obat-obatan. Namun ada juga “ramuan cinta” yang dipercaya dapat menarik lawan jenis, “ramuan keberuntungan” untuk memenangkan pertandingan, hingga benda-benda sakti seperti cincin yang dapat membuat pemiliknya kebal atau keris pusaka yang dapat mengantar pemiliknya berkuasa. Berabad-abad para tukang sihir dari segala penjuru juga mencari “batu bertuah” yang konon berkhasiat dari untuk membuat ramuan yang dapat memperpanjang umur sampai untuk mengubah (men-transmutasi) bongkahan besi atau belerang menjadi emas. Andaikata para alkimiawan (demikian julukan ahli kimia berbau sihir pada masa itu) berhasil, niscaya dinar emas tidak berharga lagi, karena mudah dibuat dari benda-benda lain.
Namun pada masyarakat Islam, profesi tukang sihir semacam itu lambat laun tersingkir. Muncullah para kimiawan yang bekerja dengan cara-cara ilmiah dan dapat dirunut segala langkahnya dalam menciptakan material yang baru.
Jabir ibn Hayyan (Geber, 715-815) diakui oleh banyak orang sebagai “Bapak Ilmu Kimia”, karena jasanya memperkenalkan metode ilmiah eksperimental dan juga lebih dari 20 macam peralatan laboratorium seperti alat destilasi, kristalisasi, purifikasi, oksidasi, evaporasi, filtrasi dan kristalografi, seperti dalam bukunya Kitab al-Istitmam.
Jabir adalah juga orang pertama yang menemukan berbagai jenis asam, ketika sebelumnya orang hanya mengenal cuka. Jabir menemukan asam nitrat, asam sulfat, asam klorida, asam asetat, asam citrat dan sebagainya. Beberapa unsur juga ditemukan oleh Jabir, seperti Arsen, Antimon dan Bismuth. Dialah orang pertama yang menggolongkan belerang dan air raksa sebagai unsur kimia.
Dalam Buku tentang Mutiara yang tersembunyi, Jabir menuliskan 46 resep untuk membuat gelas berwarna, juga 12 resep tentang produksi mutiara buatan dan penghilangan warna dari batu mulia.
Pada 864-925 Muhammab bin Zakariya ar-Razi (Rhazes) menulis berbagai alat yang ditemukan olehnya dan pendahulunya (Calid, Geber, al-Kindi) seperti pembakar, tabung reaksi, pelebur substansi dan sebagainya. Dialah yang pertama kali menuliskan rincian berbagai proses kimia seperti kalsinasi (al-tasywiya). Pelarutan atau solusi (al-tahlil), sublimasi (al-tas’id), amalgamasi (al-talghim), cerasi (al-tasymi), dan metode untuk mengubah substansi menjadi pasta atau padatan lunak.
Ar-Razi menggolongkan bahan kimia dalam: empat-spirits (air raksa, sal-amoniak, arsenik dan belerang), empat logam (emas, perak, tembaga, besi, timah, timbal dan air raksa), tiga belas batuan, tujuh borates dan tiga belas garam-garaman. Dia juga menulis berbagai substansi buatan seperti timbal-oksida, tembaga-asetat, tembaga-oksida, besi-asetat (bahan baja), sodium-hydroksida, dan sebagainya. Dalam bukunya Kitab sirr al-asrar (Buku tentang rahasia dari rahasia) Ar-Razi juga menulis tentang nafta atau minyak bumi dan cara menyulingnya menjadi minyak bakar atau minyak lampu.
Ar Razi juga seorang dokter. Ketika memilih tempat untuk membangun rumah sakit di Baghdad, dia meletakkan beberapa potong daging di berbagai lokasi. Lokasi di mana daging itu paling lambat membusuk adalah lokasi ideal untuk dipilih sebagai tempat rumah sakit. Dalam bukunya itu ia juga menulis tentang teknik membuat antiseptik dan sabun.
Pada tahun 1000-1037 dunia kimia diwarnai oleh Ibnu Sina (Avicenna) yang menemukan proses kimia untuk mengekstrak esensi dari zat wangi (fragrances) atau dari minyak. Teknik ini digunakan di pabrik parfum dan minuman. Dia juga menemukan termometer udara yang dipakai dalam laboratoriumnya.
Sementara itu teori transmutasi logam (yang berabad-abad dipercaya para penyihir sehingga mereka mencari batu bertuah untuk mengubah besi menjadi emas), ditolak oleh Al-Kindi, juga Al-Biruni, Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun. Teori transmutasi itu memang tidak ilmiah.
Pada abad-13, Nasiruddin al-Tusi memaparkan versi awal dari hukum konservasi massa (sering salah disebut hukum kekekalan massa), dengan menuliskan bahwa materi mungkin berubah wujud, tetapi tidak akan musnah.
Will Durant menulis dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith: “Chemistry as a science was almost created by the Moslems; for in this field, where the Greeks (so far as we know) were confined to industrial experience and vague hypothesis, the Saracens introduced precise observation, controlled experiment, and careful records. They invented and named the alembic (al-anbiq), chemically analyzed innumerable substances, composed lapidaries, distinguished alkalis and acids, investigated their affinities, studied and manufactured hundreds of drugs. Alchemy, which the Moslems inherited from Egypt, contributed to chemistry by a thousand incidental discoveries, and by its method, which was the most scientific of all medieval operations.”
(Kimia adalah ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh kaum muslim; ketika untuk bidang ini orang-orang Yunani tidak memiliki pengalaman industri dan hanya memberikan hipotesis yang meragukan, sementara itu para ilmuwan muslim mengantar pada pengamatan teliti, eksperimen terkontrol, dan catatan yang hati-hati. Mereka menemukan dan memberi nama alembic (al-anbiq), menganalisis substansi yang tak terhitung banyaknya, membedakan alkali dan asam, menyelidiki kemiripannya, mempelajari dan memproduksi ratusan jenis obat. Alkimia yang diwarisi kaum Muslim dari Mesir, menyumbangkan untuk kimia ribuan penemuan insidental, dari metodenya, yang paling ilmiah dari seluruh kegiatan di zaman pertengahan).
Tags: ilmuwan islam, kimiawan islam, sejarah islam
Leave a Reply