Dilemma Mengisi DP3
Sebagai pejabat struktural, saya kali ini harus mengisi form Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) anak buah saya yang 19 orang. Ternyata mengisi DP3 ini ada “tradisi” yang cukup unik. Saya kira tradisi ini merata di seluruh lembaga pemerintah.
Pertama, kolom kesetiaan, nilainya harus 91 ke atas (amat baik), karena kalau kurang, orang akan diragukan kesetiaannya. Kesetiaan pada siapa? Tentu saja pada Pancasila! Jadi biarpun kita tahu, ada staf yang bikin “kantor dalam kantor”, atau tiap hari kerjaannya lebih banyak ngerumpi, tetap saja harus nilainya minimal 91. Mungkin kesetiaan pada institusi dianggap tidak berhubungan dengan kesetiaan pada Pancasila.
Kedua, kolom kepemimpinan, hanya boleh diisi untuk yang menjabat struktural. Jadi biarpun ada staf yang sangat piawai memimpin tim survei atau sukses jadi ketua panitia seminar internasional, selama dia tidak menyandang jabatan struktural, kolom itu tidak boleh diisi. Padahal kalau dipikir-pikir, kalau kita sedang mencari calon pejabat struktural, mestinya ya selain mempertimbangan Daftar Urut Kepangkatan (DUK), kita juga melihat nilai kepemimpinan ini. Dan juga, jika kita merujuk PP no 10/1979 pasal 4 ayat 3, di situ disebutkan, “Usur kepemimpinan dinilai bagi PNS yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a ke atas yang memangku suatu jabatan”. Coba dipikir, mana ada golongan II/a yang memangku jabatan. Eselon terrendah yaitu eselon V, minimal dijabat oleh golongan III/a. Jadi terus jabatan dalam PP tadi jabatan struktural apa? Kalau non struktural, seperti jadi ketua tim atau ketua panitia, tentu masuk akal.
Ketiga, nilai tahun ini tidak boleh lebih rendah dari tahun lalu. Wah ini yang paling susah. Kadang-kadang, nilai tahun lalu sudah “terlalu tinggi”. Apalagi kalau ganti job-desc atau ganti pejabat, dan pejabat sebelumnya mempersilakan staf untuk mengisi sendiri nilainya. Bisa saja tahun lalu misalnya, tanggung jawab diisi 95 (amat baik), padahal sekarang faktanya, banyak yang “adakalanya terlambat melaksanakan tugas atau tepat pada waktunya tapi kurang lengkap” – sehingga harusnya nilainya hanya “cukup” (61-75) saja, atau bahkan “ada kalanya meninggalkan tempat tugasnya” dengan nilai sedang (51-60). Jadi gimana ya?
Katanya sih DP3 ini hanya formalitas belaka. PNS bisa naik pangkat otomatis setiap 4 tahun sekali selama seluruh angka DP3 minimal “baik”. Tapi buat apa bikin aturan seperti ini, jika tradisi kita tidak sejalan dengan jiwa peraturan itu ya? Akibatnya ada juga PNS yang ditunda-tunda kenaikan pangkatnya, padahal semua DP3-nya baik. Mungkin karena atasan yang berwenang tidak suka dengan PNS tersebut, jadi dipending saja berkas kenaikan pangkatnya. Dan seperti biasanya, tidak ada penjelasan yang resmi. Kita ini mungkin bangsa yang paling menderita sindrom kompleks: “informal-formalism” — semua maunya formal, tetapi yang terjadi dan yang sesungguhnya berkuasa adalah kekuatan informal dan paham informal.
Apa pendapat anda?
Leave a Reply