KomEk – Alih Fungsi Sawah 100 ha/hari!
Republika, Senin, 08 Januari 2007 23:36:00
Pemerintah Siap Cetak Sawah Baru 20 Ribu Hektar
Jakarta-RoL–Pemerintah pada 2007 siap membuka sawah baru se-luas 20 ribu hektar (ha) untuk mengganti konversi lahan pertanian. Menteri Pertanian Anton Apriyantono di Jakarta, Senin menyatakan, saat ini alih fungsi lahan di tanah air mencapai 30.000-40.000 ha per tahun.
Komentar LM:
1. Bagaimana alih fungsi tidak terjadi, kalau kapitalisasi tanah dan air terus dibiarkan? Tata Ruang dipermainkan. Yang dulu diplot daerah pertanian, tiba-tiba jadi real estate. Dan para bupati menyebutnya “pembangunan”. Tanah kini jadi objek spekulasi dan investasi. Para petani pusing jadi petani, karena sudah capek, nggak gengsi, eh pupuk mahal, apalagi dengan UU SDA sekarang air bisa dikelola swasta dan dijual untuk yang mau membeli lebih mahal. Repotnya, nanti kalau panen harga gabah anjlog – belum kalah sama beras impor – akhirnya petani memilih menjual sawahnya ke calo tanah. Lumayan, hasilnya bisa buat naik haji, walaupun pulang haji tidak punya asset, apalagi warisan untuk anak cucu. Jadilah mereka buruh urban.
2. Kalau sudah tahu begitu, jalan keluarnya cuma: terapkan system syariah di bidang tata ruang, pertanahan, tata guna air, pertanian dan perdagangan. Tata Ruang harus strik pada fungsi-fungsi masyarakat. Kalau tanah untuk satu fungsi dialihkan, maka harus digantikan di tempat lain. Tanah pertanian tidak boleh jadi objek investasi / spekulasi. Kalau tiga tahun ditelantarkan tidak produktif, harus disita oleh negara dan diberikan ke yang mau mengelola untuk pertanian. Air untuk pertanian juga diatur oleh negara dan dibagikan ke seluruh petani secara adil, tidak komersil. Negara juga wajib melindungi keadilan di tingkat petani maupun konsumen. Kalau negara mampu, subsidi petani dengan pupuk. Teknologi pupuk biologis harus digalakkan. Negara bisa mensupport riset agar petani menggunakan teknologi terkini seperti bioteknologi, precission agriculture, in-time-farming dsb. Negara dapat juga membantu dan merangsang pembukaan lahan-lahan pertanian baru untuk menaikkan produksi sekaligus membuka lapangan kerja. Orang yang mampu menghidupkan lahan kritis (tanah mati) menjadi lahan pertanian yang subur, akan diberikan hak menguasai tanah itu serta memetik hasilnya. Negara membangun infrastruktur pertanian, termasuk saluran irigasi, jalan ke pasar, gudang dan pengolahan pasca panen, agar harga di tingkat petani tidak ditekan oleh para tengkulak. Hasil akhirnya harus petani makin sejahtera, namun beras di tingkat konsumen juga terjangkau.
LM 2007-01-09
FA.-
Leave a Reply