Dr.-Ing. Fahmi Amhar
Pecinta aristektur
Berbicara arsitektur Islam, orang sering teringat pada bangunan-bangunan peninggalan sejarah keemasan Islam, dari ujung Barat (Cordoba di Spanyol) melewati Istanbul di Turki, Samarkand di Asia Tengah, hingga ke ujung timur seperti di Ternate di Indonesia. Yang sering menjadi titik perhatian adalah bangunan seperti masjid atau yang serupa (Masjid Cordoba, Aya Sofia, Masjid Sultan Ahmet), namun juga sekolah (Al-Azhar) dan istana (Topkapi Palace).
Dalam era modern, arsitektur Islam diasosiasikan dengan arsitektur gaya timur tengah lengkap dengan lengkung-lengkung bak sebuah masjid dan hiasan kaligrafi di sekujur dinding.
Namun bila kita cermati, apa yang menonjol di atas belum memberikan secara lengkap makna di balik istilah “arsitektur Islam” – yang semestinya adalah suatu rancang bangunan yang didasari oleh aqidah Islam dan memenuhi norma-norma dalam syari’at Islam.
Ini berarti, tujuan dibuatnya bangunan itu adalah comply atau sesuai dengan tujuan syari’ah atau maqashidus syari’ah, yakni: melindungi jiwa, harta, keturunan, agama, akal, kehormatan, keamanan, dan negara.
Untuk itu perlu dibahas secara singkat dalam tulisan ini, bagaimana suatu arsitektur yang bisa memenuhi maqashidus syari’ah tersebut.
Arsitektur yang melindungi Jiwa
Suatu bangunan harus mampu melindungi seseorang dari berbagai potensi yang mengancam jiwa, seperti:
– ancaman cuaca, termasuk banjir; artinya arsitektur suatu rumah dapat disebut islami bila penghuninya bisa merasa tenang tidak akan kebanjiran tiba-tiba tatkala mereka tidur nyenyak. Kekuatan atap dan saluran air hujan cukup untuk menghadapi hujan terlebat. Dan idealnya rumah tersebut memang di lokasi bebas banjir. Namun manakala lokasi itu memang rawan banjir, maka harus dipikirkan mekanisme teknis untuk menangkalnya – misalnya dengan rumah panggung, rumah ponton, atau rumah yang dilengkapi pompa otomatis.
– bencana alam seperti gempa dan tsunami; hampir sama dengan ancaman cuaca, artinya konstruksi rumah tersebut harus dibuat tahan gempa dan tsunami.
– risiko kebakaran; artinya bangunan itu dibuat dengan bahan-bahan tahan api, atau dengan alat-alat pendeteksi dini kebakaran, pemadam api otomatis atau jaringan listrik yang bebas overload dan berrisiko hubungan pendek yang memicu kebakaran.
– ancaman hama dan binatang buas; ini artinya desain rumah itu sedemikian rupa sehingga tidak perlu ada binatang tak diundang masuk dan berrisiko kesehatan, mulai dari srigala, ular, tikus hingga ke lalat atau nyamuk. Untuk yang terakhir ini bisa menggunakan jaring kasa atau tanaman spesial yang mampu menghalau serangga.
– ancaman polusi, baik yang berasal dari luar maupun dalam; artinya polusi udara dari luar tidak masuk ke dalam, dan pada saat yang sama udara kotor di dalam (terutama dari dapur) dapat berganti dengan udara segar – perlu sistem ventilasi yang baik, yang sewaktu-waktu dibutuhkan dapat dibuka-tutup dengan cepat. Sementara itu bahan-bahan yang digunakan dalam konstruksi (termasuk cat) juga harus yang ramah lingkungan dan ramah kesehatan.
Pendek kata arsitektur di sini berupaya agar bangunan benar-benar aman dan sehat.
Suatu bangunan harus mampu melindungi harta penghuninya, baik langsung maupun tak langsung. Melindungi langsung telah jelas, yakni tidak memberi kesempatan tanga jahil untuk usil; sedang tak langsung artinya bangunan itu dirancang sedermikian rupa sehingga hemat dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya. Dia hemat energi, karena letak ruang-ruangnya juga optimal dalam mendukung fungsi bangunan, serta optimal menggunakan cahaya alam atau udara segar, tak perlu banyak lampu atau AC. Kalaupun menggunakan lampu listrik atau AC akan dipilih yang hemat energi.
Arsitektur yang melindungi Kehormatan
Suatu bangunan harus memiliki tempat privacy, di mana berlaku syari’at yang berbeda dengan tempat yang mudah diakses (dilihat / dimasuki) publik. Pada tempat inilah wanita tidak wajib mengenakan jilbab atau kerudung. Dengan demikian kehormatan mereka terjaga. Artinya keberadaan pagar, dinding luar atau bentuk dan jenis jendela menjadi penting.
Pada ruang privat inipun, ada kamar yang terpisah antara suami istri dengan anak-anaknya, dan antara anak laki-laki dengan anak perempuan, sehingga masing-masing dapat tumbuh normal sesuai syari’at tentang ijtima’. Ada pula ruang untuk menampung tamu atau anggota keluarga yang boleh aurat wanita lain di dalam rumah itu. Pada rumah yang cukup besar, pemisahan ini bisa sampai pada ruang rekreasi dalam rumah, misalnya kolam renang.
Pada masa lalu – di istana para bangsawan, daerah para wanita ini sering disebut “harem” – yang arti sesungguhnya adalah kawasan yang tidak boleh dimasuki sesuka hati oleh lelaki yang bukan mahram.
Arsitektur yang melindungi Keturunan
Terkait dengan di arsitektur yang melindungi kehormatan adalah arsitektur yang melindungi keturunan. Anak-anak harus dapat dibesarkan secara islami dan sehat dalam rumah itu. Ada ruang yang cukup agar anak-anak dapat bermain, berkreasi dan mengembangkan seluruh potensinya, baik kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Pada area yang cukup luas, perlu untuk membuatkan semacam ruang anak (Kidsroom) tempat dia berlatih seperti melukis, bernyanyi, menari, olahraga, komputer, eksperimen sains dan sebagainya. Setidaknya setiap anak mendapat tempat belajar yang nyaman dan kondusif.
Selain itu, harus dirancang sedemikian rupa sehingga kemungkinan kecelakaan di dalam rumah karena terguling di tangga atau terbentur sudut runcing dapat dihindari.
Arsitektur yang melindungi Agama
Agama adalah hal yang terpenting untuk diwariskan pada anak. Ini artinya kehidupan religius harus benar-benar ada di rumah. Jangan jadikan rumahmu kuburan – kata Nabi – dirikan sholatlah sunat di rumah. Secara arsitektoris sebaiknya ada tempat khusus untuk taqarrub (ritual agama), seperti tempat meditasi, yaitu mushola berikut tempat wudhunya. Mushola ini bisa untuk sholat berjama’ah, taddarus atau diskusi agama. Di dalam mushola pula bisa ditaruh perpustakaan buku-buku agama. Bahkan bila mushola ini cukup besar bisa untuk aktivitias pengajian bersama tetangga.
Selain ruang khusus seperti ini, suasana di rumah juga bisa dibuat lebih melindungi agama dengan menaruh kaligrafi atau pesan-pesan moral.
Arsitektur yang melindungi Akal
Setelah arsitektur menguatkan sisi nafsiyah dengan suasana religus, maka fungsi rumah perlu untuk juga menguatkan akal. Jadilah rumah yang cerdas dan mencerdaskan. Mirip dengan fungsi sebelumnya, di sini perlu ada ruang untuk mengembangkan diri dan meningkatkan ilmu di mana orang merasa nyaman belajar atau meningkatkan wawasannya. Hal itu bisa berupa ruang multimedia (ada TV, internet, …) atau perpustakaan, atau sekedar ruang baca dan belajar. Suasana belajarpun perlu dipupuk dengan memasang hiasan-hiasan dinding yang merangsang berpikir.
Arsitektur yang melindungi Keamanan
Secara umum sebuah bangunan harus mampu memberikan rasa aman, baik dari yang mengancam jiwa, harta, kehormatan, keturunan agama, maupun akal. Karena itu perlu ada beberapa konsep keamanan yang harus dipikirkan. Pada umumnya konsep yang telah banyak dimengerti adalah keamanan jiwa dan harta. Namun kalau hanya konsep ini saja yang diterapkan, maka rumah akan menjadi benteng. Amannya hanya dari gangguan eksternal. Sebaiknya memang konsep ini mengintegrasikan juga yang lain. Rumah jadi aman luar dalam. Di dalam tidak ada resiko pada kehormatan, keturunan, agama maupun akal.
Arsitektur yang melindungi Negara
Melindungi negara harus dibangun dari bawah., dari kerukunan antar tetangga. Mereka satu sama lain akan saling melindungi. Ini artinya, arsitektur harus sedemikian rupa sehingga tidak mengisolir rumah dari tetangganya. Justru seharusnya, arsitektur membuat antar tetangga bisa akrab, saling menyayangi sehingga timbul ukhuwah. Fungsi ini harus bisa terpenuhi tanpa berbenturan dengan fungsi lainnya (misalnya fungsi melindungi kehormatan).
Bangunan berarsitektur syari’ah dapat diringkas sebagai:
– didesain tahan banjir, gempa, kebakaran, hama maupun polusi.
– hemat energi, dalam pemakaian / pemeliharaan.
– Penghuni wanita memiliki ruang privat yang hanya boleh dimasuki mahram; ruang sendiri untuk suami istri, anak lelaki dan anak wanita.
– Memiliki ruang main anak, dan dirancang agar kecelakaan di dalam rumah minimum.
– Memiliki ruang khusus taqarrub (mushola) dan suasana penuh pesan moral.
– Memiliki ruang untuk mengembangkan diri dan meningkatkan ilmu / wawasan, seperti perpustakaan atau ruang multimedia.
– Memberi rasa aman baik di luar maupun di dalam.
– Didesain akrab dengan tetangga.
Inilah prinsip-prinsip arsitektur syariah. Sekilas memang pada ruang dengan lahan luas, hal-hal ini relatif lebih mudah dipenuhi. Namun demikian, dengan pemikiran yang seksama, sebenarnya ruang berlahan sempit pun dapat pula disiasati sehingga seluruh fungsi maqashidus syariah itu bisa terpenuhi.